Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia sepanjang 2024 penuh dengan gejolak. Sempat menyentuh US$90-an per barel, harga minyak menutup tahun di level US$70-an per barel.
Berdasarkan data Refinitiv pada perdagangan Selasa (31/12/2024) harga minyak mentah Brent tercatat US$74,64 per barel. Sementara acuan West Texas Intermediate (WTI) menutup 2024 di US$71,72 per barel.
Kinerja harga minyak mentah Brent sepanjang 2024 melemah 3,12%, sedangkan WTI menguat tipis 0,10%.
Sejak awal tahun harga minyak mentah dunia tampak bergairah dan berada di dalam trend bullish. Puncaknya pada April, harga minyak mentah dunia berada di level US$90-an per barel.
Pada perdagangan 5 April 2024, harga minyak mentah dunia mencapai posisi tertinggi sepanjang 2024 dan sejak Oktober 2023.
Kenaikan harga minyak mentah dunia didorong oleh ketegangan politik di Timur Tengah dan produksi minyak negara OPEC yang ketat.
"Harga minyak tampaknya akan mengalami kenaikan lebih lanjut dalam jangka pendek karena latar belakang ekonomi yang lebih positif disertai dengan terbatasnya pasokan dan meningkatnya risiko geopolitik," analis ANZ Daniel Hynes dan Soni Kumari mengatakan dalam sebuah catatan, dikutip dari Reuters.
Brent dan WTI diperkirakan akan mencatat kenaikan lebih dari 4% pada minggu ini, naik untuk minggu kedua berturut-turut, setelah produsen OPEC terbesar ketiga, Iran, bersumpah akan membalas dendam terhadap Israel atas serangan yang menewaskan personel militer tingkat tinggi Iran.
Israel belum mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap kompleks kedutaan Iran di Suriah pada Senin lalu.
Di lain sisi, serangan pesawat tak berawak (drone) Ukraina yang sedang berlangsung terhadap kilang-kilang di Rusia mungkin telah mengganggu lebih dari 15% kapasitas minyak Rusia, sehingga berdampak pada produksi bahan bakar negara tersebut.
OPEC+ pada pekan ini mempertahankan kebijakan pasokan minyak mereka dan menekan beberapa negara untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengurangan produksi.
"Penindasan lebih lanjut terhadap kepatuhan terhadap kuota akan mengakibatkan penurunan produksi lebih lanjut di kuartal kedua. Selain itu, prospek pasar yang lebih ketat akan menyebabkan penurunan persediaan pada kuartal kedua" ujar analis ANZ.
Pasokan minyak dalam jumlah besar juga semakin ketat secara global setelah Meksiko dan Uni Emirat Arab memangkas ekspor minyak mereka.
"Hal ini terjadi di tengah pertumbuhan permintaan minyak global yang solid sebesar 1,4 juta barel per hari (bph) pada kuartal pertama," ujar analis JP Morgan dalam sebuah catatan, dilansir dari Reuters.
"Indikator permintaan frekuensi tinggi kami memperkirakan total konsumsi minyak pada bulan Maret rata-rata 101,2 juta barel per hari, 100.000 barel per hari di atas perkiraan yang kami publikasikan," pungkasnya.
Saat ini, investor menanti rilis data penggajian non-pertanian (non-farm payroll/NFP) dan tingkat pengangguran untuk periode Maret 2024.
Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan NFP untuk periode Maret lalu akan turun menjadi 200.000, dari sebelumnya sebesar 275.000 di Februari, sementara tingkat pengangguran kemungkinan akan tetap stabil di 3,9%.
Tren bullish harga minyak ternyata tidak bertahan lama. Dimulai dari konflik yang cepat mereda membuat harga minyak mentah ambles 3% dalam sehari. Kemudian kabar OPEC+ akan meningkatkan produksi juga membebani laju harga minyak mentah.
Mengutip data Refinitiv pada perdagangan Rabu (17/4/2024) harga minyak mentah acuan Brent turun 3%, menjadiUS$87,29 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Mei turun 3,1% diUS$82,69 per barel. Ini merupakan penurunan terbesar sejak 20 Maret 2024.
Harga minyak telah melemah pada minggu ini karena hambatan ekonomi membatasi peningkatan ketegangan geopolitik, dan pasar mengamati bagaimana Israel mungkin menanggapi serangan Iran pada akhir pekan.
Para analis tidak memperkirakan serangan rudal dan drone Iran yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel akan memicu sanksi dramatis AS terhadap ekspor minyak Iran.
Harga minyak terus menurun setelah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS Mike Johnson mengatakan teks dari empat rancangan undang-undang yang memberikan bantuan kepada Ukraina, Israel dan Indo-Pasifik akan diajukan "segera hari ini," dan rancangan undang-undang keempat berisi "langkah-langkah lain untuk menghadapi Rusia, Tiongkok. dan Iran" dirilis kemudian pada hari itu.
Kemudian pada 1 Mei 2024, harga minyak mentah anjlok hingga 5% dalam sehari. Melansir data Refinitiv, pada perdagangan, Rabu (1/5/2024) harga minyak mentah berjangka brent ditutup US$79 per barel, turun 5,03%. Sementara West Texas Intermediate (WTI) di posisi US$83,44 per barel, turun 3,5%.
Terpuruknya harga minyak dunia terjadi karena peningkatan persediaan AS yang mengejutkan dan ketidakpastian mengenai penurunan suku bunga dan masa depan pertumbuhan permintaan minyak.
Badan Informasi Energi (EIA) merilis data inventaris AS, menunjukkan peningkatan mengejutkan dalam stok minyak mentah sebesar 7,3 juta barel dalam sepekan hingga 26 April, dibandingkan dengan penurunan substansial sebesar 6,4 juta barel pada minggu sebelumnya yang mendorong kenaikan harga.
Laporan persediaan minyak mentah minggu ini dari EIA menunjukkan tingkat persediaan pada level tertinggi sejak Juni tahun lalu.
Tren penurunan harga minyak pun terus berlanjut hingga mencapai posisi terendah pada awal September.
Melansir data Refintiv, harga minyak mentah jenis Brent di pasar spot pada perdagangan Selasa (10/9/2024) ditutup di US$69,19 per barel, turun 3,69%. Depresiasi ini membuat Brent menyentuh level terpuruknya sejak 21 Desember 2021.
Sementara untuk jenis WTI pada kemarin berakhir anjlok lebih dari 4% ke posisi US$65,75 per barel. Posisi ini semakin mendekati level terburuk sejak Mei 2023 atau sekitar 16 bulan yang lalu.
Penurunan harga minyak disebabkan oleh melemahnya prospek permintaan global dan ekspektasi kelebihan pasokan minyak.
Laporan OPEC+ pada Agustus menyebutkan permintaan minyak dunia pada tahun ini akan meningkat jadi 2,03 juta barel per hari (bph). Namun, Namun, angka tersebut turun perkiraan sebelumnya sebesar 2,11 juta bph.
Tak hanya itu, OPEC juga menurunkan perkiraan pertumbuhan permintaan global untuk 2025 jadi 1,74 juta bps dari sebelumnya 1,78 bps.
Clay Seigle, ahli strategi pasar minyak mengatakan "Pertumbuhan permintaan minyak hampir tidak ada di negara-negara maju tahun ini. Stimulus fiskal di China tidak meningkatkan sektor konstruksi; ini menjadi salah satu alasan utama mengapa permintaan diesel China menyusut,"
Pada kemarin, China merilis data terkait neraca dagang termasuk ekspor - impor. Data menunjukkan ekspor China tumbuh pada Agustus dengan kecepatan tercepat dalam hampir 1,5 tahun, tetapi impor mengecewakan dengan permintaan domestik yang lemah.
Sementara itu, margin kilang minyak di Asia pada pekan lalu turun ke level terendah musiman sejak 2020 karena pasokan solar dan bensin yang meningkat.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)