Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang Januari 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil ditutup di zona hijau. Penutupan tersebut menjadi awal yang baik bagi pembukaan tahun 2025 dengan penguatan IHSG disepanjang Januari 2025. Akan tetapi, justru beberapa saham konglomerasi yang mencatatkan kenaikan tinggi di tahun lalu kini sudah mulai redup.
Penguatan IHSG disepanjang 2025 berbanding terbalik dengan beberapa saham milik konglomerat Prajogo Pangestu.
Apakah ini sebagai tanda mulai redupnya kejayaan saham-saham Prajogo Pangestu?
Tercatat disepanjang Januari 2025, IHSG berhasil mencatatkan penguatan sebesar 0,41% dan mendarat di level 7.109,19 pada perdagangan Jumat (31/1/2025). Penguatan ini menjadi awal yang baik di tahun ini, dan mematahkan penurunan IHSG pada November-Desember tahun lalu.
Sayangnya dari penguatan IHSG disepanjang Januari 2025 belum mampu mendorong kenaikan beberapa saham milik Prajogo Pangestu.
Dari lima saham yang terafiliasi dengan konglomerat Prajogo Pangestu, terpantau tiga diantara mencatatkan penurunan di sepanjang Januari 2025.
Saham-saham milik Prajogo Pangestu memang identik dengan sektor energi, dan masing-masing emiten memiliki jarak cukup jauh untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), terkecuali saham BREN dan CUAN yang berada di tahun yang sama.
Dari sisi kinerja keuangan, beberapa emiten milik Prajogo Pangestu justru mencatatkan penurunan laba pada kinerja keuangan kuartal III 2024.
PT Petrosea Tbk (PTRO) mencatatkan penurunan laba bersih ditengah kenaikan pendapatan. Penurunan laba bersih tersebut disebabkan meningkatnya beban usaha perseroan sebesar 20,64% menjadi US$ 438,03 juta dari sebelumnya US$ 363,10 juta.
Selain itu, keuntungan PTRO tergerus karena kenaikan beban seperti beban bunga dan keuangan yang naik 47,28% menjadi US$ 19,5 juta, beban pajak final yang naik 102% menjadi US$ 6,8 juta, dan kerugian lain-lain bersih US$ 2,2 juta dari sebelumnya yang mencatat keuntungan lain-lain bersih US$ 3,45 juta.
Kemudian PT Barito Pacific Tbk (BRPT) mencatatkan penurunan pendapatan yang langsung mempengaruhi anjloknya laba bersih perseroan.
Sementara itu, sayangnya ada salah satu emiten Prajogo yang masih membukukan kerugian. Terpantau PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) mencatatkan pembengkakan kerugian mencapai 180,9% yang disebabkan oleh anjloknya penjualan.
Berbeda dengan TPIA, emiten milik Prajogo di sektor batu bara PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) justru mencatatkan kenaikan penjualan hingga 612,76%. Hal tersebut berhasil membawa CUAN meraup kenaikan laba bersih sebesar 162%.
Penjualan CUAN meningkat karena didorong oleh tingginya pendapatan perseroan yang dikontribusi dari semua segmen usaha. Penjualan batu bara yang mencapai US$ 178,17 juta, menjadi kontributor utama pendapatan perseroan selama sembilan bulan 2024. Angka itu melesat 132,56% dari periode September 2023 yang sebesar US$ 76,61.
CUAN juga mencatatkan pendapatan dari segmen usaha lain seperti konstruksi dan rekayasa sebesar US$ 177,81 juta, disusul penambangan US$ 165,96 juta, jasa US$ 22,82 juta, dan lain-lain US$ 1,29 juta. Dimana pada periode sama tahun lalu, perseroan belum memiliki kontribusi pendapatan dari segmen-segmen usaha tersebut.
Adapun, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang mencatatkan penurunan pendapatan namun berhasil mencatatkan kenaikan tipis pada laba bersihnya. Kenaikan laba bersih tersebut terdongkrak oleh aksi akuisisi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap 1 dan peningkatan kepemilikan di Salak-Darajat.
Sentimen Emiten Prajogo
Untuk memproyeksikan kinerja harga saham milik Prajogo, investor perlu melihat dari sisi kabar terbaru perseroan. Apakah ada aksi ekspansi dan rencana aksi korporasi lainnya di sepanjang 2025.
PT Petrosea Tbk (PTRO) siap menghadapi tahun 2025 usai memenangkan kontrak jasa penambangan bernilai sekitar US$1 miliar dan berdurasi 10 tahun. Penambangan tersebut nantinya akan berada di area Bahodopi Blok 2 dan 3, Sulawesi Tengah, yang merupakan wilayah konsesi dari PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Kontrak ini mencakup pekerjaan seperti pengupasan lapisan tanah, penambangan dan pengangkutan bijih nikel, serta pembangunan infrastruktur yang terkait. Penandatanganan kontrak diharapkan dapat selesai pada Maret 2025. Proyek ini dipandang sebagai peluang penting untuk meningkatkan pendapatan jangka panjang PTRO.
Selanjutnya PT Barito Pacific Tbk (BRPT) sebagai perusahaan holding terus melebarkan sayap bisnisnya. Di bisnis infrastruktur, BRPT melebarkan sayap melalui anak usaha dari PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) yakni PT Chandra Daya Investasi (CDI).
Pipeline proyek di bisnis infrastruktur adalah pembangkit listrik tenaga gas berkapasitas 200 megawatt (MW). Proyek ini sedang dalam tahap final investment decision (FID). Selain itu juga ada pembangkit listrik tenaga surya terapung berkapasitas 30 MWpeak, yang masih menjalankan feasibility study alias uji kelayakan.
Selain itu, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) kini sedang merampungkan proses akuisisi kilang Shell Energy and Chemicals Park Singapore (SECP). Berdasarkan paparan publik terbaru, transaksi akuisisi aset kilang minyak dan kimia milik SECP di Pulau Bukom dan Pulau Jurong, Singapura ini, akan rampung pada 2025. Kini, TPIA masih menantikan proses legal dari pihak otoritas Singapura terkait akuisisi aset SECP tersebut.
Selanjutnya, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) memiliki rencana ekspansi di bisnis batubara maupun non-batubara. Diketahui pada tahun 2023, 100% kontribusi pendapatan CUAN masih berasal dari batu bara. Namun berjalannya waktu, pada semester I 2024, CUAN berhasil meraup pendapatan dari bisnis lain, yakni rekayasa konstruksi (30%), kontraktor pertambangan (28%) dan jasa (4%). Penjualan batubara masih dominan dengan porsi 38%.
Sementara itu, pada semester I-2024 bauran komoditas CUAN tidak hanya mengandalkan batu bara saja, kini CUAN sudah memiliki pendapatan dari beberapa komoditas yakni 56% dari batubara termal, 27% emas dan tembaga, 11% batubara metalurgi, serta 7% minyak dan gas.
Adapun dari emiten Energi Baru Terbarukan (EBT), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) juga terus membidik perluasan kapasitas bisnis EBT. Anak usaha BREN di sektor panas bumi, Star Energy Geothermal, konsisten melakukan langkah-langkah operasional strategis untuk meningkatkan kapasitas PLTP di unit Salak, Darajat, dan Wayang Windu melalui program retrofit maupun penambahan unit baru.
Langkah strategis tersebut dapat meningkatkan kapasitas sebesar 116 megawatt yang diperkirakan akan mulai beroperasi pada 2025 hingga 2027.
Selain itu, BREN terus melakukan ekspansi bisnis geothermal dengan tujuan ingin mencapai kapasitas 1 Gigawatt (GW) pada tahun 2025 melalui penambahan kapasitas di aset eksisting, dan 1,95 GW pada tahun 2030 dengan proyek pengembangan baru (green field).
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)