Musim Dividen Tiba, Semoga Bisa Redam Efek Amukan Trump dan Defisit APBN

14 hours ago 2

  • Pasar keuangan Indonesia ditutup beraragm, IHSG menguat sementara rupiah melemah
  • Wall Street kompak anjlok di tengah kekhawatiran mengenai resesi di Amerika Serikat
  • Realisasi APBN, dividen serta kondisi di AS akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan pasar keuangan bergerak tak senada, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan penurunan sementara rupiah justru membukukan penguatan usai tiga hari beruntun melemah. Pelemahan IHSG didorong oleh kabar tekornya Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga perang dagang yang tengah memanas antara Amerika Serikat (AS) dan Kanada.

Melihat pelemahan IHSG yang tipis pada perdagangan kemarin, diperkirakan pergerakan IHSG akan membukukan kinerja positif di sesi akhir pekan. Begitu juga dengan rupiah diharapkan dapat melanjutkan penguatannya.

Pasar keuangan akan kembali volatile pada perdagangan hari ini didorong oleh beberapa sentimen dan rilisnya data-data ekonomi. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.

IHSG pada perdagangan kemarin, Kamis (13/3/2025) ditutup melemah 0,26% di level 6.647,42. Dalam perdagangan intraday kemarin, IHSG sempat menyentuh level psikologis US$6.700 sebelum akhirnya harus kembali ke level 6.600.

Nilai transaksi mencapai Rp 8,84 triliun yang melibatkan 15,91 miliar saham yang berpindah tangan 1,12 juta kali. Sebanyak 287 saham menguat, 322 melemah, dan 189 stagnan.

Sektor finansial dan utilitas mencatatkan koreksi terbesar, sedangkan sektor teknologi dan energy mencatatkan kenaikan tertinggi.

Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Central Asia (BBCA) tercatat menjadi pemberat utama gerak IHSG pada perdagangan kemarin, dengan kontribusi pelemahan masing-masing 13,83, 12,51 dan 9,76 indeks poin.

Kemudian diikuti oleh GoTo Gojek Tokopedia (GOTO) dan Astra International (ASII).

Jatuhnya IHSG didorong oleh kabar kurang baik dari dalam negeri. Dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Februari 2025 pada  Kamis (13/3/2025), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Februari 2025 tercatat defisit Rp31,2 triliun atau 0,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Defisit APBN hingga akhir Februari Rp31,2 triliun, masih dalam target design APBN 2,53% PDB.

Belanja negara dalam dua bulan pertama adalah Rp348,1 triliun atau 9,6% dari target APBN. Pemerintah pusat menghabiskan Rp211,5 triliun dan transfer daerah Rp136,6 triliun.

Sedangkan pendapatan negara mencapai Rp316,9 triliun. Komponen terbesar adalah pajak yang mencapai Rp187,8 triliun dan bea cukai Rp52,6 triliun.

Beralih ke rupiah, dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,12% di angka Rp16.420/US$ pada perdagangan Kamis (13/3/2025). Penguatan ini berbanding terbalik dengan penutupan perdagangan sebelumnya Rabu (12/3/2025) yang tertekan 0,24%.

Penguatan rupiah terjadi di tengah kenaikan indeks dolar AS. Pada perdagangan kemarin Kamis (13/3/2025) pukul 14:56 WIB naik 0,11% di angka 103,72. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan posisi kemarin yang berada di angka 103,61.

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati menyoroti efek kebijakan Presiden AS, Donald Trump terhadap nilai tukar rupiah dan keuangan negara. Sri Mulyani mengaku executive order dari Presiden AS ini telah menimbulkan gejolak di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

"Gejolak ini dirasakan seluruh dunia dan ini terefleksikan dalam kurs rupiah untuk sampai akhir Februari end period ytd Rp 16.309 per dolar AS," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA Edisi Maret 2025, Kamis (13/3/2025).

Selain rupiah, efek Trump juga terasa di yield Surat Berharga Negara (SBN) seiring dengan panasnya perang dagang antara AS, China, Kanada dan Meksiko. Kendati demikian, Sri Mulyani mengaku posisi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara lain.

"Pada 2024, year to date yield kita 6,8% untuk SBN 10 tahun dan end of periodnya di 7%," paparnya.

Kendati demikian, mata uang Garuda pada perdagangan kemarin tampak mengalami apresiasi di tengah potensi resesi AS yang semakin nyata. Alarm baru perlambatan kini muncul, bahkan peluangnya bisa 50%.

Kebijakan perdagangan Trump akan semakin merusak pertumbuhan ekonomi AS. Bahkan, langkah-langkahnya bisa meningkatkan risiko resesi tahun ini.

Maka dari itu, pelaku pasar harus tetap mencermati kondisi global secara berkala mengingat nilai tukar rupiah masih sangat volatile setidaknya dalam jangka waktu dekat.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Kamis (13/3/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terpantau tidak berubah dari perdagangan sebelumnya. Imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu juga dengan imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).

Pages

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research