Harga Komoditas Lesu, Saham CPO Makin Loyo : Serok atau Wait dan See?

3 weeks ago 14

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham di sektor minyak kelapa sawit atau atau Crude Palm Oil (CPO) terus morosot seiring penurunan harga komoditas-nya.

Merujuk data Refinitiv, harga acuan CPO di bursa Malaysia pada perdagangan Kamis hari ini (9/1/2025) pukul 13.30 WIB, bertengger di MYR 4.269 per ton, melemah 2% sejak pembukaan.

Harga CPO sudah terkontraksi lebih dari 18% sejak menyentuh posisi tertinggi tahun lalu di atas level MYR 5.200 per ton. Adapun dalam sebulan terakhir, harga acuan CPO sudah anjlok sekitar 13%.

Penyusutan harga CPO terjadi akibat lemahnya permintaan, terutama dari negara konsumen utama China dan India. Sementara produksi terus turun akibat cuaca buruk imbas dari La Nina yang membuat proses panen terhambat.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Eddy Martono mengungkapkan produksi dan ekspor CPO Indonesia pana 2024 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya.

Eddy dalam program Squawk Box, CNBC Indonesia pada Selasa (31/12/2024) menyebut salah satu penyebabnya karena implementasi program Peremajaan Sawit Rakyat yang terlambat.

Eddy juga menyoroti penurunan ekspor CPO akibat harga minyak sawit yang lebih premium dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti minyak kedelai.

Merujuk data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan total produksi CPO dan turunannya sepanjang Januari-Oktober 2024 berjumlah 43,78 juta ton. terkontraksi 4,36% dari periode sebelumnya.

Sementara, untuk nilai ekspor secara nasional pada sepanjang 10 bulan pertama 2024 merosot 10% menjadi 24,83 juta ton, dari 27,59 juta ton pada periode yang sama tahun lalu.

Dari pasar ekspor, secara tahunan (yoy) sampai September lalu, ekspor ke China pada 2024 lebih rendah 33,3% dari 2023, demikian juga India 10,7% lebih rendah, Bangladesh 26,7% lebih rendah dan Malaysia 34,3% lebih rendah. Sedangkan untuk tujuan Timur Tengah dan Pakistan, lebih tinggi 18,2% dan 1,3%.

Penurunan ekspor dari konsumen terbesar India tampaknya masih akan berlanjut. Hal ini sejalan dengan produksi minyak sawit India yang naik secara domestik, tercermin dari penyusutan pangsa pasar ekspor CPO Indonesia ke India dari 25% pada 2017 menjadi 19% pada 2023.

Sementara dari sisi produksi, risiko tahun ini masih bisa dipengaruhi efek La Nina. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), La Nina adalah fenomena anomali iklim global yang terjadi ketika suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur lebih dingin dari biasanya.

BMKG memprediksikan bahwa La Nina terjadi di Indonesia mulai November 2024 sampai April 2025. Hal tersebut menjadi satu risiko bagi industri CPO, lantaran jika produksi terus turun, di kala harga masih premium saat ini, perusahaan jadi tidak bisa menjual secara optimal.

Perlu dicatat, CPO merupakan komoditas andalan RI yang punya banyak substitusi seperti minyak kanola, minyak kedelai, dan lain-lain. Jadi, jika harga tetap premium, konsumen juga akan dengan mudah beralih ke produk minyak nabati lain.

Di tambah ada kebijakan baru dari pemerintah terkait kenaikan tarif pungutan ekspor dari 7,5% menjadi 10% mulai Januari 2025. Hal ini akan mengurangi daya saing CPO Indonesia di pasar internasional, tetapi ini bisa menjadi katalis positif terhadap kepastian penyerapan CPO lebih banyak untuk implementasi program biodiesel B40.

Terkait harga komoditas CPO, sejauh ini masih akan dihadapkan ketidakpastian dari penantian rilis data ekspor Malaysia yang akan terbit akhir pekan ini.

Sejumlah perusahaan kargo memperkirakan ekspor CPO negeri Jiran pada 1-10 Januari akan turun 2,5-7,8% dibandingkan periode yang sama bulan sebelumnya.

Lantas bagaimana dengan saham di sektor CPO?

Dari dalam negeri. pelaku pasar kini akan mencermati kinerja bottom line dari sejumlah emiten CPO lebih lanjut untuk periode full year 2024. Sebelumnya, data sampai September 2024 menunjukkan kinerja laba yang masih cukup solid.

Jika, laba bersih masih bisa dituai dalam periode sepanjang tahun lalu, setidaknya ini akan menjadi katalis positif bagi saham CPO di tengah penurunan harga dan produksi.

Sejauh ini, seiring dengan penurunan harga komoditas, harga saham emiten CPO juga ikut loyo.

Dalam sebulan terakhir, mulai dari saham PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) yang paling ambles 24,49%, diikuti saham PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) sudah anjlok 15% dan saham PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) susut 10,12%.

Lalu saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) turun 3,63% dan PT Sumber TAni Agung Resources Tbk (STAA) terkontraksi 1,78%.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut. 

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research