Jakarta, CNBC Indonesia - Sayuran bubuk Indonesia, termasuk yang berasal dari daun kelor, kini tengah menjadi primadona bagi masyarakat dunia. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pun mengambil peran untuk membantu para pengolah produk sayuran bubuk itu supaya bisa makin banyak yang ekspor ke luar negeri.
Bantuan dari LPEI untuk mengembangkan potensi ekspor produk kelor yang dikenal sebagai superfood atau memiliki banyak manfaat kesehatan, dilakukan melalui dua bentuk program, yaitu Coaching Program for New Exporter (CPNE) dan Desa Devisa.
Kepala Divisi SMEs Advisory Services LPEI, Maria Sidabutar mengatakan melalui program-program ini, LPEI tidak hanya memberikan pendampingan tetapi juga memperkuat kapabilitas UKM dan desa-desa potensi di Indonesia untuk memanfaatkan peluang ekspor yang lebih besar.
"LPEI berharap melalui upaya ini, semakin banyak pelaku usaha dari berbagai sektor dapat berani mendunia dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di kancah global," kata Maria melalui siaran pers, dikutip Senin (18/11/2024).
Untuk Program CPNE LPEI berfokus pada pembekalan keterampilan ekspor, pemahaman tentang regulasi pasar global, dan strategi pemasaran yang tepat. Salah satu contoh mitra binaan yang disebut LPEI sukses ekspor produk kelor melalui program ini adalah PT Keloria Moringa Jaya.
LPEI mencatat, produk pertama yang diekspor UMKM itu adalah tepung kelor, yang dikirimkan ke Australia pada awal 2021. Pengiriman pertama itu seberat 20 kg dalam satu koli. Kini, mereka bisa mengirimkan hingga 300 kg dalam satu pengiriman, dengan frekuensi pengiriman antara satu hingga tiga kali dalam sebulan.
Pendapatan yang diperoleh dari ekspor mencapai sekitar US$ 5,400 per bulan. Lebih dari 75% dari total penjualan produk Keloria Moringa saat ini berasal dari pasar ekspor, sementara sisanya 25% ditujukan untuk pasar lokal. Produk tepung kelor ini juga digunakan di luar negeri sebagai campuran jamu dan bumbu masakan.
Adapun untuk Desa Devisa Daun Kelor dilakukan melalui program pendampingan yang mencakup peningkatan kapasitas produksi dan pemasaran. Salah satu desa yang mengikuti program ini terletak di Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Madura.
Desa Devisa Daun Kelor itu kini telah menerima pendampingan khusus dari LPEI seperti pendampingan sertifikasi organik, yang memungkinkan produk daun kelor mereka untuk menembus pasar Amerika, Eropa, dan Australia, hingga peningkatan kapasitas produksi.
Berdasarkan catatan LPEI, desa ini pun mampu meningkatkan produksi dalam bentuk bubuk daun kelor dari 500 kg per hari menjadi 1,5 ton per hari, serta mengalami efisiensi biaya produksi sebesar Rp14.400/kg. Kapasitas produksi kelor desa tersebut mencapai 12 ton/bulan dalam bentuk bubuk dan 20 ton/bulan untuk daun kering. Sekitar 90% dari produk daun kelor tersebut diekspor langsung ke luar negeri, terutama ke Malaysia.
Produk kelor dari Sumenep ini diminati pasar internasional, karena tidak hanya digunakan untuk makanan dan obat-obatan, tetapi juga kosmetik dan pakan ternak. Daun kelor yang dihasilkan LPEI anggap memiliki kualitas tinggi, sehingga menambah daya jual di pasar global.
LPEI juga memberikan alat pengering dan mesin tepung untuk membantu meningkatkan produksi di Desa Devisa Daun Kelor. Alat ini diberikan dengan kolaborasi antara LPEI dan lembaga pendamping PT. AGRO DIPA SUMEKAR.
Lebih dari 1.700 petani di 9 desa lokal terlibat dalam produksi daun kelor. Tanaman kelor di desa itu dapat dipanen dalam waktu hanya tiga bulan untuk diambil daunnya, dengan setiap pohon dapat menghasilkan 1 kg - 2 kg daun kelor basah.
LPEI pun menganggap, ekspor produk sayuran bubuk, termasuk produk berbasis kelor, memiliki prospek yang sangat cerah ke depannya. Sebab, selama periode Januari-September 2024, nilai ekspor sayuran bubuk mengalami peningkatan 90,74% menjadi US$ 13,75 juta (dari US$ 7,21 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya).
Volume ekspornya pun tercatat meningkat 169,41% dari 1.610 ton menjadi 4.350 ton. Sebagian besar produk yang diekspor adalah campuran sayuran yang mencakup sayuran bubuk kelor.
Peningkatan kumulatif tertinggi nilai ekspor terjadi ke Tiongkok (naik US$ 7,39 juta), Thailand (naik US$ 110,54 ribu), Arab Saudi (naik US$ 71,01 ribu), Jepang (naik US$ 46,09 ribu), dan Malaysia (naik US$ 35,08 ribu).
(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini: