China Buat Tekor, RI Makin Cuan dan Mesra dengan Amerika

2 weeks ago 14

Jakarta, CNBC Indonesia -Neraca perdagangan Indonesia dengan China dan Amerika Serikat (AS) berbeda arah pada 2024. Indonesia mampu memperbesar surplus perdagangan dengan AS sementara dengan China justru kembali berbalik arah menjadi defisit. 

Sepanjang Januari-Desember 2024, neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus kumulatif mencapai US$31,04 miliar. Surplus ini menurun dibandingkan total surplus neraca perdagangan 2023. Penurunan ini didorong oleh penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas 2024.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan jika dilihat lebih rinci neraca perdagangan nonmigas surplus US$51,44 miliar lebih rendah US$5,35 miliar dibanding 2023. Sementara itu, neraca perdagangan migas mencatatkan nilai defisit hingga US$20,40 miliar.

"Jika kita lihat menurut negara maka defisit migas terjadi dengan China US$11,41 miliar dan surplus terbesar adalah dengan AS sepanjang 2024," kata Amalia, kata Amalia, dalam rilis BPS, Rabu (15/1/2025).

Hal menarik yang dapat diperhatikan yaitu neraca perdagangan Indonesia dengan AS maupun China.

AS merupakan negara yang memberikan surplus paling besar bagi Indonesia untuk periode Desember 2024 yakni sebesar US$1,75 miliar. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode November 2024 maupun Desember 2023 yang masing-masing sebesar US$1,54 miliar dan US$1,32 miliar.

Secara keseluruhan tahun dan untuk perdagangan non-migas, surplus neraca dagang Indonesia dengan AS mencapai US$16,68 miliar, naik dibandingkan US$14,01 miliar pada 2023. Jumlah ini uga menjadi yang terbesar dibandingkan dengan negara lain.

Sepanjang Januari-Desember 2024, ekspor barang nonmigas terbesar dari Indonesia ke AS ditempati oleh mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), Pakaian dan aksesorinya (rajutan) (61), Pakaian dan aksesorinya (bukan rajutan) (62), Alas kaki (64), Lemak dan minyak hewan/nabati (15), Karet dan barang dari karet (40), Perabotan dan alat penerangan (94), Ikan dan udang (03), Mesin dan peralatan mekanis (84), dan Olahan dari daging dan ikan (16).

Surplus neraca dagang nonmigas Indonesia mencapai US$16,68 miliar dengan AS, naik dibandingkan US$14,01 miliar pada 2023.

"Komoditas penyumbang surplus terbesar sepanjang 2024 terutama dengan AS didorong komoditas mesin perlengkapan elektrik dan bagiannya pakaiannya dan aksesoris rajutan serta alas kaki," kata PLT Kepala BPS, Amalia A. Widyasanti dalam Rilis BPS Rabu (15/1/2025).

Surplus Membesar, RI Jadi Incaran Trump
Melonjaknya surplus perdagangan dengan AS menjadi kabar baik bagi Indonesia. Namun, di sisi lain, hal itu juga bisa memicu ancaman baru. Indonesia bisa menjadi sasaran bagi pemerintahan Donald Trump untuk mengurangi besaran defisit negara adi daya tersebut.

Selama masa kampanye presiden periode 2 hingga menjelang pelantikan periode 2 pada Januari 2025, Trump bahkan sudah berkoar-koar akan kembali menggunakan semboyan "America First" dalam kebijakakannya.

Berbeda dengan periode pertamanya, Trump pada periode 2 atau kerap disebut Trump 2.0 diperkirakan akan membuat dunia lebih cemas karena proteksionismenya yang lebih luas. Tak hanya melawan China, Trump berkomitmen untuk mengurangi defisit dengan negara-negara yang selama ini menyumbang defisit dalam jumlah besar.
Berkaca pada data statistik perdagangan AS, Indonesia menjadi salah satu penyumbang defisit terbesar ke-15.

Trump pernah menyampaikan bahwa dalam kampanyenya untuk mengenakan tarif 60% pada produk-produk China dan tarif universal sebesar 10% atau 20%.

Katrina Ell, direktur riset ekonomi di Moody's Analytics, mengatakan Asia menjadi salah satu wilayah yang bisa dirugikan oleh kebijakan tarif Trump.

"Kebijakan perdagangan global Trump menimbulkan kecemasan khususnya di Asia, mengingat platform proteksionis yang kuat, di mana tarif yang lebih agresif pada impor ke AS telah dijanjikan," tutur Ell, dikutip dari BBC.

Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Indonesia akan melakukan kerja sama ekonomi bilateral agar mendapatkan penurunan tarif.

"Ya kita sedang minta akan ada kerja sama ekonomi secara bilateral supaya tarifnya kita turunkan," ujar Airlangga.

Bilateral bisa dalam bentuk free trade agreement (FTA) atau format lainnya. Pihaknya tidak akan menempuh jalur World Trade Organization (WTO) karena fokus permasalahannya berbeda.

"Kalau WTO kan lain lagi, kita malah dipersoalkan di WTO untuk beberapa hal, kelapa sawit untuk nikel itu semua masuk WTO kita," katanya.

Lebih lanjut, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Arif Havas Oegroseno mengungkapkan ada cara bagi Indonesia dan negara-negara dunia untuk menghindari tarif dalam perdagangannya dengan Amerika Serikat (AS) saat Donald Trump berkuasa.

Hal ini diungkapkannya dalam Business Competitiveness Forum yang diadakan Indonesia Business Council (IBC) di Jakarta, Senin (13/1/2025).

Dalam pemaparannya, Havas mengatakan bahwa dalam periode awal Trump, banyak negara dunia yang membuat kerja sama dengan Pemerintah Negara Bagian AS dan bukan Pemerintah Federal. Ia menyebut Indonesia belum melakukan ini, namun cara ini nampaknya patut dicoba.

AS Kasih Cuan, China Sumbang Defisit

Berbeda 180 derajat dengan AS, China sebagai mitra dagang utama Indonesia justru memberikan dampak yang buruk dari sisi neraca perdagangan meskipun secara jumlah, ekspor Indonesia ke China jauh lebih banyak dibandingkan ekspor Indonesia ke AS.

Artinya, Indonesia tidak mampu mempertahankan surplus dengan China. Sebagai catatan, Indonesia mampu membukukan surplus pada 2023 untuk pertama kalimya sejak 2007 atau 15 tahun. 

Untuk diketahui, neraca perdagangan Indonesia dengan AS pada 2024 tercatat surplus sebesar US$12.823 juta, sementara dengan China terpantau defisit US$8.970 juta.

Ekspor Indonesia ke China melambung tinggi pada 2022, 2023, dan 2024 yang masing-masing tercatat sebesar US$65.839 juta, US$64.834 juta, dan US$62.439 juta.

Jika dibandingkan dengan ekspor Indonesia ke AS, maka ekspor Indonesia ke China ini sekitar 133-179% lebih tinggi. Artinya Indonesia sangat bergantung ke China dalam hal ekspor barang.

Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara BRICS, ekspor ke China merupakan yang terbesar dengan porsi ekspor Indonesia ke China dibanding empat negara inti BRICS lainnya sebesar 24,20%.

Adapun barang yang diekspor Indonesia ke China terdiri dari besi dan baja senilai US$16,07 miliar sepanjang 2024, bahan bakar mineral US$13,89 miliar, dan nikel serta barang daripadanya US$6,26 miliar.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research