Jakarta, CNBC Indonesia - Autism Spectrum Disorder (ASD), merupakan suatu kondisi gangguan perkembangan otak yang dapat di diagnosis dengan melihat dua gejala utama, yaitu kurangnya kemampuan berkomunikasi secara sosial, serta adanya pola perilaku dan ketertarikan yang terbatas dan repetitif.
Melansir News Week, sejumlah penelitian mengungkap bahwa anak laki-laki memiliki peluang tiga kali lebih besar didiagnosis autisme daripada anak perempuan.
Menurut penelitian baru dari Geisinger College of Health Sciences di Pennsylvania, faktor risiko autisme kemungkinan terkait dengan kromosom Y.
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), gangguan spektrum autisme memengaruhi sekitar satu dari 100 anak di seluruh dunia. Ada banyak kemungkinan penyebab gangguan spektrum autisme, yang meliputi faktor lingkungan dan genetik.
"Sebuah teori terkemuka di bidang ini adalah bahwa faktor pelindung kromosom X menurunkan risiko autisme pada perempuan," kata Matthew Oetjens, asisten profesor di Geisinger's Autism & Developmental Medicine Institute, dalam sebuah pernyataan.
Namun, Oetjens dan timnya di Geisinger College ingin menyelidiki apakah kromosom Y juga dapat berperan.
Untuk menguji hal ini, tim menganalisis sekelompok individu dengan jumlah kromosom X dan Y yang tidak normal, suatu kondisi yang dikenal sebagai aneuploidi kromosom seks.
Kromosom yang dikenal sebagai kromosom seks ini adalah faktor utama dalam menentukan jenis kelamin seseorang. Kromosom XX biasanya menghasilkan perempuan dan XY biasanya menghasilkan laki-laki. Namun, sekitar 1 dari 450 bayi lahir dengan lebih dari dua kromosom ini, yang memungkinkan para peneliti untuk mempelajari dampak relatifnya terhadap autisme.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications ini meneliti prevalensi gangguan spektrum autisme pada 350 individu dengan berbagai variasi aneuploidi kromosom seks.
Peneliti menemukan bahwa individu dengan kromosom X tambahan tidak mengalami perubahan dalam risiko autisme mereka, sedangkan mereka yang memiliki kromosom Y tambahan dua kali lebih mungkin untuk menerima diagnosis autisme. Hal ini menunjukkan bahwa faktor risiko mungkin terletak pada kromosom Y, bukan perlindungan yang berasal dari kromosom X.
"Meskipun hal ini tampak seperti dua sisi mata uang yang sama, hasil penelitian mendorong kami untuk mencari faktor risiko autisme pada kromosom Y, alih-alih membatasi pencarian kami pada faktor perlindungan pada kromosom X," kata Alexander Berry, seorang ilmuwan staf di Geisinger College dan salah satu penulis penelitian tersebut, dalam sebuah pernyataan.
"Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi faktor risiko spesifik yang terkait dengan kromosom Y," paparnya.
(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini: