Jakarta, CNBC Indonesia - Kita lazimnya mengenal terdapat 52 minggu dan satu hari tambahan dalam tahun biasa. Dalam tahun kabisat, yang terjadi hampir setiap empat tahun, terdapat 52 minggu dan dua hari tambahan.
Namun tahukah Anda cerita di balik mengapa satu tahun diisi oleh 52 minggu tersebut?
Kisah tentang bagaimana kita sampai pada aturan pencatatan waktu ini cukup rumit. Metode pencatatan waktu awal sudah ada sejak 11.000 tahun yang lalu. Susunan batu Aborigin Australia menunjukkan, orang-orang yang membangunnya menggunakan pola matahari untuk melacak perjalanan waktu.
"Pendorong terbesar (untuk mencatat waktu) mungkin adalah agama," kata, Demetrios Matsakis, mantan kepala ilmuwan di Department of Time Services of the United States Naval Observatory dan sekarang kepala ilmuwan di Masterclock, Inc. kepada Live Science, dikutip Sabtu (9/11/2024).
"Bangsa Mesir, Sumeria, dan bangsa lainnya perlu melafalkan doa-doa tertentu pada waktu-waktu tertentu dalam sehari dan malam."
Sejak saat itu, berbagai budaya telah menggunakan posisi matahari dan bulan untuk mencatat perjalanan waktu. Beberapa kalender hanya didasarkan pada matahari atau bulan dan yang lainnya telah mencoba menggabungkan keduanya.
"Matahari jauh lebih baik (sebagai alat untuk menghitung waktu) karena orbit bulan sangat tidak teratur akibat interaksi antara medan gravitasi Bumi dan matahari," tambah Matsakis.
Kalender Gregorian, atau kalender yang paling umum digunakan di seluruh dunia saat ini, adalah kalender matahari yang secara eksklusif didasarkan pada pergerakan Bumi mengelilingi matahari. Kalender ini berasal dari pengembangan kalender Julius Caesar yang ditetapkan pada tahun 46 SM.
Kalender Julian menghitung panjang tahun pada 365,25 hari, sehingga menambahkan satu hari ekstra setiap empat tahun.
Namun, satu tahun sebenarnya adalah 365,2422 hari. Maka itu, Kalender Julian gagal memperhitungkan sekitar 11 menit, yang bertambah seiring waktu.
Pada saat perbedaan tersebut diketahui pada tahun 1600-an, sekitar 10 hari tambahan telah terkumpul dalam kalender. Hal ini menjadi perhatian Gereja Katolik, yang ingin mempertahankan kalender yang tepat untuk mempertahankan ketaatan yang akurat terhadap hari libur besar keagamaan
"Selama berabad-abad perbedaan tersebut bertambah, dan Paus Gregorius XIII khawatir bahwa Paskah dirayakan pada waktu yang salah," tutur Matsakis.
"Perayaan hari libur lainnya dihitung berdasarkan jaraknya dari Paskah, sehingga menimbulkan kerumitan tambahan bagi gereja."
Paus Gregorius memutuskan, masalah tersebut harus diperbaiki dengan melewatkan tahun kabisat dalam tahun abad yang tidak habis dibagi 400. Ia juga menetapkan, tanggal 4 Oktober 1582 akan langsung dilompati ke tanggal 15 Oktober, sehingga mengoreksi hari-hari tambahan yang diakibatkan oleh ketidakakuratan dalam kalender Julian.
Sementara beberapa negara dengan cepat mengadopsi kalender baru, yang lain tidak. Beberapa, seperti Inggris, menolak karena alasan agama, dengan berdalih keyakinan Protestan negara itu bertentangan dengan dekrit yang dikeluarkan oleh Gereja Katolik. Negara itu kemudian mengadopsi sistem baru hingga tahun 1752.
Yang lain telah lama mengamati sistem kalender alternatif. China, misalnya, telah lama menggunakan kalender lunar dan tidak mengadopsi kalender Gregorian hingga tahun 1912. Negara itu kemudian benar-benar menggunakannya secara luas hingga tahun 1929.
Akibatnya, banyak dokumen pada tahun-tahun setelah dekrit Paus Gregorius mencantumkan tanggal Gaya Lama, yang mencerminkan kalender Julian, dan tanggal Gaya Baru, yang mencerminkan kalender Gregorian, untuk menghindari kebingungan.
Kemudian, kalender tersebut disempurnakan lebih lanjut agar lebih akurat daripada Gregorian. Pada tahun 1923, atas saran astronom Serbia Milutin Milanković, sistem tahun kabisat diubah lagi.
Kali ini, tahun apa pun yang tidak habis dibagi 100 bukanlah tahun kabisat, kecuali tahun yang menyisakan sisa 200 atau 600 ketika dibagi 900.
"Kalender Milanković akan selaras dengan kalender Gregorian hingga tahun 2800. Meskipun akurasinya meningkat, kalender ini hanya diadopsi oleh cabang-cabang tertentu dari Gereja Ortodoks Timur," tambah Matsakis.
(dce)
Saksikan video di bawah ini: