12 Perusahaan Global Raksasa Bangkrut di 2024, Ada Favorit Warga RI

1 month ago 17

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2024 menjadi masa dimana beberapa perusahaan yang ternama alami kebangkrutan.

Kondisi yang tidak stabil secara makroekonomi di berbagai negara di dunia, berdampak pada daya beli masyarakat yang menurun. Alhasil banyak perusahaan yang mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnisnya karena menurunnya pendapatan dan laba perusahaan.

Dilansir dari CNN International, setidaknya 19 perusahaan telah memangkas total 14.000 pekerjaan akibat kebangkrutan, menurut Challenger, Gray & Christmas, sebuah perusahaan jasa penempatan kerja.

Secara khusus, penutupan toko ritel meningkat tahun ini karena "euforia" sektor tersebut pada 2021 dan 2022, ketika konsumen membeli perabot baru, televisi, dan pakaian telah berakhir. Menurut perusahaan riset CoreSight, lebih dari 7.100 toko telah ditutup hingga akhir November, naik 69% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Tentu saja, mengajukan kebangkrutan tidak selalu berarti sebuah bisnis akan benar-benar gulung tikar. Perusahaan cenderung menghentikan beberapa operasi, menangani utang yang membengkak, dan menghemat biaya dengan menutup lokasi tertentu.

Berikut adalah beberapa kebangkrutan paling menonjol di tahun 2024, yang disusun secara alfabetis:

1. Big Lots

Big Lots mengajukan kebangkrutan pada September lalu, setelah sebelumnya memperingatkan bahwa mereka memiliki "keraguan besar" tentang kelangsungan usahanya. Pengecer diskon ini baru-baru ini mengumumkan bahwa kesepakatannya untuk menjual perusahaan kepada firma ekuitas swasta telah gagal, dan mereka akan segera menutup sisa 963 lokasi tokonya.

2. Bowflex

Perusahaan yang bergerak dibidang peralatan gym untuk penggunaan di rumah ini mengajukan kebangkrutan pada Maret silam. Beberapa bulan kemudian, perusahaan menandatangani kesepakatan dengan sebuah perusahaan yang berbasis di Taiwan untuk "mengakuisisi hampir semua asetnya" seharga US$37,5 juta dalam bentuk tunai.

3. Express

Merek yang dulunya menjadi tren di mal ini mengajukan kebangkrutan pada April setelah terus-menerus mengalami kesulitan akibat kesalahan berulang dalam penentuan produk yang gagal menarik minat pembeli. Akibatnya, hampir 100 lokasi ditutup, dan perusahaan, yang juga memiliki merek Bonobos, menjual dirinya kepada konsorsium yang dipimpin oleh WHP Global pada Juni.

4. Joann

Pengecer kain dan kerajinan berusia 81 tahun ini mengajukan kebangkrutan pada Maret, menjadi korban pengurangan pengeluaran pelanggan, termasuk untuk kain, seni, dan bahan perlengkapan. Saham Joann dihapus dari daftar Nasdaq, dan perusahaan menjadi milik pribadi, memangkas utangnya sambil tetap menjaga agar semua 850 tokonya tetap beroperasi.

5. LL Floring

Pengecer perlengkapan rumah yang sebelumnya dikenal sebagai Lumber Liquidators mengajukan kebangkrutan pada Agustus. Perusahaan ini terpukul oleh pelanggan yang lebih hemat mengurangi pengeluaran untuk renovasi mahal dan pasar penjualan rumah yang melambat. Setelah awalnya mengumumkan penutupan total 94 tokonya, sebuah firma ekuitas swasta membeli dan menyelamatkan perusahaan tersebut.

6. Party City

Pengecer berusia empat dekade ini mengajukan kebangkrutan pada Desember atau akhir 2024. Akibatnya, Party City akan menutup sekitar 700 lokasinya pada awal 2025. Perusahaan yang berbasis di New Jersey ini menghadapi tekanan inflasi pada biaya produk yang mengurangi pengeluaran konsumen, menurut CEO Barry Litwin, serta utang sebesar US$800 juta yang belum terselesaikan.

7. Red Lobster

Jaringan restoran yang memperkenalkan udang dan lobster terjangkau kepada kelas menengah Amerika dan tumbuh menjadi jaringan restoran seafood terbesar di dunia ini mengajukan kebangkrutan pada Mei. Bertahun-tahun kurangnya investasi dalam pemasaran, kualitas makanan, layanan, dan peningkatan restoran merugikan kemampuan jaringan ini untuk bersaing dengan jaringan fast-casual dan quick-service yang terus berkembang. Setelah menutup lebih dari 100 lokasi, Red Lobster keluar dari kebangkrutan pada September berkat pemilik dan kepemimpinan baru yang telah mulai mengubah menu.

8. Spirit Airlines

Maskapai penerbangan berbiaya rendah dengan ciri khas warna kuning ini mengajukan kebangkrutan pada November akibat kerugian yang terus meningkat, utang yang tidak terjangkau, persaingan yang semakin ketat, dan ketidakmampuan untuk bergabung dengan maskapai lain. Spirit menyatakan bahwa melalui kebangkrutan dan negosiasi dengan para kreditur yang ada, mereka akan dapat keluar dari kebangkrutan awal tahun depan dengan utang yang berkurang dan fleksibilitas keuangan yang lebih besar.

9. Stoli

Stoli Group USA, pemilik merek vodka terkenal, mengajukan kebangkrutan pada Desember. Sejumlah masalah melanda perusahaan ini, termasuk penurunan permintaan untuk minuman keras, serangan siber besar yang mengganggu operasinya, dan beberapa tahun perjuangan hukum melawan Rusia.

10. TGI Fridays

Jaringan restoran kasual Amerika mengajukan kebangkrutan Bab 11 pada November setelah bertahun-tahun menghadapi penyusutan jumlah lokasi dan penurunan jumlah pelanggan. TGI Fridays menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dampak dari pandemi Covid-19 adalah "penyebab utama tantangan keuangan kami" dan bahwa mereka akan menggunakan proses ini untuk "menjelajahi alternatif strategis guna memastikan kelangsungan jangka panjang merek ini."

11. True Value

Merek toko peralatan rumah tangga berusia 75 tahun ini mengajukan kebangkrutan pada Oktober dan mengakhiri warisannya dengan menjual sebagian besar operasinya kepada pesaing. Dalam dokumen pengadilan, True Value mengatakan bahwa mereka menghadapi kesulitan keuangan yang signifikan karena pasar perumahan yang mandek dan konsumen yang menjadi lebih selektif dalam membeli barang-barang diskresioner seperti peralatan rumah tangga. (Toko True Value masih tetap buka karena mereka tidak terlibat dalam proses kebangkrutan).

12. Tupperware

Merek peralatan dapur yang terkenal dengan wadah penyimpanan makanan plastik ini mengajukan kebangkrutan pada September setelah bertahun-tahun mengalami penurunan popularitas dan masalah keuangan. Pada akhir November, nama merek Tupperware dan hak kekayaan intelektualnya dibeli oleh sebuah firma ekuitas swasta yang bertujuan untuk menjaga agar perusahaan tetap beroperasi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(rev)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research