-
Pasar keuangan bergerak sumringah pada kemarin, IHSG, rupiah, dan obligasi kompak menguat.
-
Wall Street ambruk berjamaah karena kekhawatiran investor soal ekonomi AS
-
Akhir pekan ini, pasar keuangan RI mini sentimen makro, tetapi musim RUPS sudah dimulai, fokus pasar akan teralihkan ke wacana pembagian dividen.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan pasar keuangan Tanah Air pada Kamis kemarin (20/3/2025) kompak bergerak menguat. Namun, pasar keuangan Indonesia pada hari ini mendapat tantangan yang cukup berat.
Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin lanjut menghijau sebesar 1,11% menjadi 6,381.67. Penguatan ini menandai apresiasi selama dua hari beruntun setelah indeks pasar sahan RI ini terjatuh signifikan sampai kena trading halt pada Selasa.
Ada 16,66 miliar lembar saham yang terlibat dan ditransaksikan lebih dari 1,10 juta kali. Dari nilai itu, tercatat nilai transaksi sepanjang hari kemarin mencapai Rp11,22 triliun. Adapun 299 saham menguat, 272 saham melemah, sementara sisanya 233 saham stagnan.
Sebanyak delapan indeks sektoral mengalami penguatan, mendorong kenaikan IHSG, sementara tiga sektor lainnya berada di zona merah.
Sektor teknologi mencatatkan kenaikan tertinggi dengan lonjakan 9,84%, diikuti oleh sektor barang baku yang meningkat 2,49%, serta sektor transportasi yang naik 1,89%.
Di sisi lain, beberapa sektor mengalami pelemahan, yaitu sektor keuangan yang turun 0,95%, sektor barang konsumen primer yang melemah 0,62%, serta sektor properti yang mengalami penurunan sebesar 0,11%.
Pemulihan IHSG juga terjadi seiring dengan ketidakpastian pasar yang mulai mereda setelah pasar pricing in hasil keputusan Bank Indonesia dan The Fed yang menahan suku bunga.
Ditambah, pasar menantikan sederet emiten akan melakukan buyback untuk menahan penurunan harga saham dan meningkatkan kepercayaan investor kembali.
Sebagaimana diketahui, pada kemarin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan keputusan mengizinkan emiten untuk buyback saham mereka tanpa harus melakukan RUPS.
Dari pasar nilai tukar juga terpantau menguat, dengan rupiah terkerek naik 0,30% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke posisi Rp16.470/US$.
Penguatan hari ini berbanding terbalik dengan pelemahan yang terjadi sehari sebelumnya sebesar 0,61%. Hal ini seiring dengan tekanan indeks dolar AS (DXY) yang mulai melemah tipis 0,18% kembali ke posisi 103,63 pada perdagangan kemarin per pukul 14.45 WIB.
Penguatan rupiah ini seiring dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga lagi pada bulan ini.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, BI memutuskan untuk menahan suku bunga acuan pada level 5,75%. Keputusan ini konsisten dengan upaya menjaga tekanan inflasi sesuai target pada tahun ini dan tahun depan sebesar 2,5% plus minus 1%, mempertahankan stabilitas kurs, serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai perkiraan di kisaran 4,7%-5,5% pada 2025.
Sementara itu, The Fed kembali menahan suku bunganya di level 4,25-4,50% bulan ini. The Fed juga mengingatkan akan ancaman potensi resesi di AS.
The Fed mengumumkan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (20/3/2025). Ini merupakan kali kedua The Fed menahan suku bunganya setelah terakhir kali menurunkan suku bunganya pada pertemuan Desember 2024.
Beralih ke pasar obligasi, terpantau ada kenaikan signifikan pada imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN).
Merujuk data Refinitiv imbal hasil SBN tenor 10 tahun melonjak ke 7,11% yang menjadi rekor tertingginya sejak 21 Januari 2025.
Perlu dicatat bahwa, pergerakan yield dan harga pada obligasi itu berlawanan arah. Jadi, ketika yield mulai naik, maka harga surat itu akan jeblok karena investor menjualnya.
Pages