REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah memastikan dalam posisi netral terkait masalah internal yang memunculkan dualisme kepemimpinan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra meminta PPP tak menjadikan pemerintah sebagai penengah dalam masalah internal di partai berlambang Ka’bah itu.
“Pemerintah wajib bersikap objektif dan tidak boleh memihak kepada salah satu kubu yang bertikai dalam dinamika internal partai manapun,” kata Yusril melalui siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (29/9/2025).
Ia pun menegaskan, Kemenko Kumham Imipas hanya akan melegalisasi kepengurusan partai yang sah. “Pada pokoknya pemerintah akan sangat hati-hati dalam mengesahkan susunan pengurus baru partai politik (parpol),” ujar Yusril.
PPP kembali mengalami kisruh internal yang memunculkan dualisme kepemimpinan. PPP lagi-lagi pecah jadi dua. Baru-baru ini Muktamar PPP menghasilkan dua ketua umum yang sama-sama menyatakan diri sebagai pemimpin Partai Ka’bah yang sah untuk periode 2025-2030. Dua pemimpin PPP tersebut adalah Muhammad Mardiono dan Agus Suparmanto.
Keduanya mengeklaim diri terpilih aklamasi melalui mekanisme internal yang sesuai AD/ART PPP. Dan keduanya, juga menyatakan bakal segera mengurus pengesahan kepengurusan partai yang baru ke Direktorat Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) di Kemenko Kumham Imipas.
Terkait itu, Yusril mempersilakan kepenguruan PPP versi siapapun mendaftarkan susunan kepengurusan baru. Akan tetapi, pengesahan hanya akan mengacu pada keabsahan dan hukum-hukum yang berlaku. Adanya dua kepemimpinan di PPP saat ini yang keduanya menyatakan diri sebagai ketua umum yang sah, tentu tak bisa mengakomodir legalitas dari pemerintah.
Karena itu, kata Yusril, pemerintah akan menyerahkan kembali ke internal partai untuk menyelesaikan terlebih dahulu masalah internal di PPP sampai adanya keputusan final tentang siapa yang sah sebagai ketua umum. Dalam penyelesaian internal itu, kata Yusril, pemerintah tak mau ikut-ikut campur. Apalagi melakukan intervensi, dan tekanan politik ke salah-satu pihak di internal PPP.
“Pemerintah tidak akan mengintervensi. Bahkan kalau bisa kedua pihak jangan meminta pemerintah untuk menjadi penengah atau fasilitator konflik di internal partai. Sebab hal tersebut bisa saja ditafsirkan sebagai bentuk intervensi atau tekanan halus dari pemerintah,” ujar Yusril.
Terbelahnya PPP menjadi dua kubu kepemimpinan seperti sekarang ini, bukan kali pertama. Pada 2014-2015 lalu, partai berbasis massa Islam itu seperti meruntuhkan prinsip musyawarah mufakat dengan terpecahnya PPP menjadi dua versi antara kepengurusan Surya Dharma Ali versus Rommahurmuziy. Perpecahan itu pun berlanjut tahun-tahun berikutnya dengan perseturuan yang memunculkan dua ketua umum antara Djan Faridz dan Rommahurmuziy.
Pada 2016 PPP menggelar Muktamar Islah yang mendapuk Suharso Manoarfa sebagai ketua umum. Tetapi peran Suharso Manoarfa berujung pada pemberhentian pada 2022 melalui Mukernas Banten. Dan dari mukernas itu, PPP mengangkat Muhammad Mardiono sebagai Pelaksana tugas (plt) ketua umum PPP.
Dan hingga 2025, PPP belum mempunyai ketua umum defenitif. Pada Pemilu 2024, PPP untuk pertama kalinya dalam pemilu tak lolos parliamentary threshold yang membuat partai itu tak lolos masuk Parlemen 2024-2029.