Warga RI Sekarang Mikir 1.000 Kali Kalau Mau Belanja, Ini Datanya

19 hours ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepercayaan konsumen di Indonesia justru ambles di tengah momen Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Turunnya kepercayaan konsumen ini menjadi sinyal negatif bagi ekonomi.

Bank Indonesia (BI), hari ini, Selasa (15/4/2025) telah merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Maret 2025 yang tercatat sebesar 121,1 atau turun 5,3 poin dibandingkan Februari 2025.

Posisi IKK pada Maret 2025 setara dengan Oktober 2024. Jika ditarik lebih jauh, hal ini merupakan yang terendah sejak Desember 2022 atau sekitar 2,5 tahun terakhir yang pada saat itu tercatat sebesar 119,9.

Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) mencerminkan perasaan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, menunjukkan arah perekonomian yang diprediksi konsumen, dan memprediksi perkembangan konsumsi dan tabungan rumah tangga.

Penurunan IKK ini juga terjadi bersamaan dengan tergelincirnya angka Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang masing-masing turun sebesar 3,6 dan 7,0 poin menjadi 110,6 dan 131,7.

Konsumsi RI Terus Tertekan

IKK sering kali menunjukkan pola tertentu selama  Ramadan. Biasanya, menjelang Ramadan, IKK cenderung meningkat karena optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan konsumsi masyarakat untuk kebutuhan berbuka puasa, sahur, dan persiapan Idul Fitri, seperti membeli pakaian baru atau makanan khas serta datangnya Tunjangan Hari Raya (THR).

Namun, pada tahun ini, IKK mengalami sedikit penurunan karena beberapa faktor, seperti ketidakpastian ekonomi dan daya beli masyarakat yang melemah. Hal ini terlihat dari data Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan IKK pada Februari 2025 dibandingkan Januari 2025, maupun IKK pada Maret 2025 dibandingkan Februari 2025.

Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia (SSI), Fithra Faisal Hastiadi mengungkapkan bahwa bulan Ramadan yang biasanya mampu mendorong konsumsi rumah tangga karena meningkatnya kebutuhan makanan, pakaian, dan hadiah, namun kali ini momen ini tidak cukup kuat untuk melawan tekanan ekonomi struktural.

Konsumen lebih memilih menahan pengeluaran ketimbang berbelanja lebih banyak, meskipun secara tradisi ini adalah musim konsumsi.

Ia juga menegaskan bahwa penurunan ini mencerminkan Penurunan ini mencerminkan melemahnya daya beli masyarakat yang disebabkan oleh kenaikan biaya hidup, khususnya di kota-kota besar, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) lebih dari 90.000 orang sejak 2024, serta Pertumbuhan pendapatan riil yang stagnan, meskipun ada sedikit perbaikan karena THR atau penyesuaian UMR.

Lebih lanjut, konsumsi rumah tangga yang tertekan ini dapat menekan pertumbuhan PDB Indonesia untuk mengalami perlambatan.

Pelemahan sentimen konsumen bisa menjadi sinyal awal perlambatan konsumsi. Selanjutnya, potensi pergeseran perilaku ke arah menabung secara hati-hati (precautionary saving) bisa menurunkan aktivitas ritel dan jasa yang dapat menimbulkan risiko terhadap target pertumbuhan PDB sebesar 5,2% di 2025, khususnya bagi sektor-sektor yang bergantung pada permintaan domestik (ritel, barang konsumsi, jasa).

Perekonomian Indonesia semakin diperparah dengan hadirnya persoalan perihal perang tarif dagang AS terhadap berbagai negara di dunia.

Dalam laporan SSI yang berjudul Trump's Tariff War, menunjukkan bahwa tahun ini SSI memperkirakan ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,8% atau lebih rendah dibandingkan proyeksi BI, Kementerian Keuangan, maupun IMF yang masing-masing memperkirakan sebesar 4,7-5,5%, 5,2%, dan 5,1%.

SSIFoto: Tariffs Will Affect the World Economy,
Sumber: SSI

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research