Jakarta, CNBC Indonesia — Di tengah megahnya gelaran Indonesia Maritime Week (IMW) 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), seruan untuk mengangkat peran perempuan dalam industri maritim kembali digaungkan.
Diah Kurniawati, Chair Woman Pertiwi Sub Holding Integrated Marine Logistic sekaligus Direktur Keuangan PT Pertamina International Shipping, menyampaikan pesan yang tak hanya inspiratif, tapi juga mendesak. "Laut bukan hanya ruang untuk perdagangan dan transportasi, tetapi juga domain di mana perempuan dapat mencoba, memimpin, dan menciptakan dampak," ujarnya lantang, Selasa (27/5/2025).
Sorotan pada peran perempuan ini diperdalam dalam diskusi tematik bertajuk "An Ocean of Opportunities for Women: Women's Participation in a Male Dominated Maritime Industry", bagian dari rangkaian FGD Navigating New Horizons: Break the Limits, yang diselenggarakan pada 27 Mei 2025.
Diskusi ini mempertemukan para pemimpin perempuan, pembuat kebijakan, dan pelaku industri untuk menelisik akar tantangan sekaligus merancang jalur percepatan keterlibatan perempuan dalam sektor laut.
"Today we gather not only to talk, but to act, to inspire, and to reshape maritime," ujar Dr. Chandra Moetik Yusuf, Presiden Women in Maritime Indonesia (WIMA), dalam pidato pembukaannya.
Ia menekankan bahwa panggung ini bukan hanya untuk para profesional, tapi juga bagi para perempuan muda yang bermimpi menapaki dunia maritim. "This event holds purpose and meaning not only for us professionals and advocates for gender equality but also for the future of women who dream to step in the world of maritime."
Namun, di balik semangat tersebut, data berbicara apa adanya bahwa proporsi perempuan dalam sektor ini masih kecil. Sekretaris Ditjen Perhubungan Laut, Lollan Panjaitan, mencatat bahwa hanya sekitar 2,8% dari total awak kapal Indonesia pada awal 2025 adalah perempuan angka yang meskipun sedikit lebih tinggi dari rata-rata global (2%), masih menyiratkan kesenjangan mendasar.
"Saya percaya bahwa platform ini tidak hanya untuk dialog, tetapi juga sebagai katalis untuk aksi, kolaborasi, dan transformasi untuk kesetaraan gender," tegas Lollan.
Mengacu pada Women in Maritime Survey 2021 yang dirilis oleh IMO dan WISTA, rendahnya partisipasi perempuan disebabkan oleh tiga faktor utam barrier to entry, kultur kerja yang tidak ramah gender, serta minimnya dukungan regulasi dan kebijakan inklusif.
Meski 29% tenaga kerja di industri maritim global adalah perempuan, mereka masih terkonsentrasi di sektor administratif atau pendidikan, bukan pada lini operasional atau teknis yang biasanya menjadi jalur menuju pucuk pimpinan.
Selain representasi yang minim, banyak perempuan juga terjebak di support role tanpa akses ke pelatihan atau promosi yang proporsional. Studi menunjukkan bahwa 48% perempuan bekerja di peran administratif, semenara hanya 28% yang menembus sektor teknis. Ini menciptakan jurang antara pengalaman operasional dan jalur menuju posisi strategis.
Hal tersebut juga mencuat dalam pengalaman lintas negara. "In Malaysia, the administrative workers are quite a lot, but not marine officers only 200," ungkap Dr. Yasmin Mohd Hasni, pejabat senior dari Malaysia Marine Department, menggarisbawahi dominasi administratif perempuan yang belum menyentuh operasional laut.
Menariknya, Indonesia justru mencatat proporsi lulusan perempuan yang tinggi di lembaga maritim internasional. Dari total 20 lulusan Indonesia di World Maritime University (WMU), 3 orang atau 15% adalah perempuan. Untuk IMLI (International Maritime Law Institute), dari 10 lulusan, 30% adalah perempuan. Ini mencerminkan kesiapan SDM perempuan, namun belum dibarengi akses struktural yang setara.
Kebijakan internal perusahaan dan otoritas juga memegang peran vital. Dari 513 perusahaan yang disurvei, hanya 44% memiliki kebijakan formal untuk kesetaraan gender.
Praktik terbaik meliputi penggunaan bahasa netral dalam lowongan kerja, memastikan kesetaraan gaji, serta melibatkan panel wawancara yang beragam. Di Indonesia sendiri, belum banyak yang menerapkan gender kuota, meskipun semangat pemberdayaan mulai digaungkan lewat platform seperti IMW 2025.
Sebab itu, narasi seperti yang dibawa Diah Kurniawati bukan sekadar inspirasi, tapi panggilan untuk restrukturisasi. "Memberdayakan perempuan bukan hanya masalah kesetaraan, tetapi juga kunci untuk membuka ide-ide baru, meningkatkan kinerja operasional, dan mendorong pertumbuhan industri jangka panjang," ucapnya lugas.
Di tengah transformasi sektor maritim menuju konektivitas, keberlanjutan, dan digitalisasi, sebagaimana tema besar IMW 2025, keterlibatan perempuan adalah kebutuhan strategis untuk masa depan industri laut yang lebih cerdas, adil, dan berdaya saing.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(emb/emb)