Tak Disangka, Tokoh Besar Ini Jatuh Cinta pada Guling Saat Kunjungi RI

6 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Kehidupan di Indonesia berhasil membuat para turis asing takjub, salah satunya dialami tokoh besar dan komedian ternama dunia, Charlie Chaplin. Ketika mengunjungi Indonesia tepat bulan ini 93 tahun lalu, dia mengaku sangat suka guling hingga membuatnya bak bayi baru lahir. 

Kunjungan Chaplin ke Indonesia terjadi pada Maret-April 1932 dan merupakan kedatangan pertama Chaplin ke dunia bagian Timur, khususnya ke negara jajahan.

Saat tiba di Indonesia, sosok Chaplin langsung jadi sorotan banyak media Tanah Air. Ini bisa terjadi karena Chaplin merupakan tokoh terkenal pada masanya. Banyak orang sudah menonton dan tertawa terbahak-bahak atas kelakuan Chaplin di panggung teater.

Dalam harian Indische Courant (24 Maret 1936) diberitakan, komedian kawakan itu tiba pada 30 Maret 1932. Dia turun dari kapal laut di Pelabuhan Tanjung Priok. Lalu, istirahat di Hotel Java, Batavia, sebelum akhirnya pergi ke Bandung.

Dalam catatan perjalanannya berjudul A Comedian Sees the World (1933), dia bercerita perjalanan tersebut memakan waktu 6 jam. Sampai-sampai, dia tiba di Hotel Preanger saat hari sudah berganti malam. Di Bandung, Chaplin disambut oleh para penggemarnya yang sudah menunggu lama.

Sayang, di Kota Kembang, dia tak lama sebab hanya menumpang tidur sebentar dan makan malam di hotel.

"Pada Rabu jam 11 malam, Chaplin melanjutkan perjalanan ke Garut. Ketika pergi, dia berkata "saya akan kembali" kepada para penggemar seraya berharap mereka tak kecewa," tulis pewarta de Locomotief (1 April 1932).

Di Garut, pria kelahiran 16 April tersebut mengunjungi berbagai tempat wisata. Antara lain, Kawah Papandayan, Situ Cangkuang, dan Situ Bagendit. Lagi-lagi, dia tak lama. Pada sore tanggal 31 Maret, dia pergi ke Yogyakarta untuk berkunjung ke Borobudur. Lalu setelahnya ke Surabaya dan Bali.

Jatuh Cinta ke Guling

Selama di Indonesia, Chaplin mengaku jatuh cinta ke guling. Di setiap hotel yang dia tiduri selalu ada ranjang besar dan guling yang ditutupi gantungan kelambu. Kelambu dihadirkan supaya para tamu tak digigit nyamuk khas tropis.

Sementara guling memang jadi kelaziman di Indonesia. Guling awalnya hadir untuk menemani para pria Belanda saat tidur. Sebab, mereka tak bisa memeluk siapapun karena pasangannya berada di Belanda. Atas alasan ini, guling disebut juga sebagai 'Dutch wife' alias 'istri Belanda'.

Sebelumnya, Chaplin mengaku sering mendengar cerita soal guling. Dia menyebutnya sebagai lelucon sebab bisa-bisanya orang menciptakan pengganti tubuh istri. Namun, ketika tiba di Indonesia, Chaplin akhirnya bisa merasakan guling dan benda yang baru dilihatnya, yakni kelambu. Dari sinilah, dia sangat menyukai guling dan kelambu. 

"Sensasinya seperti menjadi bayi kembali," katanya kepada de Locomotief (1 April 1932).

Bisa dibayangkan, pria setinggi 1,6 meter berada di ranjang yang ditutupi jaring-jaring kelambu. Tidur dalam kondisi terkurung seperti itu tentu tak ada bedanya seperti bayi yang ditaruh di kotak tempat tidur bayi.

Ungkapan kegembiraan Chaplin juga diutarakan saat melihat warga Indonesia. Selama di Tanah Air, Chaplin selalu dikeliling warga yang menyukainya. Saat di Yogyakarta, misalnya, dia sampai kelelahan karena terlalu banyak para penggemar ingin menemuinya. Atas dasar ini, selama beberapa hari, dia terlihat mengasingkan diri agar bisa istirahat tenang.

Dari sini dia mengetahui warga lokal Indonesia jauh berbeda dengan warga koloni lain, seperti Inggris. Warga Indonesia disebut lebih ramah dan punya kehidupan jauh lebih baik.

"Penduduk di koloni Belanda memang dibimbing, tetapi dibiarkan berkembang. Ini yang membuat warganya punya kualitas lebih baik," tutur Chaplin.


(mfa/mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Resistensi Bisnis Wewangian di Tengah Pelemahan Daya Beli

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research