Ramai Perempuan "Raksasa" di RI, Terbanyak Ada di Lokasi Ini

1 week ago 9

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga di Indonesia dalam beberapa waktu belakangan ini semakin nampak terlihat. Bak raksasa, perempuan-perempuan ini tangguh berjibaku demi menafkahi keluarganya.

Hal tersebut terungkap dalam publikasi "Cerita Data Statistik untuk Indonesia" oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

BPS, dalam publikasi berjudul Female Breadwinners: Fenomena Perempuan sebagai Pencari Nafkah Utama Keluarga, mengungkapkan bahwa pada tahun 2024 sebanyak 14,37 persen pekerja perempuan di Indonesia termasuk dalam kategori female breadwinners.

Fenomena ini dianalisis berdasarkan data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) bulan Agustus 2024. Seorang perempuan dikategorikan sebagai female breadwinners jika mereka bekerja dan menerima pendapatan terbesar, termasuk mereka yang menjadi satu-satunya pencari nafkah dalam rumah tangga.

Bahkan, kontribusi ekonomi female breadwinners dalam rumah tangga sangat signifikan. Setidaknya, hampir separuh dari female breadwinners berkontribusi sebesar 90 hingga 100 persen dalam pendapatan rumah tangga.

Lokasi Perempuan Tulang Punggung Keluarga Terbanyak, Ini Pekerjaannya

BPS mencatat, berdasarkan sebaran provinsi, ada 23 dari 38 provinsi yang mempunyai persentase female breadwinners di bawah angka nasional
(Gambar 2). Provinsi dengan persentase female breadwinners tertinggi ada pada Provinsi DKI Jakarta, sedangkan terendah ada di Provinsi Papua Pegunungan.

Menurut BPS, kondisi tersebut bisa jadi disebabkan dengan adanya norma budaya yang menekankan laki-laki sebagai pencari nafkah utama, sementara
perempuan lebih banyak berperan dalam ranah domestik. 

Lantas Apa Pekerjaan Female Breadwinners Terbanyak?

Menurut BPS, mayoritas female breadwinners bekerja dengan status pekerjaan berusaha. Berusaha dalam penelitian ini mencakup berusaha sendiri, berusaha dibantu dengan karyawan dan berusaha dibantu dengan pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar.

Budig (2006) menjelaskan bahwa fenomena female breadwinners memilih bekerja dengan status berusaha tidak lepas dari faktor peran ganda pada pekerjaan dan urusan domestik yang ditanggung.

Status pekerjaan berusaha menawarkan fleksibilitas waktu dalam mengatur jam kerja sehingga pekerjaan dan tanggung jawab domestik bisa seimbang. Penyebab yang lain ada pada keterbatasan akses pada pekerjaan formal yang mengharuskan syarat pendidikan tinggi (World Bank 2019).

Disamping status berusaha, sebesar 44,95 persen female breadwinners bekerja dengan status pekerjaan sebagai buruh/karyawan. Kondisi ini menjadi alternatif yang lebih realistis untuk mendapatkan penghasilan tetap pada mereka yang mempunyai keterbatasan modal untuk berusaha (Budig 2006).

Selain itu, perempuan lebih mudah masuk ke sektor formal sebagai buruh/karyawan dibandingkan dengan persyaratan memulai usaha sendiri (ILO 2020a).

Proporsi female breadwinners yang bekerja di sektor perdagangan menempati porsi terbesar, yaitu 23,61 persen. Sektor dengan proporsi pekerja female breadwinners terbanyak selanjutnya ada di sektor pertanian dan industri pengolahan dengan persentase masing-masing sebesar 17,86 persen dan 17,37 persen.

Studi dari ILO (2018b) menyebutkan bahwa sektor ekonomi yang berkembang di suatu daerah berdampak pada peluang kerja bagi perempuan. Jika ekonomi suatu wilayah lebih bergantung pada sektor yang didominasi laki-laki misalnya pertambangan atau konstruksi, kemungkinan perempuan yang bekerja di
sektor tersebut lebih sedikit dibandingkan di daerah yang lebih banyak memiliki sektor jasa, perdagangan, atau industri pengolahan.

Berdasarkan tempat kerja, sebanyak 60,79 persen female breadwinners bekerja pada usaha perorangan. Sejalan dengan status pekerjaan mereka yang banyak terdapat pada kategori berusaha dan buruh/karyawan, kondisi ini mengindikasikan bahwa pekerjaan yang dipilih female breadwinners cenderung karena alasan fleksibilitas waktu yang lebih besar dan hambatan dalam mengakses pekerjaan di sektor formal (Budig 2006).

Selain itu, kondisi demikian juga disebabkan dari keterbatasan akses terhadap modal, pendidikan, dan pelatihan keterampilan yang membuat banyak female breadwinners terjebak dalam pekerjaan dengan pendapatan rendah dan ketidakpastian ekonomi (ILO 2020b).

Sebanyak 75,68 persen dari female breadwinners bekerja pada ruang/bangunan yang meliputi rumah sendiri, rumah keluarga/teman/pemberi kerja, kantor/pabrik maupun pasar dengan pertokoan/pusat perbelanjaan.

Mereka cenderung bekerja di lokasi yang menawarkan aksesibilitas dan fleksibilitas lebih besar, terutama bagi mereka yang juga harus menjalankan peran domestik sebagai pengasuh anak atau anggota keluarga lainnya (Budig 2006).

Bekerja di dalam rumah sendiri atau rumah pemberi kerja, misalnya, sering kali berkaitan dengan pekerjaan sektor informal, seperti usaha mikro dan pekerjaan rumah tangga berbayar, yang umumnya tidak memberikan perlindungan ketenagakerjaan dan jaminan sosial (ILO 2020b).

Studi oleh Kabeer (2012) juga menyoroti bahwa perempuan di negara berkembang lebih cenderung bekerja di tempat yang dekat dengan rumah untuk mengurangi biaya transportasi dan memungkinkan mereka menjalankan tanggung jawab domestik.

Namun, pekerjaan semacam ini seringkali memiliki keterbatasan dalam hal pengembangan karir dan peningkatan pendapatan, yang semakin memperkuat
kesenjangan gender dalam dunia kerja.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Kulit Breakout, Lawyer Ini Banting Stir Jadi Pengusaha Skincare

Next Article 3 Kalimat ini Jadi Ciri Khas Perempuan Cerdas

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research