30 Hari Puasa Ramadan, Ini 3 Hal yang Berubah di Tubuh Kita

6 days ago 7

Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Bagi umat Muslim, menjalani puasa merupakan bagian dari ibadah wajib selama bulan Ramadan. Namun belakangan ini, puasa telah menjadi tren kesehatan baru, termasuk intermittent fasting yang kian populer. Banyak dari pakar kesehatan, selebritas, dan influencer mempromosikan puasa sebagai alat penurunan berat badan yang efektif dan cara untuk mendetoksifikasi tubuh.

Berbeda dengan puasa Ramadan di mana seseorang berpuasa tidak makan dan minum dari terbit fajar hingga terbenam matahari selam sebulan, puasa intermittent hanya diperbolehkan minum air putih, teh, kopi yang tidak berpermanis selama 16 jam sehari dan boleh makan mengandung kalori dalam jumlah terbatas selama 8 jam setelahnya.

Jadi, apa yang terjadi pada tubuh manusia setelah 30 hari makan dengan waktu terbatas?

Mengutip Arab News, dr. Lina Shibib, seorang ahli gizi di Rumah Sakit Medcare, Dubai, mengatakan praktik tidak makan dan minum secara berkala selama sebulan telah terbukti meningkatkan berbagai proses penyembuhan dalam tubuh dan meningkatkan fungsi tubuh.

Perubahan di otak

Ilustrasi Otak Manusia. (Dok. Freepik)Foto: Ilustrasi Otak Manusia. (Dok. Freepik)

Menurut sebuah studi baru dari Institut Psikiatri, Psikologi, dan Ilmu Saraf King's College London, puasa telah terbukti dapat meningkatkan fungsi otak, meningkatkan daya ingat jangka panjang, dan menghasilkan neuron "hipokampus" baru, yang mencegah gangguan neurodegeneratif.

"Puasa dan olahraga sama-sama meningkatkan pembentukan protein yang disebut faktor neurotropik yang berasal dari otak, atau BDNF, dalam sel-sel saraf," kata Shibib.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa protein tersebut terlibat dalam pembelajaran, memori, dan pembentukan sel-sel baru serta memiliki kemampuan untuk membuat neuron lebih tahan stres.

"Selama puasa, neuron masuk ke dalam kondisi konservasi sumber daya dan ketahanan stres," paparnya.

"Ketika seseorang makan setelah berpuasa, neuron mereka masuk ke mode 'pertumbuhan', sehingga menghasilkan lebih banyak protein, tumbuh, dan membentuk koneksi baru," kata Shibib kepada Arab News.

Akibatnya, siklus tantangan metabolik ini diikuti oleh periode pemulihan yang dapat meningkatkan neuroplastisitas, pembelajaran, memori, konsentrasi, ketajaman, dan ketahanan stres di otak.

"Para peneliti juga menemukan (bahwa neuron hipokampus ini) akan memperlambat perkembangan penurunan kognitif, sehingga (berpotensi) menunda atau mencegah demensia dan Alzheimer," ungkap Shibib.

Detoksifikasi racun

Ilustrasi (Photo by Robina Weermeijer on Unsplash)Foto: Ilustrasi (Photo by Robina Weermeijer on Unsplash)

Di bagian tubuh lainnya, para ahli kesehatan juga melihat perubahan halus pada fungsi organ.

Misalnya, satu penelitian melaporkan penurunan kadar gula darah dan peningkatan sensitivitas insulin pada orang yang berpuasa selama bulan Ramadan.

"Saat kita berpuasa, tubuh kita tidak memiliki akses ke glukosa seperti biasanya, sehingga sel-sel kita harus mencari cara lain untuk menghasilkan energi," kata Shibib.

Jadi, pada dasarnya puasa itu membersihkan tubuh dari racun, jika dilakukan secara teratur. Puasa juga dapat mendorong sel-sel untuk terlibat dalam proses yang biasanya tidak dipicu saat pasokan makanan tersedia secara teratur.

Faktanya, organ-organ seperti hati dan ginjal, yang keduanya bertanggung jawab untuk detoksifikasi, kemudian sepenuhnya mampu beregenerasi tanpa masuknya racun tambahan secara terus-menerus.

Proses pembersihan sel yang penting tersebut dikenal sebagai "autofagi" terjadi saat tubuh tidak perlu mencerna makanan apa pun, yang meningkatkan pertahanan imunnya sendiri.

Menghancurkan lemak

Di sisi lain, lemak merupakan salah satu racun tubuh yang paling sulit disingkirkan, dan karenanya penurunan berat badan merupakan proses yang sulit bagi jutaan orang di seluruh dunia.

Menurut Dr. Pankaj Shah, seorang ahli endokrinologi di Mayo Clinic, lemak hanya menjadi racun saat kapasitas tubuh untuk menyimpannya dalam sel lemak kewalahan dan karenanya menyimpannya di tempat-tempat yang beracun.

Ilustrasi (Photo by i yunmai on Unsplash)Foto: Ilustrasi (Photo by i yunmai on Unsplash)

Misalnya, lemak yang disimpan di hati dapat menyebabkan hati berlemak, yang meningkatkan risiko diabetes, sama seperti lemak yang disimpan dalam serat otot atau pankreas dapat menyebabkan prognosis yang sama.

"Jika dengan berpuasa lemak tubuh total berkurang, itu karena lemak makanan digantikan oleh lemak yang lebih sehat," kata Shah, merujuk pada pengurangan asupan kalori yang diperlukan.

Jika penurunan berat badan tercapai selama Ramadan, perbaikan kemudian terlihat jelas pada hati, otot, sekresi insulin dan aksi insulin, dan kemungkinan besar risiko penyakit kardiovaskular pun berkurang.

Faktanya, sebuah tinjauan dari University of Sydney, Charles Perkins Center, Australia, menemukan 70 penelitian dan menunjukkan bahwa selama periode Ramadan, terjadi penurunan kadar lemak tubuh (sebagai persentase dari berat badan) pada mereka yang kelebihan berat badan atau obesitas.

Karena puasa merangsang metabolisme dan menyeimbangkan hormon lapar dan kenyang, puasa dianggap sangat bermanfaat bagi mereka yang ingin menurunkan berat badan.


(hsy/hsy)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Masa depan Industri Kecantikan di Tengah Tekanan Ekonomi

Next Article Pemerintah Siapkan Surat Edaran Libur Sekolah Puasa Ramadan

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research