IHSG Sempat Jatuh Ke Bawah 6000, Ini Pemicunya!

1 week ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ambruk dan sempat turun ke bawah level 6000.

Pada perdagangan Senin hari ini (24/3/2025) sampai pukul 10.29 WIB, IHSG jeblok 2,84% menuju posisi 6.080,61.

Posisi terendah IHSG sempat ke 5,967.19 dengan penurunan lebih dari 4%. Pelaku pasar sempat mewaspadai terulang-nya trading halt lagi, tetapi pelemahan kemudian menyusut dalam beberapa menit kemudian.

Meski begitu, secara teknikal level 6000 masih jadi support kuat, yang jika ditembus maka support selanjutnya masih bisa menguji level 5700, secara weekly.

Penting untuk dicatat, aksi jual investor dari asing masih cukup kencang. Minggu ini juga menjadi pekan terakhir perdagangan sebelum libur panjang lebaran. Perlu diantisipasi, aksi jual untuk persiapan lebaran masih akan berlanjut.

IHSGFoto: Tradingview
IHSG

Sebenarnya apa yang bikin IHSG bergerak jeblok?

1. Badai Eksternal

Perlu diakui tekanan ekstenal yang menerpa IHSG Ini masih cukup kencang, mulai dari perlambatan ekonomi global, tarif trump sampai kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) yang terancam stagflasi.

Sebagai catatan, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan melambat menjadi 3,1% pada 2025 dan 3% pada 2026 mendatang.

Perlambatan ekonomi diperkirakan terjadi karena hambatan perdagangan yang lebih tinggi di beberapa ekonomi negara G20, dan meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan kebijakan yang membebani investasi dan pengeluaran rumah tangga

Hambatan perdagangan salah satunya terjadi karena tarif trump yang memicu perang dagang terhadap beberapa negara seperti China, Meksiko, Kanada, sampai Uni Eropa.

Kebijakan suku bunga tinggi yang masih berlangsung lama sampai inflasi ketat juga membuat kekhawatiran semakin tinggi bahwa negerai Paman Sam terancam stagflasi, kondisi dimana ekonomi melambat, inflasi tinggi, dan pengangguran naik.

2. Krisis Ketidakpercayaan dari Domestik

Akhir-akhir ini investor juga masih menghadapi krisis ketidakpercayaan yang terakumulasi dari sikap dan kebijakan pemerintah yang belum pro market, seperti RUU TNI yang memicu demo, kenaikan royalti batu bara, dan kekhawatiran Danantara lain-lain.

Meski begitu, pada hari ini Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) akan menggelar konferensi pers untuk menyampaikan pengumuman strategis dan signifikan bagi perkembangan kelembagaan Danantara Indonesia. Danantara juga akan mengumumkan kepengurusan lembaga mereka. Pengumuman akan digelar pada hari ini, Senin (24/5/2025) pukul 11.00.

Konferensi Pers ini akan dihadiri oleh Rosan Roeslani : Kepala Badan /Chief Executive Ocer (CEO) Danantara Indonesia, Dony Oskaria (Chief Operating Ocer), dan Pandu Sjahrir (Chief Investment Ocer (CIO) Danantara Indonesia).

Susunan kepengurusan ini sangat ditunggu pelaku pasar serta masyarakat mengingat besarnya atensi terhadap lembaga tersebut. Danantara yang diresmikan pada 24 Februari lalu menjadi sorotan masyarakat karena besarnya aset yang akan dikelola serta strategisnya BUMN yang masuk ke lembaga tersebut.

3. Asing Masih Kabur

Tekanan jual asing juga masih tinggi, jika ditarik sejak awal tahun, asing sudah keluar lebih dari Rp30 triliun. Hal ini menyusul penurunan rating dari sejumlah institusi besar seperti Morgan Stanley dan Goldman Sach. 

Sebagai catatan, pada pekan lalu, bank Investasi dan pengelola aset global Goldman Sachs menurunkan peringkat dan rekomendasi atas aset keuangan di Indonesia. Penurunan ini terjadi karena perusahaan yang bermarkas di New York tersebut memperkirakan adanya peningkatan risiko fiskal atas sejumlah kebijakan dan inisiatif yang dipilih oleh Presiden Prabowo Subianto.

Goldman menurunkan peringkat saham RI dari overweight menjadi market weight. Lebih lanjut, Goldman juga menurunkan rekomendasi atas surat utang yang diterbitkan BUMN tenor 10 sampai 20 tahun menjadi netral. Sebelumnya, surat utang BUMN menjadi salah satu aset yang paling ramai diburu oleh manajer investasi global.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research