Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kini masih dalam tren bearish. Harga batu bara lagi-lagi anjlok dalam sepekan ini, disebabkan oleh pembangkit listrik tenaga termal dan pengiriman batu bara ke China diperkirakan akan mengalami penurunan, selain itu penurunan penggunaan energi batu bara juga terjadi di wilayah Eropa.
Pada perdagangan Jumat (21/3/2025), harga batu bara di pasar spot melemah 0,15% di posisi US$100,95 per ton. Penutupan tersebut memperpanjang pelemahan harga batu bara. Dalam sepekan harga batu bara pun anjlok 4,85%.
Dilansir dari oilprice.com, pembangkit listrik tenaga termal di China, yang sebagian besar terdiri dari pembangkit listrik tenaga batu bara, turun 5,8% pada Januari dan Februari dibandingkan periode yang sama tahun 2024, menurut data resmi yang dirilis pada Senin.
Pembangkit listrik tenaga termal turun menjadi 1,02 triliun kilowatt-jam (kWh) pada Januari dan Februari. China menggabungkan data untuk dua bulan ini dalam laporan ekonomi guna meratakan efek Tahun Baru Imlek, yang jatuh pada salah satu dari dua bulan tersebut setiap tahun.
Penurunan pembangkitan listrik tenaga termal diimbangi oleh peningkatan produksi tenaga air, yang merupakan sumber listrik terbesar kedua di China.
Produksi tenaga air meningkat 4,5% secara tahunan menjadi 146,1 miliar kWh, menurut data dari Biro Statistik Nasional China yang dikutip oleh Reuters.
Dari sisi permintaan, dilansir dari safety4sea.com, dalam laporan "Shipping Number of the Week" dari BIMCO minggu ini, Filipe Gouveia, Manajer Analisis Pengiriman, menyoroti pengiriman batu bara ke China, yang diperkirakan akan mengalami penurunan 15% secara tahunan (yoy) pada kuartal pertama 2025. Penurunan ini disebabkan oleh melemahnya permintaan domestik, serta persaingan yang lebih ketat dari pasokan dalam negeri dan impor melalui jalur darat.
Filipe Gouveia menyatakan bahwa pengiriman batu bara ke China diperkirakan akan mengalami penurunan 15% secara tahunan (yoy) pada kuartal pertama 2025, mencapai level terendah dalam tiga tahun terakhir. Pengiriman melalui jalur laut melambat akibat melemahnya permintaan domestik serta persaingan yang lebih ketat dari pasokan dalam negeri dan impor melalui jalur darat. Kargo batu bara termal menjadi yang paling terdampak, meskipun pengiriman batu bara kokas juga mengalami penurunan.
Selama dua bulan pertama tahun 2025, permintaan batu bara termal melemah akibat penurunan 6% yoy dalam produksi listrik berbasis batu bara. Total produksi listrik turun 1% yoy karena musim dingin yang lebih hangat dari biasanya, sementara produksi listrik dari sumber energi terbarukan terus meningkat. Permintaan batu bara kokas juga menurun akibat penurunan 1% dalam produksi baja.
Adapun dari wilayah Eropa, Dilansir dari Reuters, penggunaan energi Jerman turun 1,1% pada 2024 akibat cuaca yang lebih hangat dan ekonomi yang lemah, tetapi penurunannya melambat dibandingkan dengan penurunan 8% pada 2023 yang disebabkan oleh harga tinggi dan resesi, menurut kelompok statistik industri AGEB pada Selasa.
Konsumsi energi turun menjadi 359,6 juta metrik ton setara batu bara, sebuah ukuran standar industri, dari 353,4 juta pada 2023, kata AGEB, seraya menambahkan bahwa faktor pengurangan energi sebagian diimbangi oleh pertumbuhan populasi dan harga yang lebih rendah yang mendorong peningkatan penggunaan.
Total penggunaan energi 2024 hampir 30% di bawah rekor tertinggi sepanjang masa pada 1990 di ekonomi terbesar Eropa itu, saat didorong oleh reunifikasi, dan kini serupa dengan tingkat konsumsi Jerman Barat pada awal 1970-an.
Penggunaan hard and brown coal masing-masing turun 10% dan 10,2% karena pembangkit listrik membakar lebih sedikit akibat meningkatnya produksi energi terbarukan serta meningkatnya impor listrik dari negara-negara tetangga.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)