5 Fakta RI Gak Baik-Baik Saja Saat Ramadan: PHK - Tabungan Terkuras

1 week ago 14

Jakarta, CNBC Indonesia - Alarm bahaya Indonesia kembali menyala setelah muncul data ekonomi lainnya yang jarang terjadi di momen sebelum bulan Ramadhan.

CNBC Indonesia Research mencermati setidaknya terdapat lima indikator yang menunjukkan terjadi kemunduran ekonomi Tanah Air sebelum momen Ramadhan (Maret 2025).

1. Impor Konsumsi Turun

Setiap satu bulan sebelum Ramadhan sejak 2019 hingga 2025, penurunan impor barang konsumsi secara bulanan hanya terjadi pada 2023 dan 2025 (kecuali 2020 dan 2021 karena pandemi Covid-19).

Bahkan impor barang konsumsi pernah tumbuh 51,22% mom pada Maret 2022 atau sebelum puasa pada April. Sebagai catatan, Ramadan 2022 adalah kali pertama umat Islam diperbolehkan buka puasa bersama.

Untuk diketahui, impor barang konsumsi adalah barang yang dibeli dari luar negeri untuk digunakan langsung oleh masyarakat tanpa melalui proses produksi lebih lanjut. Barang-barang ini biasanya memiliki sifat siap pakai dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Contoh Barang Konsumsi yang Diimpor:

Makanan dan Minuman - Buah-buahan impor (anggur, apel, jeruk), daging sapi, susu, cokelat, dan kopi.

Produk Elektronik - Smartphone, laptop, televisi, dan peralatan rumah tangga seperti kulkas atau mesin cuci.

Pakaian dan Alas Kaki - Sepatu, baju merek luar, tas, dan aksesoris fashion.

Produk Kesehatan dan Kecantikan - Obat-obatan, kosmetik, parfum, dan vitamin.

Penurunan impor barang konsumsi bisa menjadi hal baik jika disebabkan oleh peningkatan produksi dalam negeri atau kebijakan ekonomi yang sehat. Namun, jika terjadi akibat penurunan daya beli atau gangguan rantai pasok, bisa menjadi indikasi masalah ekonomi yang perlu diwaspadai.

2. Tabungan Masyarakat Terkuras

Bukan hanya daya beli masyarakat yang melemah, namun soal tingkat tabungan kelompok bawah terus dalam tren yang melemah dan merupakan yang terendah saat ini yakni pada level 79,4 (Februari 2025). Angka ini lebih rendah dibandingkan Februari 2024 yakni pada level 82,4.

Senada, tingkat tabungan kelompok menengah juga melandai dan merupakan yang terendah sejak Maret 2024.

Mandiri InstituteFoto: Indeks Tabungan Masyarakat Kelas Bawah
Sumber: Mandiri Institute

3. Deflasi Secara Tahunan (Kedua Kali Sejak 1998)

Deflasi periode Februari 2025 sangat mengejutkan banyak pihak apalagi hal ini terjadi satu bulan sebelum Ramadan di Maret 2025.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 3 Maret 2025 telah mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) turun atau mengalami deflasi baik secara bulanan (% mtm) dan tahunan (% yoy) yang masing-masing turun sebesar 0,48% dan 0,09%.

"Deflasi 0,48% secara mtm atau penurunan IHK," kata Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Senin (3/3/2025).

"Komoditas utama penyebab deflasi Februari adalah diskon tarif listrik, daging ayam ras, cabai merah, tomat dan telur ayam ras," kata Amalia.

Sejak era krisis 1997/1998, Indonesia hanya mengalami dua kali deflasi (yoy) yakni pada Maret 2000 dan Februari tahun ini. Artinya, fenomena deflasi tahunan hanya terjadi 25 tahun yang lalu.

Terjadinya deflasi pada Maret 2000 lebih disebabkan karena inflasi pada periode sebelumnya sangat tinggi, Inflasi pada Maret 1999 menembus 45%.

4. Penerimaan Pajak Anjlok 30%

Pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp316,9 triliun. Khusus pajak, realisasinya sebesar Rp187,8 triliun.

"Penerimaan pajak Rp187,8 triliun atau 8,6% dari target," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Kamis (13/3/2025).

Pendapatan negara hingga Februari terkontraksi hingga 21,48%. Kontraksi ini jauh lebih besar dibandingkan tahun lau yang hanya 4,52%.

Kontraksi terbesar ada di penerimaan pajak. Data Kemenkeu menunjukkan penerimaan pajak hingga Februari 2025 terkontraksi 30%. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan tahun lalu yang hanya terkontraksi 3,93%.

5. PHK Merajalela

Jumlah pekerja Indonesia yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) makin meningkat. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat 3.325 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) per Januari 2025.

Total jumlah tenaga kerja yang terkena PHK telah mencapai 81.290 tenaga kerja per Januari 2025. Angka ini meningkat 4,26% dari Desember 2025 sebesar 77.965.

Semakin banyaknya jumlah tenaga kerja yang terkena PHK, maka kemampuan atau daya beli masyarakat pun akan menurun. Hal ini dapat berujung pada kesengsaraan masyarakata dalam menjalani hidup.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research