Tabungan Tulang untuk Masa Depan, Kenapa Remaja Harus Aktif dan Makan Sehat

5 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada beberapa faktor yang berperan dalam membantu kepadatan tulang pada anak dan remaja guna mencegah osteoporosis atau tulang rapuh. Dokter spesialis anak konsultan endokrinologi dr Frida Soesanti, SpA, Subs Endo(K), PhD mengatakan ada beberapa faktor yang berperan memengaruhi kepadatan tulang.

“Anak dan remaja itu bisa tumbuh tulang padatnya optimal karena ini merupakan tabungan untuk mencegah terjadinya osteoporosis, patah tulang baik pada masa anak, remaja, maupun di masa tua nanti,” kata dokter Frida dalam diskusi kesehatan yang diikuti via daring, Selasa (21/10/2025).

Dokter yang tergabung dalam anggota Unit kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu menjelaskan, di dalam tulang terdapat lempeng pertumbuhan atau growth plate. Dalam hal ini, anak akan masih bisa tumbuh berapapun usianya jika lempeng pertumbuhan tersebut masih terbuka.

“Jadi, kalau dia 12 tahun semuanya udah nutup, dia akan nutup. Nnggak bisa nambah tinggi lagi,” tutur dia.

Frida menjelaskan tulang pada anak itu akan akan mengalami dua proses yaitu modeling dan remodeling. Pada proses modeling tulang pada anak itu akan akan mengalami masa pertumbuhan yaitu bertambah panjang dan tebal.

Sementara itu, proses remodeling merupakan pergantian jaringan tulang lama dengan yang baru. Proses ini juga dialami orang tua.

Kepala Divisi Endrokrinologi Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo Jakarta itu menggambarkan tulang terbentuk dari dua bagian. Yaitu mineral terdiri ada kalsium, fosfat dan bagian kolagen terdiri dari protein kolagen jaringan ikat yang akan mengikat dari kalsium.

“Kalau kita umpamakan adalah tulang rangka kita ini kayak rumah, bagian mineralnya itu batu batanya, bagian kolagen itu semennya. Jadi, bayangkan kalau rumah kita cuma batu batanya ditumpuk saja kena angin roboh, supaya kuat maka batu batanya perlu direkatkan satu sama lain dengan menggunakan kolagen. Begitu juga dengan tulang kita,“ kata dia.

Frida menambahkan tulang tidak hanya tumbuh panjang dan tebel, namun juga tumbuh dalam densitas atau kepadatannya. Pada masa remaja, terjadi kenaikan densitas tulang paling tinggi.

Sementara itu, puncak kepadatan tulang terjadi sekitar usia 20–30 tahun, kemudian setelahnya kepadatan tulang akan menurun secara alami.

Terdapat faktor yang berperan memengaruhi kepadatan tulang, seperti faktor genetik yang tidak bisa dimodifikasi. Namun, masih ada faktor yang bisa dimodifikasi, perbaiki, dan optimalkan, seperti memastikan anak mengalami pubertas yang normal.

“Pengaruh dari hormon jadi peningkatan kepadatan tulang yang paling tinggi itu saat remaja, hormon estrogen pada anak perempuan dan hormon testosteron pada anak laki-laki. Kedua, hormon ini merupakan antiosteoporotik yang paling kuat,” tutur Frida.

Tak hanya faktor hormon, aktivitas fisik seperti olahraga juga menjadi faktor yang diperlukan sebagai tekanan mekanik (mechanical force) akan membantu untuk meningkatkan kekuatan tulang.

Menurut Frida, pada anak-anak maupun remaja olahraga yang dianjurkan adalah yang bisa memberikan beban yang berulang repetitif terhadap tulang dan otot. Misalnya, olahraga lari terdapat beban dari ujung kepala sampai ujung kaki. Selain itu, faktor yang berperan terhadap kepadatan tulang adalah nutrisi, di mana ada yang makronutrien dan mikronutrien. Dalam hal ini yang banyak berperan seperti vitamin D, kalsium, mineral hingga fosfat.

“Anaknya nggak boleh gemuk banget, nggak boleh kurus banget. Kalau dari makronutrien itu contohnya karbohidrat, protein. Kalau yang penting sekali untuk tulang vitamin D harus optimal, kemudian kalsiumnya dan mineral yang penting, magnesium, zinc penting,” jelas Frida.

Lebih lanjut Frida menambahkan osteoporosis pada anak pada anak terbagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Pada osteoporosis primer karena ada kelainan bawaan yang disebabkan kelainan genetik, paling sering namanya dikenal osteogenesis imperfecta (OI).

Sedangkan osteoporosis sekunder pada anak bisa disebabkan oleh penyakit tertentu Misalnya, terjadi pada anak penderita leukemia, rheumatoid arthritis, ginjal, dan dengan kelainan endokrin seperti terlambat pubertas.

Menurut Frida, tanda-tanda yang perlu dicurigai bahwa anak itu mengalami OI, seperti dari dalam kandungan pada saat USG anaknya mengalami patah atau tidak tulangnya. “Begitu lahir, akan kelihatan juga tulangnya lebih bengkok-bengkok. Kalau ada keluarga yang punya riwayat yang sama ada kemungkinan bahwa bisa meningkatkan resiko, anak pendek terus kaki atau tungkai, lengannya bengkok-bengkok, itu ada kemungkinan juga bisa OI,” jelas Frida.

sumber : Antara

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research