Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah emiten properti berhasil melampaui target penjualan sepanjang 2024. Hal ini dapat menjadi bekal positif menatap 2025. Lantas, berapa target harga saham emiten properti?
Target harga berdasarkan konsensus Refinitiv diliputi optimisme, kinerja harga saham emiten properti masih memiliki ruang penguatan yang besar pada tahun ini.
Berdasarkan konsensus Refinitiv per 6 Februari 2025, target harga saham PT Bumi Serpong Damai Tbk atau BSDE pada 2025 mencapai 1.375 per saham atau tumbuh 48,65% dibandingkan harga penutupan Rabu (5/2/2025). Sebanyak 7 analis yang dikonsensus Refinitiv, 6 memberikan rekomendasi beli dan sisanya rekomendasi tahan.
Kemudian harga saham PT Summarecon Agung Tbk atau SMRA ditargetkan akan mencapai 820 per saham pada 2025 atau terbang 93% dari harga penutupan terakhir. Semua analis yang ikut dalam konsensus Refinitiv memberikan rekomendasi beli.
Saham CTRA diprediksi akan mencapai 1.495 per saham, atau naik 66,95% dari harga penutupan terakhir. Tujuh analis yang dikonsensus kompak memberikan rekomendasi beli dan satu jual.
Sementara harga saham ASRI diproyeksikan akan mencapai 361 per saham atau memiliki ruang untuk menguat hingga 162% dari harga terakhir.
EMITEN PROPERTI KOMPAK CAPAI TARGET PENJUALAN
Sepanjang 2024, ada tiga emiten yang berhasil melampaui target marketing sales, seperti ASRI (113%), PWON (104%), dan BSDE (102%).
Sebagai investor memperhatikan marketing sales menjadi satu hal penting sebelum investasi di perusahaan properti.
Marketing sales dalam properti merupakan pendapatan yang diterima perusahaan saat proses penjualan. Biasanya ini menjadi uang muka untuk booking awal dari calon pembeli.
Uang itu juga bisa dijadikan pengembang untuk modal awal pengembangan proyek. Jadi, semakin tinggi nilai marketing sales ini tentu semakin baik, karena menentukan kepastian proyek infrastruktur dari perusahaan properti ini berjalan lancar.
Untuk investor, nilai marketing sales ini bisa menjadi gambaran awal dari potensi pendapatan perusahaan ke depan.
Suku Bunga Turun & Insentif Pajak Bawa Angin Segar ke Emiten Properti
Sektor properti menjadi sektor yang paling diuntungkan dalam pemangkasan suku bunga BI. Hal ini dapat memicu tingkat suku bunga KPR menjadi lebih rendah sehingga mendorong daya beli masyarakat terhadap properti.
BI menurunkan suku bunga acuannya (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75% pada hari ini. Ini adalah penurunan suku bunga pertama di tahun ini. Sebelumnya, BI memangkas suku bunga sebesar 25 bps pada September tahun lalu.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan ketika BI menurunkan BI Rate, ini sesuai dengan stance atau pandangan bank sentral 'prostability and progrowth'. Ini pun sejalan dengan masih terbukanya ruang penurunan suku bunga. Melihat dari momentumnya, BI menilai keputusan ini sudah sesuai dengan dinamika yang ada.
Perry pun mengatakan dinamika yang dipantau BI mencakup dinamika global dan dalam negeri. BI, katanya, sudah memperhatikan arah kejelasan kebijakan yang terutama ditempuh pemerintah AS dan Fed Fund Rate (FFR).
Perry mengatakan penurunan FFR pada tahun diyakini hanya sebanyak satu kali. Dari arah ini, BI bisa memperkirakan arah pergerakan dolar indeks (DXY).
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah mengumumkan kelanjutan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian properti pada 2025.
"Bagi kelas menengah, itu pemerintah melanjutkan kembali PPN ditanggung pemerintah untuk properti sampai dengan Rp5 miliar," kata Airlangga dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024). Adapun, insentif tersebut akan diberikan dengan dasar pengenaan PPN DTP sebesar Rp2 miliar, sementara pajak Rp3 miliar dibayarkan.
Insentif pajak tersebut akan diberikan dengan dasar pengenaan PPN DTP sebesar Rp2 miliar, sementara pajak Rp3 miliar dibayarkan.
Pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar atas Rp2 miliar pertama, dengan skema diskon sebesar 100% dan insentif berlaku untuk Januari hingga Juni 2025. Sementara itu, diskon sebesar 50% akan berlaku pada Juli hingga Desember 2025.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.(ras/ras)