Nasib RI: Dihajar Cuaca Ekstrem, Dihujani Sentimen Negatif Tiap Hari

4 weeks ago 21

  • Pasar keuangan Indonesia ditutup di zona merah, IHSG dan rupiah ambruk
  • Bursa Wall Street mengakhiri perdagangan di zona hijau, Dow Jones, Nasdaq dan S&P menguat
  • Perang dagang, data ekonomi AS, dan penundaan efisiensi anggaran akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air kompak mengalami pelemahan baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun rupiah. Derasnya aliran dana asing yang keluar hingga ketidakpastian global menjadi penyebab ambruknya pasar keuangan Tanah Air.

Pergerakan IHSG dan juga rupiah diperkirakan masih volatile pada perdagangan pekan ini mengingat banyaknya sentimen dan data-data ekonomi yang akan rilis. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman tiga pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.

IHSG pada perdagangan kemarin Senin (10/2/2025) ditutup terperosok 1,40% di level di 6.648,14 dengan total transaksi tercatat mencapai Rp 10,38 triliun yang melibatkan 160,57 miliar saham dan ditransaksikan 1,3 juta kali. Dimana 194 saham naik, 308 saham tidak berubah, dan 407 saham mengalami penurunan.

Emiten blue chip raksasa masih menjadi pemberat utama dengan dua emiten milik taipan Prajogo Pangestu juga masih membebani pelemahan perdagangan hari ini.

Emiten telekomunikasi terbesar RI, Telkom Indonesia (TLKM) melemah signifikan atau turun 5,79% yang berkontribusi atas 17,36 indeks poin pelemahan IHSG.

Barito Renewables Energy (BREN) yang sempat melemah nyaris 16% berhasil memangkas koreksi dan ditutup turun 5,34% dan menjadi beban terberat kedua pergerakan IHSG dengan kontribusi koreksi mencapai 14,45 indeks poin.

Kemudian, emiten perbankan juga masih melanjutkan pelemahan dengan Bank Sentral Asia (BBCA) dan Bank Mandiri (BMRI) masih-masing memberikan kontribusi pelemahan 13 indeks poin bagi IHSG.

Lalu ada emiten Prajogo lainnya ikut masuk dalam 5 besar pemberat kinerja IHSG yakni Petrindo Jaya Kreasi (CUAN) yang ditutup ambruk menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) atau melemah 19,87% ke Rp 9.075 per saham. CUAN berkontribusi atas pelemahan IHSG hingga 9,41 indeks poin.

Pelemahan IHSG masih berlanjut seiring dengan keluarnya dana asing yang pada perdagangan akhir pekan lalu keluar (net sell) hingga Rp 650 miliar, setelah sehari sebelumnya asing juga membawa kabur dana hingga Rp 2,38 triliun.

Maraknya dana asing yang ke luar dari pasar modal RI salah satunya disebabkan oleh kinerja yang mengecewakan dari sejumlah perbankan raksasa yang telah melaporkan kinerja keuangan tahun 2024.

Sementara itu, sentimen global masih ikut memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan oleh investor. Presiden AS Donald Trump dikabarkan akan segera mengumumkan tarif baru yang berarti perang dagang akan segera dimulai. Selain itu data inflasi AS juga akan diumumkan pekan ini dan menjadi barometer penting dalam pengambilan keputusan bank sentral AS dalam menetapkan suku bunga acuannya.

Beralih ke rupiah yang kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah sentimen perang dagang AS dengan negara lainnya.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,43% di angka Rp16.340/US$ pada Senin (10/02/2025). Sepanjang kemarini, rupiah tampak tak pernah berada dalam zona penguatan.

Presiden AS, Donald Trump mengatakan pada hari Minggu pekan lalu bahwa ia akan umumkan tarif baru 25% pada Senin atau Selasa pekan ini. Hal ini berlaku untuk semua impor baja dan aluminium ke Paman Sam, dalam perombakan kebijakan "bea masuk logam" besar-besaran yang dirinya lakukan.

Trump, berbicara kepada wartawan di Air Force One dalam perjalanannya ke NFL Super Bowl di New Orleans, juga mengatakan bahwa ia akan mengumumkan tarif timbal balik pada hari Selasa atau Rabu, yang akan berlaku segera. Ia mengatakan AS akan menyamakan tarif yang dikenakan oleh negara lain dan bahwa ini akan berlaku untuk semua negara.

Apabila hal ini benar-benar terjadi, maka DXY berpotensi cenderung berada di level yang cukup tinggi dan berdampak pada rupiah yang tak kunjung lepas dari tekanan.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Senin (10/2/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun tercatat melemah 0,65% di level 6.853 dari perdagangan sebelumnya. Imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN). Begitu pula sebaliknya, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN).

Pages

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research