Jakarta, CNN Indonesia --
Ketua Umum KASBI Sunarno menyebut sekitar 10 ribu demonstran yang tergabung dalam aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) akan menggeruduk Gedung DPR di Jakarta Pusat dalam rangka hari buruh (May Day) 2025 pada Kamis (1/5) besok.
"Semua itu akan ada di DPR, kalau di estimasinya itu kemarin itu baru sekitar 10 ribuan. Tapi kemungkinan itu akan ada penambahan ini banyak ya, tapi kan intinya kami pemberitahuan (ke polisi) kami 10 ribuan lah," kata Sunarno kepada CNNIndonesia.com, Rabu (30/4).
Sunarno menjelaskan aliansi Gebrak berasal dari sejumlah serikat buruh hingga koalisi masyarakat sipil terdiri dari mahasiswa, hingga masyarakat miskin kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan salah satu tuntutan terhadap DPR yang dibawa oleh massa aksi adalah menuntut agar UU Cipta Kerja sesuai dengan putusan MK.
"Artinya kita mendesak kepada DPR agar segera membentuk Undang-undang Ketenagakerjaan yang pro terhadap buruh," ujar dia.
"Kalau kepada pemerintah agar segera dicabut lalu kemudian supaya segera dibentuk Undang-undang pro buruh," sambungnya.
Di sisi lain, Sunarno menjelaskan awalnya Gebrak hendak menggelar aksi demonstrasi May Day di Patung Kuda atau Patung Arjuna Wiwaha simpang Jalan Medan Merdeka Barat lalu bergerak menuju seberang Istana Kepresidenan di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Ia bahkan mengaku sudah sempat melayangkan surat pemberitahuan aksi kepada pihak kepolisian untuk menggelar aksi May Day tersebut. Namun, ia menyebut hal itu batal lantaran serikat buruh lain yang hendak menggelar acara bersama Presiden RI Prabowo Subianto di Monas yang berada di kawasan Medan Merdeka tersebut.
"Ya, cuma kan akhirnya kami pikir ulang lagi, kami rapat lagi ke semua aliansi, 'udah daripada kita konyol-konyolan juga kita gagal May Day malah, ya udah kita geser ke DPR aksinya'," imbuhnya.
Tak hanya itu, Sunarno berharap sikap Gebrak yang enggan bergabung dengan acara May Day bersama Prabowo di Monas tidak dibesar-besarkan.
Ia menegaskan harus ada serikat buruh yang tetap kritis terhadap pemerintah. Terlebih, kata dia, kesejahteraan buruh di Indonesia saat ini masih buruk.
"Kami akan tetap bersuara, demonstrasi, jadi semangat kami di situ. Soal berbeda pandangan beda pilihan saya pikir yang memang harusnya itu dianggap wajar sebagai kebebasan berekspresi," tutur dia.
"Karena kalau enggak ada yang kritik enggak ada yang kritis kan pemerintah akan semakin buruk juga dalam membuat kebijakan ya kira-kira begitu," imbuhnya.
(mab/kid)