Maaf, Belum Ada Kabar Baik! Investor Mesti Waspada Hari Ini

3 months ago 42

  • Pasar keuangan Indonesia hancur lebur pada perdagangan kemarin, IHSG dan rupiah ambruk
  • Wall Street mengakhiri perdagangan beragam, Dow Jones ambruk
  • Ambruknya IHSG dan data ekonomi AS menjadi penggerak market hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup ambruk pada Kamis (06/02/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tergelincir, meskipun Surat Berharga Negara (SBN) tampak diburu investor.

Pasar keuangan domestik diproyeksikan masih akan dipengaruhi oleh sentimen baik dari dalam dan luar negeri pada Jumat (07/02/2025). Selengkapnya mengenai proyeksi bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan kemarin (06/02/2025) ditutup melemah 2,12% ke posisi 6.875,53. IHSG sudah berada di bawah level psikologis 6.900 hingga akhir perdagangan kemarin.

Nilai transaksi indeks kemarin mencapai sekitar Rp 13,75 triliun dengan melibatkan 20 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,43 juta kali. Sebanyak 176 saham menguat, 428 saham melemah, dan 196 saham stagnan.

Sementara dari sisi investor asing, tampak net sell dalam jumlah yang besar yakni Rp2,34 triliun di seluruh pasar.

10 dari 11 indeks sektoral berada di zona merah. Basic Materials merupakan sektor yang terkoreksi paling dalam yakni 2,43%, Financials melemah 2,24%, dan Industrials tergelincir 2,14%.

Sedangkan hanya sektor Healthcare yang menanjak 1,13%

Pelemahan IHSG ini dipicu oleh aksi profit taking dalam di tengah momentum rilis laporan keuangan bank-bank besar Tanah Air. Namun, sentimen laporan keuangan ini bukan satu-satunya yang berpengaruh pada gerak IHSG kemarin. Rilis data PDB Indonesia yang meleset dari target pemerintah ikut menekan laju saham-saham di IHSG.

Hal ini diungkapkan oleh Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih dalam catatannya, Kamis (6/2/2025). Dia mengatakan, kinerja Big Banks mengalami koreksi pada kuartal IV-2024, senada dengan iklim suku bunga tinggi dan lemahnya daya beli. Alhasil, investor asing kabur dan mencatatkan jual bersih di pasar ekuitas senilai Rp 490 miliar yang didominasi oleh Big Banks.

"Sementara, lesunya kondisi ekonomi domestik juga tercermin dari rilis pertumbuhan ekonomi (PDB). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan PDB Indonesia sepanjang tahun 2024 tumbuh 5,03% yoy atau lebih rendah dibandingkan tahun 2023 sebesar 5,05% yoy. Sementara, secara kuartalan (qoq) pada 4Q24 pertumbuhan ekonomi lebih landai sebesar 0,53%, dibandingkan kuartal sebelumnya tumbuh 1,50%," paparnya.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 tumbuh stabil di kisaran 5%, namun jika ditelisik lebih dalam, kondisi ini tidak sepenuhnya baik karena periode 2024 ada pemilihan presiden (pilpres) di awal tahun kemudian dilanjutkan dengan momen pemilihan kepala daerah (pilkada) di akhir tahun.

Ini memberikan harapan bahwa dengan momen penting tersebut, konsumsi masyarakat bisa meningkat secara signifikan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa melesat. Sayangnya, data berkata lain. Target pertumbuhan pemerintah 5,2% meleset. Bahkan, tren pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia setahun penuh pada 2022 dan 2023 tercatat lebih tinggi dibandingkan 2024 yakni masing-masing sebesar 5,31% dan 5,05%.

Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, melambatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu lebih disebabkan menurunnya net ekspor ketimbang tahun lalu. Disebabkan tumbuh tingginya kinerja impor dibanding ekspor pada 2024.

"Satu komponen yang menahan laju pertumbuhan ekspor lebih tinggi adalah dari net ekspor," kata Amalia saat konferensi pers di kantor pusat BPS, Jakarta, Rabu (5/2/2025).

"Karena positifnya (net ekspor) sedikit lebih kecil dibanding 2023 maka sumbangan ke pertumbuhan ekonominya terlihat negatif 0,01%, ini salah satu faktor yang agak menahan dari pertumbuhan lebih tinggi," ucap Amalia.

Beralih ke pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau juga tertekan pada penutupan kemarin sebesar 0,28% dalam sehari ke posisi Rp16.325/US$.

Depresiasi rupiah ini terjadi setelah dua hari sebelumnya secara konsisten mengalami penguatan.

Tekanan terhadap rupiah salah satunya datang dari eksternal, dalam hal ini adalah AS khususnya pasca Rilis data ketenagakerjaan dan PMI sektor jasa di AS pada minggu pertama Februari masih menunjukkan ketahanan kondisi ekonomi AS.

Perusahaan swasta di AS menambah 183 ribu pekerja pada Januari 2025, melampaui perkiraan 150 ribu dan angka Desember 2024 yang direvisi sebesar 176 ribu. Sektor jasa memimpin dengan 190 ribu pekerjaan baru, terutama di perdagangan/transportasi (56 ribu) dan rekreasi/perhotelan (54 ribu). Namun, sektor produksi mencatat penurunan 6 ribu pekerjaan akibat penurunan tenaga kerja di manufaktur (-13 ribu).

Sementara Indeks PMI sektor jasa AS dari ISM turun ke 52,8 pada Januari 2025 dari 54 pada Desember 2024, di bawah perkiraan sebesar 54,3, menandakan ekspansi sektor jasa yang melambat. Penurunan terjadi akibat kenaikan yang lebih kecil pada aktivitas bisnis (54,5) dan pesanan baru (51,3), serta kontraksi persediaan selama tiga bulan berturut-turut (47,5). Namun demikian, lapangan kerja (52,3) dan pesanan ekspor baru (52) tumbuh lebih cepat.

Menanggapi kedua data ini, Bank Mandiri memberikan pandangan bahwa rilis data ketenagakerjaan dan PMI sektor jasa di AS pada minggu pertama Februari masih menunjukkan ketahanan kondisi ekonomi AS, meskipun tantangan suku bunga yang masih ketat memengaruhi kinerja sektor jasa yang sedikit melambat.

Kondisi tersebut diperkirakan menjadi faktor utama yang berpotensi mempertahankan sikap The Fed yang lebih berhati-hati dalam memutuskan suku bunga kebijakan kedepannya.

Selanjutnya, beralih pada imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau turun 0,33% menjadi 6,893%.

Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menunjukkan minat investor untuk masuk ke pasar SBN mengalami peningkatan.

Pages

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research