Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) mengkritik keputusan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang meralat mutasi sejumlah perwira tinggi TNI yang baru diumumkan satu hari.
Co-Founder ISDS Dwi Sasongko menilai hal itu tidak hanya mencerminkan ketidaksiapan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat tertinggi TNI, tetapi juga mengindikasikan potensi masalah sistemik dalam tata kelola di tubuh TNI.
Ia mengatakan mutasi dalam tubuh TNI seharusnya merupakan hasil dari proses yang matang, berdasarkan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja, kebutuhan organisasi, dan pertimbangan strategis jangka panjang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika sebuah keputusan penting seperti ini diralat dalam waktu singkat, muncul kesan bahwa kebijakan tersebut diambil secara terburu-buru, tidak transparan, atau bahkan dipengaruhi oleh kepentingan di luar institusi. Hal ini berpotensi merusak kredibilitas TNI sebagai institusi yang menjunjung tinggi disiplin, ketegasan, dan stabilitas internal," kata Sasongko dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/5).
Selain itu, ia berpendapat kebijakan yang berubah-ubah juga berdampak negatif terhadap moral para perwira dan prajurit.
Ketidakpastian dalam penempatan jabatan dinilai bisa menurunkan motivasi dan memunculkan spekulasi liar di lingkungan internal maupun eksternal.
"Dalam konteks reformasi militer dan profesionalisme TNI, hal ini merupakan kemunduran yang perlu mendapat perhatian serius," ujarnya.
Ia mengatakan peristiwa itu harus menjadi pelajaran serius bagi TNI agar kejadian serupa tidak terulang.
Sasongko mengatakan ada sejumlah hal yang perlu dilakukan. Pertama, memperkuat sistem perencanaan dan evaluasi pengembangan sumber daya manusia (pembinaan karier/binkar) di tubuh TNI.
"Dalam arti, mutasi dan promosi perwira tinggi harus melalui sistem yang terstruktur dan berbasis merit. Perlu ada standar dan indikator yang jelas, transparan, dan terdokumentasi," katanya.
Kedua, TNI menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam mengambil keputusan terkait setiap mutasi yang akan dilakukan.
Ia mengatakan setiap kebijakan strategis yang menyangkut personel harus dikomunikasikan secara terbuka dan disertai penjelasan yang masuk akal kepada masyarakat, terutama untuk menghindari spekulasi politik atau nepotisme.
Ketiga, meningkatkan independensi TNI dari pihak lain untuk kepentingan politik tertentu.
Ia mengingatkan TNI harus tetap berada dalam koridor profesionalisme militer, tidak menjadi alat kekuasaan ataupun tergoda oleh tarik-menarik kepentingan politik.
"Keputusan Panglima harus mencerminkan kepentingan organisasi, bukan personal atau kelompok tertentu," katanya.
Keempat, TNI harus membangun budaya institusi yang konsisten dan profesional. Budaya TNI harus dibangun diatas nilai konsistensi, integritas, dan kehormatan. Setiap kebijakan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kultur organisasi TNI.
"Kelima, memperkuat mekanisme koreksi internal. Jika terjadi kekeliruan dalam pengambilan keputusan, ralat memang bisa menjadi langkah korektif, tetapi harus disertai evaluasi menyeluruh agar tidak terulang. TNI perlu memiliki unit evaluasi internal yang independen dan objektif," katanya.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto sebelumnya meralat mutasi perwira tinggi TNI yang baru satu hari diumumkan.
Agus mengeluarkan Keputusan 554a /IV /2025 tanggal 30 April yang meralat mutasi yang sebelumnya tercantum dalam Surat Keputusan 554 yang ditandatangani 29 April 2025. Dari 237 perwira tinggi, tujuh orang dibatalkan mutasinya.
Diantara pati yang mutasinya diralat adalah Letjen Kunto Arief Wibowo yang tadinya digantikan Laksda Hersan menjadi Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) dibatalkan.
Demikian juga Pangkolinlamil Laksda TNI Krisno Utama tidak jadi dimutasi menjadi Panglima Komando Armada III juga dibatalkan
(fra/fra)