IHSG Jeblok! 3 Tahun Investasi di Saham RI Ternyata Boncos

2 months ago 32

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus terpuruk di zona merah akhir-akhir ini.

Sampai perdagangan Kamis hari ini (13/2/2025), IHSG bertengger di level 6500 yang membuatnya terperosok ke posisi terendah sejak Desember 2021.

Kalau ditarik mundur IHSG kini sudah masuk ke zona merah pergerakan selama tiga tahun sampai minus sekitar 1%.

Artinya, investor yang investasi di pasar saham indonesia selama tiga tahun terakhir ini bisa dibilang banyak yang mengalami boncos dibanding cuan.

Ambruknya bursa saham RI tidak terlepas karena banyak ketidakpastian, baik dari global maupun dari internal.

Dari global, pelaku pasar masih mengantisipasi lanjutan gebrakan Donald Trump pasca dilantik yang telah mengumumkan beberapa kebijakan kontroversional dan proteksionisnya, termasuk pengenaan tarif yang tinggi.

Hal tersebut kemudian memicu aksi balas negara-negara yang dikenai tarif, inilah yang kemudian kita sering sebut perang dagang jilid 2 di era Trump.

Tak sampai di situ, ekonomi AS yang masih solid, pasar tenaga sampai inflasi di sana masih ketat membuat prospek laju cut rate melambat tahun ini. Hal tersebut memicu the greenback dan yield US Treasury tetap kuat.

Sedangkan dari dalam negeri, kami melihat ada anyak kebijakan yang masih trial error di awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sementara kondisi ekonomi juga masih terbilang sulit karena daya beli belum pulih tercermin dari inflasi yang rendah tahun lalu dan Januari tahun ini kita kembali deflasi.

IHSG ambruk ini menjadi respon terhadap banyak tantangan ekonomi saat ini. Hal tersebut juga mengimplikasi ke indeks-indeks acuan seperti IDX30 dan LQ45 yang turun lebib dalam.

Kalau berbicara selama tiga tahun terakhir, IHSG sudah kembali ke zona merah sekitar minus 1%. Untuk indeks IDX30 dan LQ45 masing-masin malah sudah ambles lebih dari 20%.

Indeks acuan yang terkoreksi tak jauh beda dengan beberapa reksadana dan ETF yang mengikutinya. Kami merekap beberapa ETF dan reksadana yang berbasis IDX30 dan LQ45 sebagai berikut :

Dari data di atas terlihat bahwa investasi di pasar saham melalui reksadana atau ETF yang berbasis indeks malah semakin boncos. Rata-rata dalam tiga tahun mayoritas sudah turun belasan persen, hanya ada dua yang tercatat masih di zona positif yaitu KISI IDX Value30 ETF dan Principal Index IDX30 Kelas E.

Sebagai gambaran seberapa kerugian investor jika berinvestasi di instrumen yang berbasis indeks, kami mencoba memberikan analogi dengan modal awal tiga tahun lalu sebesar Rp10 juta yang dimasukkan ke IDX30 dan LQ45.

Menghitung dulu dari IDX30 yang tiga tahun lalu berada di posisi 514 kini menjadi 396,95, sudah anjlok 22,77%. Jika investor berinvestasi Rp10 juta di awal, maka sekarang tinggal Rp7,72 juta.

Sementara itu untuk LQ45 sudah ambles 20,52% dari 962,64 menjadi 765,15. Jika memiliki modal Rp10 juta, kini hanya tersisa Rp7,94 juta.

Sebagai catatan, perhitungan ini hanya gambaran kasar saja. Suatu perusahaan aset manajemen yang mengelola rekasada dan ETF mereka pasti memiliki perhitungan bobot dan pilihan saham yang bervariasi juga.

Selain itu, bergantung pada strategi, kapasitas modal, sampai diversifikasi instrumen atau aset investasi terhadap portofolio yang dimiliki.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut. 

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research