Harganya Rekor 5 Hari Beruntun, Siapa Berani Lawan Keperkasaan Emas?

3 months ago 35

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia lagi-lagi membuat rekor all time high (ATH) dengan semakin mendekati level US$2.900 per troy ons.

Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Rabu (05/02/2025) harga emas dunia menguat 0,81% ke angka US$2.865,09 per troy ons. Harga ini membuat harga emas mencetak rekor selama lima hari beruntun dari Kamis dan Jumat pekan lalu serta Senin, Selasa, dan Rabu pekan ini.

Harga emas juga terbang dalam lima hari beruntun dengan penguatan menembus 3,89%.

Sementara hari ini, Kamis  (06/02/2025) pukul 06.23 WIB, harga emas naik tipis 0,03% ke angka US$2.865,48 per troy ons.

Harga emas terus menguat didukung oleh melemahnya Dolar AS dan turunnya imbal hasil obligasi Treasury AS. Eskalasi perang dagang antara China dan AS mendorong investor untuk beralih ke emas sebagai aset safe-haven.

Dolar AS mulai diobral investor setelah ketegangan perang dagang sedikit reda. Indeks dolar turun menjadi 107,52 dari sebelumnya 107, 96. Sementara itu, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun melemah ke 4,51% dari sebelumnya 4,55%.

Pelemahan dolar AS dan imbal hasil US Treasury berdampak positif ke emas. Pembelian emas dikonversi ke dolar sehingga melemahnya dolar AS membuat emas menjadi makin murah untuk dibeli sehingga pembelian meningkat.

Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga melemahnya imbal hasil US Treasury membuat emas menarik.

"Emas terus dipengaruhi oleh ketidakpastian perdagangan... tarif dengan China dan pembalasan yang terjadi membuat pasar dalam ketegangan, sehingga aliran investasi aman tetap menjadi faktor dominan," kata Peter Grant, wakil presiden dan kepala strategi logam di Zaner Metals, kepada Reuters.

Retorika dan kebijakan Presiden AS Donald Trump terus menjadi pendorong utama investor untuk berinvestasi pada emas, yang kini berada di wilayah harga tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Para pedagang mengincar batas psikologis US$2.900. Data ekonomi menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja tetap solid, setelah laporan ADP Employment Change Januari mengungkapkan bahwa sektor swasta merekrut lebih banyak pekerja dari yang diperkirakan.

Namun, tidak semua data ekonomi memberikan gambaran positif. Indeks aktivitas bisnis dari S&P Global dan Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan bahwa sektor jasa mulai melambat.

Sementara itu, pejabat Federal Reserve (The Fed) mengungkapkan ketidakpastian mereka mengenai dampak tarif terhadap inflasi. Presiden The Fed Chicago, Austan Goolsbee, memperingatkan bahwa mengabaikan potensi dampak tarif bisa menjadi kesalahan.

"Jika kita melihat inflasi meningkat atau stagnasi kemajuan pada 2025, The Fed akan menghadapi kesulitan untuk menentukan apakah inflasi berasal dari overheating ekonomi atau dari dampak tarif," kata Goolsbee.

Di tengah ketidakpastian ini, Trump menunda tarif 25% untuk Meksiko dan Kanada selama 30 hari tetapi tetap menerapkan bea masuk 10% pada China. Ketidakpastian ini terus membuat investor waspada terhadap potensi gangguan pada perdagangan global. Oleh karena itu, mereka terus mencari perlindungan dalam logam mulia, sekaligus mengurangi eksposur terhadap Dolar AS.

Kemarin, AS melaporkan sektor swasta  menambah 183 ribu pekerja  pada Januari 2025, lebih tinggi dari revisi naik 176 ribu pada Desember 2024 dan melebihi perkiraan sebanyak 150 ribu."

"Penyerapan tenaga kerja akan menjadi fokus penting minggu ini... tetapi saya rasa tidak ada yang akan secara signifikan mempengaruhi ekspektasi Fed terhadap kebijakan, kecuali jika itu benar-benar sangat berbeda," kata Grant.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(rev/rev)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research