Harga Emas Pecah Rekor Lagi, Apa Kabar Saham-nya?

3 months ago 34

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas acuan dunia (XAU) lagi-lagi mencetak rekor sepanjang masa. Akankah harga saham di sektor logam mulia ini juga akan mengikuti?

Merujuk data Refinitiv, harga emas (XAU) pada perdagangan Jumat hari ini (7/2/2025) per pukul 12.00 WIB berada di US$ 2.865,81 per troy ons, sejak pembukaan menguat 0,34%.

Jika level penguatan tersebut bertahan sampai akhir sesi, harga emas akan kembali pecah rekor tertinggi sepanjang masa, melampaui rekor pada kemarin lusa atau Rabu (5/2/2025) di posisi penutupan US$ 2.865,09 per troy ons.

​​

Permintaan terhadap emas masih akan moncer pada tahun ini sebagai aset sefe haven atau lindung nilai terhadap kondisi global yang penuh ketidakpastian.

Dua raksasa perbankan global, Citigroup dan UBS, secara resmi menaikkan proyeksi harga emas mereka untuk 2025 pada Kamis (6/2/2025).

Citigroup menargetkan harga emas jangka pendek akan mencapai US$3.000 per ons dalam tiga bulan ke depan, naik dari proyeksi sebelumnya sebesar US$2.800 per ons yang telah terlampaui minggu lalu.

Sedangkan rata-rata 2025: Target harga rata-rata untuk tahun 2025 direvisi naik menjadi US$2.900 per ons.

Sementara proyeksi 6-12 Bulan: Tetap di angka US$3.000 per ons tanpa perubahan.

Menurut para analis Citi, "Pasar bullish emas diperkirakan akan terus berlanjut di era Trump 2.0, dengan perang dagang dan ketegangan geopolitik yang memperkuat tren diversifikasi cadangan dan de-dolarisasi, serta mendukung permintaan emas dari sektor resmi pasar negara berkembang (EM)."

Citigroup menambahkan bahwa penguatan dolar AS mendorong bank sentral untuk meningkatkan kepemilikan emas guna mendukung stabilitas mata uang mereka sendiri. Investor juga diperkirakan akan terus membeli emas fisik dan Exchange-Traded Funds (ETF) berbasis emas.

Akankah Saham Emas Mengikuti?

Dengan harga emas yang moncer, perusahaan yang memiliki bisnis logam mulia ini akan diuntungkan. Akankah harga saham-nya juga ikut terbang?

Kami melihat ada beberapa emiten emas yang diuntungkan seiring dengan kenaikan harga komoditasnya, diantaranya PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).

Namun, faktanya kenaikan harga emas, ternyata tidak selalu diapresiasi oleh harga sahamnya. Berikut terlihat bahwa dari empat emiten yang kami pantau, hanya BRMS saja yang mencatatkan kenaikan harga saham moncer.

Dalam setahun terakhir ini, saham MDKA malah sudah anjlok lebih dari 40%, kemudian diikuti ARCI nyaris 25%, sementara ANTM koreksi moderat sekitar 2%.

Melihat data historis harga saham, BRMS jadi yang paling leading ternyata punya sensitif yang cukup tinggi terhadap porsi pendapatan dari segmen emas.

BRMS mencatat porsi pendapatan dari emas mencapai 98,01%, ini didapatkan melalui tiga anak usaha yang memiliki tambang emas yakni PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA), PT Bhumi Satu Inti, dan PT Elang Mulia Abadi Sempurna

Sementara, untuk ARCI meskipun gerak harga sahamnya relatif laggard, ternyata punya pendapatan 100% dari mengelola bisnis emas yang berasal dari tambang Emas Toka Tindung yang berlokasi di Sulawesi Utara.

Kemudian ada ANTM dengan porsi pendapatan emas sebanyak 81,69%. Berbeda dengan dua teratas yang mengandalkan tambang emas, untuk ANTM pendapatan emas malah banyak didapatkan dari trading.

Jika melihat dalam laporan keuangan ANTM hingga akhir Juni 2024, tercatat beban pokok untuk pembelian emas mencapai Rp17,61 triliun, sementara penjualan dari emas mencapai Rp18,82 triliun.

Terakhir emiten yang menjual emas dengan porsi paling buncit ada MDKA sebesar 10,93%.

Perlu dicatat, untuk data MDKA yang ditarik masih menggunakan data hingga kuartal I/2024. Porsi pendapatan emasnya terpantau mengalami penyusutan cukup drastis.

Pantauan CNBC Indonesia pada akhir September 2023, MDKA masih mencatat kontribusi ke emas pendapatan lebih dari 50%. Jika ditelisik penyusutan pendapatan segmen emas terjadi karena kontribusi dari nikel melonjak signifikan, lebih dari 211% secara tahunan (yoy), dari US$ 142,73 juat menjadi U$ 444,22 juta.

Penjualan nikel yang meroket membuat porsinya terhadap pendapatan menjadi cukup signifikan, mencapai 82,10%.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research