Harga Batu Bara Makin Menderita Karena India, Masa Depan Suram

4 weeks ago 20

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali terkoreksi karena melemahnya permintaan dari India dan persetujuan empat tambang batu bara di Australia.

Dilansir dari Refinitiv, harga batu bara pada 11 Februari 2025 tercatat sebesar US$106,7/ton atau turun 1,88% dibandingkan penutupan perdagangan 10 Februari 2025 yang sebesar US$108,75/ton.

Posisi harga batu bara kali ini merupakan yang terendah sejak Mei 2021 atau sekitar 3,5 tahun terakhir.

Melemahnya permintaan dari India menjadi pemicu utama dari pelemahan batu bara. Dikutip dari Reuters,

Impor batubara termal India diperkirakan akan turun untuk tahun selama dua tahun berturut-turut pada 2025. Impor turun karena penurunan ketergantungan pada batubara untuk pembangkit listrik, melambatnya aktivitas ekonomi, dan stok yang mencapai level tertinggi.

Semua enam pedagang batubara India dan internasional yang diwawancarai Reuters di konferensi Coaltrans India di New Delhi memperkirakan pengiriman batu bara akan menurun tahun ini.
Tiga pedagang memperkirakan impor akan merosot sekitar 10% menjadi sekitar 155 juta ton metrik. Dua lainnya memperkirakan penurunan sebesar 1-2%, sementara seorang pedagang memprediksi penurunan sebesar 7-8%. Tidak ada pedagang yang ingin diidentifikasi karena mereka tidak berwenang untuk berbicara kepada media.

India adalah importir terbesar batu bara di dunia setelah China sehingga perkembangan di negara tersebut sangat menentukan harga.

Prospek suram India datang setelah China juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai kelebihan pasokan batubara global

Data dari konsultan Bigmint menunjukkan impor batubara pembangkit listrik India turun sekitar 2% menjadi 173 juta ton metrik pada 2024. Impor jeblok karena melonjaknya produksi oleh penambang batubara terbesar di dunia, Coal India (COAL.NS), yang mendorong stok di pembangkit listrik mencapai rekor tertinggi.

Peningkatan produksi oleh Coal India telah membantu India mengurangi ketergantungannya pada impor sebesar 5,5 poin persentase dalam satu dekade menjadi 20,5% pada 2024, menurut data dari perusahaan perdagangan batubara India, I-Energy.
Penurunan impor juga didorong oleh meningkatnya permintaan akan petcoke oleh industri semen, karena pasar yang sensitif terhadap harga lebih memilih alternatif yang lebih murah, menurut data tersebut.
"Pada 2025, sektor semen diperkirakan akan lebih mengutamakan petcoke dibandingkan batubara termal karena harga yang lebih kompetitif," kata Vasudev Pamnani, direktur I-Energy, dalam presentasinya, menambahkan bahwa peningkatan produksi oleh penambang swasta juga mengakibatkan pengurangan pembelian oleh para pedagang, dikutip dari Reuters.

Selain india, kebijakan Australia juga ikut menekan harga batu bara.

Dilansir dari esdnews.com, Pemerintah Federal setujui empat tambang batu bara baru dan mengabaikan kapasitas produksi serta prospek ekspor energi Australia. Pembukaan tambang ini bisa menambah pasokan di tengah melambatnya permintaan sehingga harga bisa tertekan.

Keputusan terbaru pemerintah federal untuk menyetujui empat pengembangan tambang batu bara baru dinilai tidak mempertimbangkan kapasitas produksi batu bara yang sudah ada di Australia serta prospek pasar ekspor energi ke depannya.

Pada September dan Desember 2024, Menteri Lingkungan Hidup dan Air Federal menyetujui tujuh proyek pengembangan batu bara baru. Keputusan ini muncul meskipun ada studi terbaru di Galilee Basin, Queensland, yang menunjukkan bahwa proyek tambang batu bara tidak akan menguntungkan karena biaya tinggi dan menurunnya permintaan ekspor dari Asia.

Pemerintah federal Australia sebenarnya tidak perlu menyetujui ekspansi tambang batu bara baru untuk meningkatkan produksi tahunan. Tanpa persetujuan proyek tambang tambahan, Australia tetap bisa meningkatkan produksi batu bara tahunan rata-rata hingga 55%, atau sekitar 214 juta ton per tahun (Mtpa) batu bara run-of-mine (ROM).

Rincian Kapasitas Produksi Saat Ini:

· Batu bara termal: 106 Mtpa

· Batu bara metalurgi: 108 Mtpa

· Total kapasitas: 214 Mtpa

Jumlah ini masih jauh melampaui proyeksi permintaan ekspor batu bara Australia yang diperkirakan oleh pemerintah federal, terutama mengingat penurunan permintaan global karena pergeseran ke energi terbarukan.

Saat ini, Pemerintah dihadapkan pada keputusan penting terkait risiko:

· Peningkatan emisi metana dari tambang baru yang berkontribusi besar terhadap perubahan iklim.

· Tantangan rehabilitasi tambang yang mahal dan rumit setelah tambang ditutup.

Ke depan, pemerintah perlu menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan lingkungan, memastikan bahwa kebijakan energi sejalan dengan komitmen iklim global dan keberlanjutan jangka panjang.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research