Gegara Dicontohkan Pejabat, Warga RI Doyan Pungli-Minta Jatah Proyek

1 week ago 10

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pengusaha resah atas maraknya pungutan liar (pungli) di berbagai proyek di Indonesia. Sebab pungli dengan nominal bervariasi hingga ratusan juta membuat para pengusaha mengeluarkan biaya lebih dan tak memiliki kepastian berbisnis. 

"Jadi nggak jelas dan kadang-kadang yang bikin ngeselin tuh justru selain istilahnya ormas-ormas gitu, tokoh-tokoh masyarakat juga begitu juga ikutan juga malah, bukannya menenangkan malah minta, itu sebenarnya nggak bagus ya karena itu jadi kebiasaan," Ujar Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) sekaligus Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani kepada CNBC Indonesia, Jumat (28/2/2025).

Pungli di Indonesia terjadi bukan belakangan ini, tetapi berakar dari zaman kerajaan kuno. Artinya, selama ribuan tahun pungli tak pernah pergi dan sudah mendarah daging di Indonesia. Kebiasaan warga meminta pungli, atau terkadang secara sukarela memberi pungli, terjadi akibat kebiasaan buruk pejabat era kuno silam.

Sejarawan Onghokham dalam Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang (2003) menyebut, akar sejarah pungli berasal dari sistem pembiayaan negara tradisional, yakni kerajaan-kerajaan Indonesia dari Majapahit sampai ke Mataram dan kesultanan-kesultanan lain di kepulauan ini. Awalnya, bermula dari kebijakan raja yang tidak memberi gaji kepada pejabat.

Para pejabat di kerajaan tradisional hanya diberi tanah, petani, atau hak-hak khusus seperti memungut upeti dan bea-cukai. Artinya, pejabat harus mencari uang sendiri. Masalahnya, pemberian raja tersebut tak mencukupi kebutuhan pejabat sehari-hari. 

Maka, pejabat pun harus mencari uang sendiri. Caranya lewat menarik biaya dari rakyat di setiap urusan. Padahal, penarikan tersebut tergolong ilegal atau tidak ada aturannya.  Hal demikian sekarang disebut pungutan liar. 

"Staf atau pegawai para pejabat itu juga sedikit-banyak otonom dalam keuangan. Mereka harus mencari nafkah sendiri dari kedudukannya itu," tulis Onghokham.

Pelayan bupati, misalnya, sering menerima uang dari orang lain atau pegawai rendah yang mengurus jabatan. Lalu, bupati juga sering meminta "jatah" kepada para penjual di pasar. Atas dasar ini, terkadang para pejabat sering lebih kaya dibanding rajanya. Ketika raja datang, misalnya, pejabat menjamu raja jauh lebih mewah dibanding raja itu sendiri.

Sayang, ketika kerajaan kuno runtuh dan zaman terus berganti, cara demikian tak ikut hilang. Malah mendarah daging menjadi kelaziman yang harus dilakukan seseorang. Ada kepercayaan bahwa pejabat tetap melakukan pungli atau korupsi karena gaji terlalu rendah. Namun, faktanya gaji tinggi pun tak menghapus pungli oleh pejabat. 

Dari awalnya dilakukan oleh pejabat, pungli kini dilakukan juga warga biasa dan berbagai macam organisasi masyarakat (Ormas) ke pihak berkepentingan. 


(mfa/mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Next Article Menteri Ini Orang Pertama RI yang Dihukum Mati Usai Korupsi Rp97 M

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research