Jakarta, CNBC Indonesia - Betapa beruntungnya dua orang pria berusia 30-an tahun, yakni Bruno Theodorus Bik dan Jan Martinus. Tanpa perlu kerja keras, mereka mendadak kaya raya usai tertimpa 'durian runtuh' karena menerima warisan melimpah dari paman yang tak punya keturunan.
Paman pemberi warisan itu adalah miliarder Jakarta (dulu Batavia), yakni Jannus Theodorus Bik (1796-1875). Jannus adalah perantau asal Belanda yang datang ke Batavia sekitar 1810-an demi memperbaiki nasib. Dia datang bersama kakaknya, Andrianus Johannes Bik, dan memulai pekerjaan di wilayah baru sebagai pelukis untuk pemerintah Hindia Belanda.
Kelak, kepiawaian dalam menggambar membuat pemerintah kolonial menjadikan Theodorus sebagai andalan dan dianggap sebagai salah satu maestro. Bahkan, pelukis ternama Indonesia, Raden Saleh, menjadikan Theodorus sebagai guru lukis.
Dari sini dia mulai memupuk kekayaan dari upah menggambar berbagai macam objek. Mulai dari alam, benda mati, hingga manusia. Untungnya, Theodorus termasuk orang yang pandai mengelola uang. Alih-alih dihamburkan, penghasilan setiap bulan dipakai untuk membeli tanah.
Dalam Almanak van Nederlandsch-Indië (1900), Theodorus tercatat sebagai pemilik tanah atau tuan tanah di beberapa wilayah Batavia dan sekitarnya. Dia punya tanah di Tanah Abang, Pondok Gede, Cilebut, Ciluar, dan Cisarua. Seluruh tanah itu dimanfaatkan untuk perkebunan, seperti padi, kopi, dan teh.
Kepemilikan tanah dan aktivitas perkebunan praktis membuat pria kelahiran 1796 ini sangat kaya raya dan menjadi salah satu orang terkaya di Batavia. Terlebih, pada 1840-an, kekayaan Theodorus makin meningkat usai menikahi janda dari pengusaha kaya, Van Riemswijk, yakni Wilhelmina Reynira Martens.
Namun, pernikahan dengan Wilhelmina tak menghasilkan keturunan. Atas dasar ini, sekitar tahun 1870-an, Theodorus memilih membagikan harta warisan kepada keponakan alias anak dari adiknya, yakni Bruno Theodorus Bik dan Jan Martinus. Saat mendapat warisan, Bruno Bik dan Martinus baru berusia 30-an tahun.
Keduanya mendapat tanah di Cisarua seluas 17.500 bau alias 14.000 hektar. Bruno kemudian mengurus tanah seluas 9.000 bau. Sementara sisanya diurus Martinus. Di tangan keduanya tanah warisan itu berkembang sangat baik.
Bruno Theodorus Bik, misalnya. Dalam koran Bataviaasch Niewsblad (14 Juni 1930) diberitakan, Bruno membiarkan petani-petani lokal menggarap hasil kebun dari tanahnya. Dia sama sekali tak melakukan intervensi atau memberikan tekanan kepada para petani lokal asalkan hasilnya sama-sama menguntungkan.
Namun, Bruno tidak semata-mata mengejar keuntungan bisnis. Hal ini dibuktikan lewat keputusannya untuk tidak memperluas lahan perkebunan dengan membuka hutan secara berlebihan. Selain itu, dia juga dikenal aktif dalam kegiatan filantropi.
Tercatat, dia pernah menyumbangkan dana untuk pembangunan rumah sakit dan masjid. Atas dasar ini, penduduk lokal sangat menghormati Bruno sebagai orang Belanda yang baik hati.
Baik Bruno Theodorus Bik dan Jan Martinus sama-sama menguasai tanah Cisarua selama 50 tahun. Menurut buku Genealogische en Heraldische Gedenkwaardigheden Betreffende Europeanen op Java (1935), Bruno wafat di Cisarua pada 31 Maret 1921. Sementara Martinus meninggal lima tahun kemudian pada 15 Maret 1926.
Sepeninggal keduanya, tanah warisan tersebut dikelola lebih lanjut oleh masing-masing keturunan, sebelum akhirnya dijual lagi ke beberapa pihak.
(mfa/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global
Next Article Orang Terkaya Makkah Pilih Hidup Miskin, Takut Dosa Punya Harta Banyak