Cerita Zaman Soekarno-Soeharto, Saat Warga Antre Demi Minyak Tanah

1 day ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa hari terakhir terlihat antrean panjang pembelian gas LPG 3 Kg oleh warga di sejumlah agen dan pangkalan resmi. Ini terjadi imbas kebijakan baru pemerintah ihwal pelarangan penjualan LPG ke pengecer sejak 1 Februari 2025. 

Fenomena antrean warga untuk mendapatkan sumber energi guna kebutuhan sehari-hari sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Sejarah mencatat fenomena ini pernah terjadi di berbagai era kepresidenan meski sumber energi yang dicari berbeda. Kini gas LPG 3 Kg, dahulu minyak tanah.

Antrean warga untuk mendapatkan sumber energi tercatat pertama kali terjadi di era Presiden Soekarno. Ini terjadi karena ekonomi Indonesia berada dalam keterpurukan.

Sepanjang dekade 1960-an, pemerintah menghadapi tingginya inflasi imbas kegagalan pengelolaan anggaran. Saat itu, Inflasi mencapai 196% dan meroket hingga 600% pada 1966. Dampaknya membuat harga bahan-bahan pokok melonjak tinggi dan menghilang di pasaran alias menjadi langka, termasuk minyak tanah.

Sastrawan Asahan Alham dalam autobiografi Perang dan Kembang (2001) bersaksi, bahwa di kota-kota besar warga jadi tak bisa memasak karena kompor tidak ada bahan bakar imbas kelangkaan minyak tanah. Warga pun mencari ke berbagai tempat untuk mendapat minyak tanah. Sekalipun tersedia, harus mengantre panjang. 

"Aku pernah antre untuk membeli minyak tanah dan setelah tiga hari berturut-turut baru dapat. Sedangkan minyak yang disediakan negara sangat terbatas," ujar Asahan Alham.

Senada dengan Asahan, kesaksian lain juga diungkap aktivis Rum Aly dalam Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966 Mitos dan Dilema (2006). Menurut Aly, di seluruh Indonesia, terdapat antrean minyak tanah. Warga harus mengantre lama dan hanya dijatah 3-4 liter per satu rumah. 

"Pada tahun 1963 itu, di seluruh Indonesia, demikian pula di Bandung, untuk memperoleh minyak tanah 3-4 liter, masyarakat mulai harus antre di RT-RT dengan membawa kartu keluarga," aku Rum Aly.

Akibatnya dapur-dapur warga tak lagi berasap karena kompornya tidak menyala. Lebih parah lagi, kondisi ini tak hanya terjadi 1-2 hari saja, tetapi bertahun-tahun sampai Presiden Soekarno lengser pada tahun 1966. 

Meski begitu, bukan berarti antrean warga memperoleh minyak tanah tidak terjadi di era Presiden Soeharto (1966-1998). Masa-masa sulit itu terjadi ketika krisis ekonomi tahun 1997/1998 yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto pada Mei 1998. 

Sejak pertengahan 1997, sendi-sendi ekonomi Indonesia mulai rusak terdampak krisis. Inflasi meroket, harga-harga melonjak tinggi, PHK merajalela, dan sektor usaha mengalami kemunduran drastis. Pada saat bersamaan, kebutuhan pokok masyarakat tiba-tiba raib dan langka di pasaran, termasuk juga minyak tanah . 

A. Makmur Makka dalam Sidang Kabinet Terakhir Orde Baru (2008) menceritakan, kelangkaan ini membuat di beberapa daerah banyak ditemukan antrian minyak tanah, minyak goreng, beras, dan kebutuhan pokok lain. Untuk memperoleh itu, warga harus antre sambil membawa jerigen minyak berjam-jam. Sampai akhirnya, fenomena ini berangsur-angsur reda seiring pergantian kekuasaan dan kestabilan ekonomi negara. 

Kini, memang tak ada lagi antrean minyak tanah karena sumber energi mayoritas warga sudah dikonversi ke LPG. Meski begitu, antrean warga mengantre LPG 3 Kg belakangan membuktikan bahwa ini bukan sesuatu yang baru dan menjadi tantangan bagi pemerintah. 


(mfa/mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Next Article Calon Menteri Ini Siap Ditembak Mati Jika Gagal Urus RI

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research