Banyak Orang Sukses Punya Tampang Cantik dan Ganteng, Kok Bisa?

1 month ago 16

Jakarta, CNBC Indonesia - Meski ada ungkapan 'jangan menilai buku dari sampulnya', nyatanya, penampilan adalah satu hal yang memunculkan kesan pertama. Hal ini pun berlaku di ranah pekerjaan atau profesional.

Meski penilaian terhadap penampilan bersifat relatif, faktanya ada kemutlakan yang terjadi berkat berpenampilan menarik. Riset menunjukkan bahwa berpenampilan menarik atau good looking bisa membuat orang lebih sukses dibanding orang dengan tampang biasa-biasa saja, dari mulai asmara, ekonomi, dan karir.

Inilah yang disebut sebagai beauty privilege atau dalam ilmu psikologi disebut lookism, bentuk diskriminasi berdasarkan penampilan fisik.

Soal ini sudah banyak lusinan penelitian yang membahasnya dan semuanya bermuara pada satu hasil serupa, yakni orang good looking memang lebih mendapat keistimewaan dalam menjalani kehidupan. Salah satu riset berjudul "The Labor Market Return to an Attractive Face" (2012) menunjukkan keistimewaan ini di dunia kerja.

Diketahui ketika peneliti mengirimkan 11.000 CV disertai foto pelamar ke berbagai lowongan pekerjaan, semuanya memiliki tingkat daya tarik berbeda. Mereka yang cantik atau tampan memiliki peluang lebih besar untuk melanjutkan ke tahap berikutnya dan berpeluang besar pula untuk lolos sampai tahap akhir.

Hal ini berbeda dengan orang berpenampilan biasa saja atau yang tidak melampirkan foto, mereka harus rela proses rekruitmennya tidak dilanjutkan. Lalu, masih mengutip riset sama, saat bekerja pun para karyawan good looking berpeluang besar untuk tidak dipecat. Artinya, mereka yang tidak menarik secara penampilan sudah berada di 'pinggir jurang' karena bakal dipecat perusahaan.

Sedangkan di industri hiburan fenomena ini jauh lebih berdampak dan mengakar. Dalam laporan Vice, mereka yang cantik atau ganteng lebih bisa menarik perhatian orang, sehingga fokus orang pun menjadi berubah.

Dari sebelumnya fokus kepada isi, lantas berubah kepada orangnya. Alhasil, konten-konten mereka lebih cepat viral dalam semalam. Pada titik inilah paras fisik rupawan pada akhirnya sukses menghipnotis publik meskipun isi konten yang bersangkutan bisa diperdebatkan kualitasnya.

Parahnya lagi, karena tampang cakep itu, publik menjadi lupa bahwa kita tidak bisa sama sekali melihat orang hanya dari fisiknya saja. Ini seringkali terjadi di sosial media.

Misalkan ada orang X yang berparas biasa saja terkena kasus. Banyak netizen yang mencibir dan menghujat tingkah lakunya. Namun, apabila ada orang berparas ganteng atau cantik tersandung suatu kasus, maka sikap netizen akan berbeda. Biasanya netizen tidak begitu galak dan terkadang membela orang itu karena hanya dia ganteng.

Razia Potong Rambut di SMAN 70, Jakarta, Kamis, 25/5. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)Foto: Razia Potong Rambut di SMAN 70, Jakarta, Kamis, 25/5. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Razia Potong Rambut di SMAN 70, Jakarta, Kamis, 25/5. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Apa Penyebabnya?

Sebenarnya penyebab dari fenomena ini adalah anggapan masyarakat sendiri soal wajah tampan atau cantik pada diri seseorang. Masyarakat yang punya standar kecantikan atau ketampanan tertentu membuat mereka secara tidak langsung melahirkan klasifikasi soal orang menawan atau tidak. Padahal, lagi-lagi, pandangan ini bersifat subjektif, yang artinya tidak ada ketentuan khusus untuk menggolongkan mana orang yang good looking atau tidak.

Sedangkan dari sisi psikologis penyebab ini dikatakan sebagai Efek Halo. Ahli neuropsikologi dari University of California, Judy Ho, kepada Vice, menuturkan bahwa Efek Halo menimbulkan bias kognitif. Jadi, ketika melihat orang ganteng atau cantik sebagai sesuatu yang menonjol di dirinya, maka orang akan melihat positif orang itu secara keseluruhan.

Maksudnya begini. Misalkan Farah memiliki wajah cantik dan berpenampilan rapih. Ketika melihat penampilan Farah, biasanya orang akan memandang dan menjadi si paling mengetahui bahwa Farah itu adalah orang yang cerdas, baik, positif, punya banyak teman, dan lain sebagainya.

Padahal, orang tersebut baru pertama kali bertemu Farah, sehingga pandangan tersebut bisa saja salah. Lalu bagaimana bisa orang itu melihat Farah punya segudang hal positif? Inilah yang dimaksud Judy sebagai Efek Halo.

"Efek Halo berarti jika ada satu sifat baik dalam diri seseorang, Anda kemudian mengasosiasikan banyak sifat baik lainnya dengan sifat baik pertama tersebut. Mengelompokkan sifat-sifat positif-dengan asumsi orang cantik juga orang baik-adalah cara lain pikiran manusia mencoba memahami dunia yang bersangkutan," kata Judy.

Efek ini memang sangat bias dan berdampak negatif. Meski begitu, sangat sulit untuk menghilangkan pandangan 'keadilan sosial bagi seluruh rakyat good looking' karena ini berkaitan dengan psikologis bawah sadar seseorang.


(wur)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Industri Kecantikan Kian Glowing, Produk Lokal Tampil Global

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research