Jakarta, CNBC Indonesia - Para arkeolog kembali menemukan sisa-sisa perjuangan sekelompok penghuni rumah kecil yang kini dikenal sebagai House of Elle and Frisso. Hal ini seolah membuka kembali momen tragis di Pompeii pada masa lalu.
Rumah ini menyimpan jejak haru dari upaya terakhir keluarga di House of Elle and Frisso. Arkeolog mengungkap bahwa mereka mencoba bertahan dengan membarikade pintu rumah namun tak bisa luput terjangan awan panas Gunung Vesuvius yang meletus pada tahun 79 Masehi.
Sebuah domus Romawi berukuran sedang di Via del Vesuvio, berisi ruangan-ruangan yang didekorasi dengan mewah, termasuk atrium dengan impluvium (bak air hujan), triclinium (ruang makan), dan kamar tidur.
Rumah tersebut dinamai demikian karena sebuah fresko di triclinium yang menggambarkan adegan mitologis Phrixus dan saudara perempuannya, Helle.
Karya seni tersebut, yang menggambarkan jatuhnya Helle ke laut secara tragis saat melarikan diri dengan seekor domba jantan bersayap, kemungkinan dipilih untuk menandakan kecanggihan dan status budaya pemilik rumah tersebut. Menjadi penanda kalangan kelas menengah atas di Pompeii.
Di dalam ruangan tersebut, para arkeolog menemukan sisa-sisa kerangka setidaknya empat orang, termasuk seorang anak. Di samping sisa-sisa kerangka anak tersebut terdapat bulla perunggu-sejenis jimat yang dikenakan anak laki-laki Romawi hingga mereka dewasa. Keberadaan benda ini merupakan pengingat yang jelas akan nyawa yang tiba-tiba hilang.
Mekanisme bertahan keluarga itu saat batu vulkanik kecil yang berapi-api-jatuh melalui lubang di atap di atas atrium. Saat puing-puing vulkanik memenuhi rumah, penghuninya berlindung di kamar tidur dan membarikade pintu dengan tempat tidur kayu.
Direktur Taman Arkeologi Pompeii Gabriel Zuchtriegel mengatakan usaha keluarga itu membarikade pintu kamar dengan tempat tidur kayu berakhir sia-sia karena aliran piroklastik atau awan panas yang membawa material vulkanik bersuhu antara 180 dan 360 derajat Celsius memenuhi ruangan.
"Menggali Pompeii dan mengunjunginya berarti menghadapi keindahan seni tetapi juga kerapuhan hidup kita. Di rumah kecil yang dihias dengan baik ini, kami menemukan jejak para penghuni yang mencoba menyelamatkan diri, menghalangi pintu masuk sebuah ruangan kecil dengan tempat tidur. Mereka tidak selamat. Akhirnya, aliran piroklastik tiba-gelombang abu panas yang dahsyat yang memenuhi setiap ruangan," tutur Zuchtriegel.
Bentuk tempat tidur ini kemudian dipulihkan dengan pengecoran plester, sebuah metode yang mengisi ruang yang ditinggalkan oleh bahan organik yang membusuk.
Di antara artefak lain yang ditemukan di lokasi tersebut adalah amfora, guci gerabah bertelinga dua, yang digunakan untuk menyimpan saus ikan fermentasi yang disukai orang Romawi. Ditemukan pula seperangkat peralatan dapur perunggu yang bagus: sendok sayur, kendi bergagang tunggal, wadah berbentuk keranjang, dan cangkir berbentuk kerang. Beberapa disimpan dengan rapi di bawah tangga yang digunakan sebagai dapur.
Penggalian tersebut juga mengungkap bahwa rumah tersebut sedang mengalami renovasi saat letusan terjadi. Ambang pintu yang hilang, area yang tidak dihias, dan tanda-tanda potongan pada pasangan bata semuanya menunjukkan adanya pekerjaan yang sedang berlangsung. Hal ini membuktikan bahwa meskipun ada gangguan, keluarga tersebut memilih untuk tetap tinggal.
Artikel selengkapnya >>> Klik di sini
(miq/miq)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Efek Domino Perang Dagang ke Bisnis Parfum Lokal
Next Article Mahkota Emas dari Perang Dunia II Ditemukan di Bawah Tangga