- Pasar keuangan Indonesia berakhir di zona merah, IHSG dan rupiah ambruk
- Wall Street bergerak beragam di tengah wait and see pasar menunggu kebijakan tarif dan inflasi AS
- Inflasi AS dan kebijakan Amerika serta laporan keuangan menjadi penggerak pasar keuangan hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri kembali kompak mengalami pelemahan baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun rupiah pada perdagangan kemarin. Posisi pasar keuangan yang tidak kondusif ini masih disebabkan oleh anjloknya saham-saham blue chip karena derasnya dana asing yang masih keluar dari pasar keuangan tanah air.
Pergerakan IHSG dan juga rupiah diperkirakan masih volatile pada perdagangan pekan ini mengingat banyaknya sentimen dan data-data ekonomi yang akan rilis. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman tiga pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.
IHSG Pada akhir perdagangan Selasa (11/2/2025), IHSG ditutup anjlok 1,75% di level di 6.531,99 dengan total transaksi tercatat mencapai Rp 12,69 triliun yang melibatkan 16,94 miliar saham yang ditransaksikan 1,28 juta kali. Sebanyak 171 saham naik, 424 turun, dan 198 stagnan.
Guncangan pasar modal RI masih datang dari tertekannya saham-saham blue chip dan arus dana asing yang keluar masih terus deras terjadi.
Investor asing kembali melakukan lego besar-besaran, dengan penjualan bersih sebesar Rp921,07 miliar di seluruh pasar pada perdagangan kemarin, Senin (10/2/2025). Rinciannya, sebesar Rp875,22 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp45,84 miliar di pasar negosiasi dan tunai.
Sementara pada Jumat pekan lalu dana asing keluar (net sell) hingga Rp 650 miliar, setelah sehari sebelumnya pada Kamis asing juga membawa kabur dana hingga Rp 2,38 triliun.
Artinya dalam tiga hari perdagangan terakhir, investor asing sudah mengobral Rp 3,95 triliun saham emiten RI.
Nyaris seluruh sektor bergerak di zona merah, dengan pelemahan terbesar terjadi di sektor infrastruktur (-2,35%), energi (-1,36%) dan properti (-1,2%).
Saham perbankan dan blue chip masih menjadi pemberat utama pergerakan IHSG pada Selasa (11/2/2025). Adapun 5 saham laggard adalah Barito Renewables Energy (BREN), Telkom Indonesia (TLKM), Amman Mineral Internasional (AMMN), Bank Mandiri (BMRI) dan Chandra Asri Pacific (TPIA).
Sementara itu, sentimen global masih ikut memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan oleh investor. Presiden AS Donald Trump dikabarkan akan segera mengumumkan tarif baru yang berarti perang dagang akan segera dimulai. Selain itu data inflasi AS juga akan diumumkan pekan ini dan menjadi barometer penting dalam pengambilan keputusan bank sentral AS dalam menetapkan suku bunga acuannya.
Beralih ke rupiah yang kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah sentimen dari Presiden AS, Donald Trump perihal tarif.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,18% di angka Rp16.370/US$ pada perdagangan Selasa (11/02/2025). Posisi ini merupakan yang terparah sejak 3 Februari 2025 atau sekitar satu pekan terakhir.
Koreksi yang terjadi pada mata uang Garuda terjadi di tengah ancaman tarif baru untuk semua impor baja dan aluminium yang digaungkan Trump.
Trump menjanjikan tarif 25% untuk semua impor baja dan aluminium.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto menuturkan kepada CNBC Indonesia bahwa sentimen pelemahan rupiah ini masih terkait dengan kebijakan Presiden AS Donald Trump.
Menurut Edi, hampir semua mata uang Asia mengalami pelemahan terhadap dolar AS, bahkan mata uang negara utama pun melemah terhadap dolar AS.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Selasa (11/2/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun tercatat melemah 0,53% di level 6.817 dari perdagangan sebelumnya. Imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN). Begitu pula sebaliknya, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN).
Pages