Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau merana pada pekan ini, di mana IHSG ambruk dalam tiga hari perdagangan di pekan ini dan hanya mampu menguat sekali saja.
Sepanjang pekan ini, indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ambruk 5,16% secara point-to-point (ptp). Kinerja IHSG pada pekan ini lebih buruk dari pekan lalu yang hanya melemah 0,79%.
Memburuknya IHSG sudah terjadi dua hari menjelang akhir pekan ini, yakni pada Kamis lalu yang ditutup ambruk 2,12% di posisi 6.875,54 dan pada Jumat kemarin yang anjlok 1,93% di 6.742,58. Posisi terakhir IHSG menjadi yang terendah sejak 19 Juni 2024.
Bila dihitung dalam sepekan maka penurunan IHSG menjadi yang terparah sejak 13 Mei 2022 dalam sepekan/seminggu atau dua tahun lebih di mana IHSG pada saat itu jatuh hingga 8,73%.
Sementara itu di kawasan Asia-Pasifik, IHSG menjadi yang terburuk sepanjang pekan ini. Adapun bursa Asia-Pasifik yang terkoreksi selain IHSG yakni SET Thailand, Nikkei 225 Jepang, ASX 200 Australia, dan TAIEX Taiwan.
Sementara untuk PSE Filipina dan Hang Seng Hong Kong menjadi juaranya, di mana keduanya melesat lebih dari 4% sepanjang pekan ini
Ada beberapa penyebab IHSG merana parah di pekan ini. Berikut ini penyebabnya
1. Outflow Asing yang Masih Besar
Penyebab pertama yakni kaburnya dana asing dari pasar modal RI. Paling parah yakni pada Kamis lalu, di mana asing mencatatkan aksi jual (net sell) hingga Rp 2,3 triliun.
Sepanjang pekan ini, asing terpantau mencatatkan penjualan bersih (net sell) atau outflow hingga mencapai Rp 3 triliun di seluruh pasar. Adapun rinciannya yakni sebesar Rp 3,06 triliun di pasar reguler, namun di pasar tunai dan negosiasi asing mencatatkan net buy cukup kecil yakni mencapai Rp 60,32 miliar.
2. Dampak Dari Ketegangan Perang Dagang AS-China
Selain itu, kebijakan Trump yang kontroversial membuat pelaku pasar berhati-hati. Termasuk kebijakan yang memicu perang dagang jilid dua.
Situasi dan kondisi saat ini memang sedang tidak menguntungkan bagi investor. Meskipun Kanada dan Meksiko mengalami penundaan, tapi tidak dengan China. Negeri Tirai Bambu kemudian membalas tarif impor tersebut.
3. Kondisi Ekonomi Dalam Negeri
Dari dalam negeri, lesunya perekonomian di 2024 turut menjadi penyebab IHSG ambruk pada pekan ini. Lesunya kondisi ekonomi domestik juga tercermin dari rilis pertumbuhan ekonomi (PDB). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan PDB Indonesia sepanjang tahun 2024 tumbuh 5,03% yoy atau lebih rendah dibandingkan tahun 2023 sebesar 5,05% yoy. Sementara, secara kuartalan (qoq) pada 4Q24 pertumbuhan ekonomi lebih landai sebesar 0,53%, dibandingkan kuartal sebelumnya tumbuh 1,50%.
Plt. Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan komponen pengeluaran yang berkontribusi besar ke PDB adalah konsumsi rumah tangga (RT) dengan kontribusi 53,71% yang tumbuh 4,98%. Kemudian, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi mencatat kontribusi sebesar 30,12% dan pertumbuhannya mencapai 5,03%.
"Jika dilihat dari sumber pertumbuhan kuartal IV-2024 konsumsirumah tangga masih menjadi sumber pertumbuhan pada sisi pengeluaran yaitu sebesar 2,62%," ujar Amalia dalam konferensi pers BPS, Rabu (5/2/2025).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 tumbuh stabil di kisaran 5%, namun jika ditelisik lebih dalam, kondisi ini tidak sepenuhnya baik karena periode 2024 ada pemilihan presiden (pilpres) di awal tahun kemudian dilanjutkan dengan momen pemilihan kepala daerah (pilkada) di akhir tahun.
Ini memberikan harapan bahwa dengan momen penting tersebut, konsumsi masyarakat bisa meningkat secara signifikan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa melesat.
Sayangnya, data berkata lain. Target pertumbuhan pemerintah 5,2% meleset. Bahkan, tren pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia setahun penuh pada 2022 dan 2023 tercatat lebih tinggi dibandingkan 2024 yakni masing-masing sebesar 5,31% dan 5,05%.
Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia setahun penuh pada 2022 dan 2023 tercatat lebih tinggi dibandingkan 2024 yakni masing-masing sebesar 5,31% dan 5,05%.
4. Kata Analis Soal IHSG Ambruk
Barra Kukuh Mamia, Ekonom dari Bank Central Asia (BCA) melihat akibat dari penurunan IHSG ini adalah efek dari rilis data terbaru pertumbuhan ekonomi RI dan aliran deras dana asing yang masih berlanjut.
"Setelah data GDP dan rilis data beberapa bank, sepertinya beberapa investor asing memilih untuk mengurangi porsinya ke Indonesia" ungkap Barra kepada CNBC Indonesia pada Kamis (6/2/2025).
Sementara menurut Rully Wisnubroto, Senior Ekonom dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia juga sependapat dengan aliran dana asing yang masih banyak keluar, terutama ke saham-saham perbankan besar.
"Terutama dari asing yang cukup agresif melakukan aksi jual, sepertinya masih banyak tekanan jual terhadap saham-saham perbankan dari kemarin" terangnya kepada CNBC Indonesia pada Kamis (6/2/2025).
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.(chd/chd)