Trumpcession Hantui Dunia: Begini Dampaknya ke RI Jika AS Resesi

1 day ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia tengah dilanda Kekhawatiran akan terjadinya Trumpcession. Dampak Trumpcession dikhawatirkan tidak hanya di Amerika Serikat (AS) tetapi juga meluas ke penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Trumpcession merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan resesi ekonomi atau penurunan ekonomi yang diperkirakan terjadi selama atau sebagai dampak dari kebijakan ekonomi yang diimplementasikan oleh Presiden AS Donald Trump.

Istilah ini menggabungkan nama "Trump" dengan "recession" (resesi) dan sering digunakan dalam diskusi mengenai kemungkinan dampak ekonomi negatif akibat kebijakan-kebijakan pemerintahannya, seperti pemotongan pajak, perang dagang, dan deregulasi.

Kekhawatiran resesi juga muncul setelah model GDPNow dari Atlanta Fed menunjukkan ekonomi AS akan terkontraksi.

Salah satu proyeksi resesi AS muncul pasca perkiraan model GDPNow pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil AS pada kuartal I- 2025 (disesuaikan secara musiman dalam tingkat tahunan) berada di -2,4% per 6 Maret, naik dari -2,8% pada 3 Maret.

Apabila hal ini benar terjadi dan diikuti dengan kontraksi pada kuartal II-2025, maka secara teknis, AS akan mengalami resesi dan berdampak buruk bagi global.

Fed AtlantaFoto: FED GDPNow Estimation for Q1 2025
Sumber: FED Atlanta

Dengan status sebagai motor ekonomi nomor satu di dunia, perkembangan ekonomi di AS akan sangat menentukan pertumbuhan ekonomi di negara lainnya, termasuk Indonesia.

Sebagai catatan, terakhir kali AS mengalami resesi adalah pada awal 2020 di mana terjadi gelombang Covid-19. AS juga pernah mengalami resesi parah pada 2009 saat dihantam Krisis Subprime Mortgage.

RI Bisa Kena Getahnya

Resesi AS bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui ekspor, investasi, nilai tukar, dan pasar keuangan.

Namun, dampaknya tergantung pada seberapa parah resesi di AS dan bagaimana kebijakan pemerintah Indonesia merespons, seperti melalui stimulus fiskal, kebijakan moneter, atau insentif investasi.

1. Ekspor

Ketika terjadi perlambatan ekonomi AS, maka negara-negara lainnya pun dapat mengalami perlambatan termasuk Indonesia yang diikuti dengan menurunnya jumlah ekspor barang Indonesia ke AS.

Permintaan yang cukup rendah dari AS akan mengganggu aktivitas bisnis di Indonesia yang berujung pada sulitnya perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Di saat AS mengalami resesi, ekspor Indonesia ke AS mengalami penurunan khususnya pada 2009 yakni dari US$13,03 miliar menjadi US$10,85 miliar.

Namun cukup berbeda dengan 2020 yang justru mengalami kenaikan dan pada 2023 atau satu tahun setelah resesi, ekspor Indonesia mengalami penurunan menjadi US$23,34 miliar dari yang sebelumnya US$28,18 miliar.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru untuk periode Januari 2025 menunjukkan bahwa nilai ekspor nonmigas Indonesia ke AS sebanyak US$2,34 miliar atau turun dibandingkan Desember 2024 yang tercatat sebesar US$2,46 miliar.

Apabila ekonomi AS terganggu, maka bukan tidak mungkin penurunan jumlah ekspor Indonesia ke AS mengalami penurunan dalam beberapa bulan mendatang.

2. Penanaman Modal Asing (PMA) AS

Investasi AS di Indonesia lewat Penanaman Modal Asing (PMA) yang dicatat oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga mengalami penurunan ketika AS mengalami resesi yakni pada 2020.

Pada 2020, PMA AS ke Indonesia hanya sebesar US$0,75 miliar atau menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sempat menyentuh nyaris US$1 miliar.

Namun ketika AS keluar dari resesi, PMA AS ke Indonesia melonjak dengan sangat signifikan yakni sebesar 237% menjadi US$2,53 miliar pada 2022.

3. Rupiah Terpuruk

Resesi di AS ternyata dapat berdampak buruk bagi nilai tukar rupiah. Hal ini dapat terlihat jelas ketika 2009 maupun 2020 disaat rupiah mengalami overshoot dengan pelemahan yang signifikan dan dalam waktu singkat.

Dilansir dari Refinitiv, pada September 2008, rupiah masih berada di level Rp9.000an/US$. Namun pada November 2008, rupiah menyentuh level Rp12.000/US$.

Hal ini terjadi kembali pada Februari 2020 ketika rupiah masih cukup stabil bergerak dalam rentang Rp13.600-14.000/US$ dan kemudian ambruk hingga menyentuh Rp16.550/US$ pada Maret 2020.

4. Harga Barang Bisa Melonjak

Jika rupiah melemah, harga barang impor akan naik, mendorong inflasi domestik.

Bukti konkret dapat terlihat pada 2008 ketika inflasi Indonesia secara (month to month/mtm) mengalami kenaikan bahkan sempat menyentuh 2,42% mtm pada Juni 2008.

Kemudian pada kuartal III-2009, inflasi Indonesia juga menanjak secara bulanan dan menyentuh 1,05% pada September 2009.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research