Jakarta, CNBC Indonesia- Aktivitas manufaktur Indonesia terbang pada Januari 2025. Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Senin (3/2/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 51,9, Angka ini adalah yang tertinggi sejak Mei 2024 atau delapan bulan terakhir.
Angka ini memastikan PMI Indonesia kembali ke jalur ekspansif setelah terkontraksi selama lima bulan.
Seperti diketahui, PMI Manufaktur Indonesia sempat mengalami kontraksi selama lima bulan beruntun yakni pada Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), Oktober (49,2), dan November 2024 (49,6)
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
Paul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, mengatakan:menjelaskan sektor manufaktur Indonesia berkembang lebih cepat pada Januari didorong oleh peningkatan tajam dalam produksi serta tingginya ekspektasi akan perbaikan ke depan.
"Selain itu, (PMI) mencerminkan keyakinan yang terus berlanjut terhadap prospek ke depan, dengan produksi yang diperkirakan akan meningkat seiring dengan membaiknya permintaan pasar di tahun yang akan datang," tutur Paul Smith dikutip dari website resmi S&P.
Perbaikan PMI juga terlihat dari adanya perbaikan dalam pertumbuhan output manufaktur. Produksi kini telah meningkat selama tiga bulan berturut-turut.
Peningkatan volume pesanan baru telah membantu mendukung produksi. Data terbaru kembali menunjukkan ekspansi yang solid meskipun ada sedikit perlambatan dalam pesanan baru.
"Permintaan pasar dilaporkan meningkat, terutama baik dari domestik maupun internasional, dengan perusahaan melaporkan kenaikan bulanan kedua secara berturut-turut dalam ekspor," tulis S&P.
Produsen mampu meningkatkan persediaan barang jadi selama tujuh bulan berturut-turut pada Januari. Perusahaan juga masih melaporkan adanya keinginan untuk menimbun persediaan gudang dalam rangka mengantisipasi penjualan yang lebih tinggi di bulan-bulan mendatang.
Alasan ini mendorong akumulasi stok bahan baku serta peningkatan aktivitas pembelian di awal 2025. Dalam 12 bulan mendatang, secara rata-rata perusahaan memperkirakan adanya ekspansi produksi di pabrik mereka.
Stabilitas dalam permintaan pasar dan ekonomi secara umum diperkirakan akan mendukung penjualan dan produksi di tahun mendatang.
Perusahaan Mulai Menambah Tenaga Kerja
Menurut S&P, perusahaan-perusahaan menambah jumlah tenaga kerja. Perusahaan melakukan perekrutan pada Januari dan menambah jumlah tenaga kerja mereka untuk bulan kedua berturut-turut karena percaya bisnis akan lebih baik ke depan.
Penambahan tenaga kerja ini menjadi kabar baik bagi pemerintahan Prabowo Subianto. Pasalnya, isu pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik sangat gencar dari pertengahan 2024 hingga akhir 2024.
Selain itu, tingkat penambahan tenaga kerja meningkat ke level tertinggi dalam dua setengah tahun. Namun, hal ini masih belum cukup untuk mencegah terjadinya peningkatan dalam pekerjaan yang tertunda.
"Perusahaan-perusahaan juga meningkatkan aktivitas pembelian. Itu mencerminkan tingkat keyakinan yang wajar terhadap prospek ke depan, mereka memperkuat tingkat persediaan di pabrik-pabrik mereka," imbuhnya.
S&P menjelaskan kenaikan permintaan bahan baku memberi tekanan kenaikan pada harga bahan baku tetapi inflasi tetap nyaman berada di bawah level tren.
Perusahaan-perusahaan tetap berhati-hati dalam meneruskan biaya yang lebih tinggi kepada klien mereka meskipun ada sedikit peningkatan dalam biaya produksi sepanjang bulan ini.
Di sisi harga, inflasi biaya input tetap terlihat signifikan pada Januari meskipun turun ke level terendah dalam tiga bulan. S&P mencatat adanya kenaikan harga bahan baku yang meluas.
Namun, inflasi biaya tetap terlihat signifikan, di tengah kenaikan harga bahan baku yang meluas, tetapi biaya produksi hanya meningkat secara moderat karena beberapa perusahaan berusaha mendorong penjualan melalui pemberian diskon.
(mae/mae)