Jakarta, CNBC Indonesia - Perjalanan pasar keuangan pada pekan terakhir berhasil ditutup sumringah sebelum libur panjang lebaran Idul Adha. Baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ataupun Rupiah sama-sama bergerak di zona penguatan. Meskipun pada perdagangan pekan ini hanya kembali berjalan 4 hari perdagangan, namun beberapa masih terdapat beberapa sentimen yang menjadi pendorong pergerakan pasar keuangan pekan ini.
Pada perdagangan Kamis (5/6/2025) kemarin, IHSG ditutup di zona hijau dengan naik 0,63% di level 7.113,42. Penguatan tersebut menjadikan penguatan IHSG selama 2 hari beruntun usai penurunan tajam selama 3 hari sebelumnya.
Begitu juga dengan rupiah yang berakhir menguat 0,09% di level Rp16.270/US$1. Penguatan terjadi usai 2 hari beruntun melemah.
Ekspor China Merosot, Neraca Dagang Surplus
Pertumbuhan ekspor China tidak memenuhi ekspektasi pada bulan Mei, terseret oleh penurunan tajam dalam pengiriman ke AS, dimana para analis mengatakan dampak gencatan senjata perdagangan Beijing-Washington akan terlihat pada data bulan Juni.
Ekspor China ke AS anjlok 34,5% dari tahun lalu, menandai penurunan paling tajam sejak Februari 2020, menurut Wind Information, ketika pandemi Covid-19 mengganggu perdagangan. Impor dari AS turun lebih dari 18%, dan surplus perdagangan China dengan Amerika menyusut 41,55% tahun ke tahun menjadi US$18 miliar.
Ekspor secara keseluruhan naik 4,8% bulan lalu dalam dolar AS dari tahun sebelumnya, data bea cukai menunjukkan pada hari Senin, kurang dari perkiraan jajak pendapat Reuters sebesar 5%.
Impor anjlok 3,4% pada bulan Mei dari tahun sebelumnya, penurunan drastis dibandingkan dengan ekspektasi ekonom sebesar 0,9%. Impor telah menurun tahun ini, sebagian besar disebabkan oleh permintaan domestik yang lesu.
Hal itu sebagian besar diimbangi oleh pengirimannya ke blok Asia Tenggara, yang melonjak hampir 15% dari tahun sebelumnya, dan pengiriman ke negara-negara Uni Eropa dan Afrika, yang masing-masing naik 12% dan lebih dari 33%.
Total surplus perdagangan China meningkat 25% dari tahun sebelumnya menjadi US$103,2 miliar pada bulan Mei 2025.
China masih Deflasi
Data inflasi CPI China masih menunjukkan deflasi sebesar -0,1% (yoy) pada bulan Mei.
Inflasi pangan tetap menjadi hambatan utama pada CPI utama, tercatat pada -0,4% (yoy). Banyak produk pangan kini mengalami deflasi (yoy), dengan sayuran segar (-8,3%) dan telur (-3,5%) memimpin. Harga daging babi (3,1%) telah mendorong inflasi pangan selama 12 bulan terakhir. Tidak mengherankan jika tren penurunan tersebut juga berubah menjadi deflasi dalam beberapa bulan mendatang.
Inflasi nonpangan tetap datar pada 0,0% YoY pada bulan Mei, juga tidak berubah dari bulan April. Hambatan besar pada inflasi nonpangan adalah pada transportasi dan komunikasi (-4,3%), yang menampilkan penurunan pada fasilitas transportasi (-3,4%) dan bahan bakar (-12,9%). Sewa (-0,1%) juga tetap deflasi selama sebelas bulan berturut-turut. Hal ini mengimbangi inflasi yang masih positif di sebagian besar kategori inflasi non-pangan lainnya, seperti pakaian (1,5%), pendidikan, budaya, dan hiburan (0,9%), dan perawatan kesehatan (0,3%).
Inflasi indeks harga produsen secara mengejutkan tetap berkontraksi selama 32 bulan berturut-turut, mencapai titik terendah dalam 22 bulan sebesar -3,3% (yoy) pada bulan Mei. Pelemahan terjadi secara luas, dengan sebagian besar kategori harga produsen mengalami deflasi.
Data bulan Mei menunjukkan bahwa tekanan deflasi masih signifikan, meskipun data bulan ini tidak banyak mencerminkan paket pelonggaran moneter Bank Rakyat China (PBoC) bulan lalu. Investor perlu mencermati data beberapa bulan ke depan untuk melihat apakah pelonggaran membantu mendorong CPI kembali ke wilayah positif. Namun, sulit untuk membayangkan kenaikan yang signifikan, karena sentimen konsumen domestik masih lemah dan tarif dapat menyebabkan tekanan deflasi lebih lanjut.
Tekanan deflasi yang terus-menerus dikombinasikan dengan tanda-tanda perlambatan ekonomi dapat memungkinkan PBOC untuk melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut di akhir tahun. Namun, pemotongan berikutnya dapat memakan waktu karena PBOC mungkin memilih untuk mengamati tren ekonomi selama beberapa bulan. Jika data terus bertahan dengan relatif baik, kemungkinan besar akan terjadi pemotongan suku bunga nanti.
Cadangan Devisa Indonesia
Pada Selasa (10/6/2025), Bank Indonesia (BI) akan segera merilis data cadangan devisa Indonesia periode Mei 2025. Sebelumnya, BI melaporkan cadangan devisa per akhir April sebesar US$ 152,5 miliar. Realisasi ini turun tajam sebesar US$4,6 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
Anjloknya cadangan devisa dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai respons Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang makin tinggi.
Posisi cadangan devisa pada akhir April 2025 setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Cadangan tersebut dinilai mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Ke depan, BI memandang posisi cadangan devisa memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal sejalan dengan tetap terjaganya prospek ekspor, neraca transaksi modal dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus, serta persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik. BI terus meningkatkan sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal guna menjaga stabilitas perekonomian untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Penjualan Mobil Indonesia
Pada Rabu (11/6/2025), terdapat rilis data penjualan mobil periode Mei 2025. Sebelumnya, penjualan mobil di Indonesia pada bulan April 2025 mengalami penurunan, tercatat sebanyak 51.205 unit secara wholesales, turun 27,8% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 70.895 unit. Penurunan ini menjadi yang terburuk dalam 12 bulan terakhir, terutama dipengaruhi oleh libur panjang Idul Fitri.
Penjualan retail atau penjualan dari diler ke konsumen juga turun 3,2% secara tahunan (yoy), dari 58.890 unit pada April 2024 menjadi 57.031 unit pada April 2025. Secara keseluruhan, penurunan penjualan mobil di Indonesia pada April 2025 menunjukkan adanya dampak negatif dari libur panjang Idul Fitri terhadap aktivitas penjualan.
Inflasi AS
Masih di hari yang sama Rabu (11/6/2025), Amerika Serikat (AS) akan merilis data inflasi periode Mei 2025. Sebelumnya,tingkat inflasi tahunan mencapai 2,3% pada bulan April, lebih rendah dari yang diharapkan dan terendah sejak 2021.
Hal ini disebabkan karena tarif Presiden AS Donald Trump baru saja mulai menghantam ekonomi AS yang melambat, menurut laporan Departemen Tenaga Kerja.
Indeks harga konsumen, yang mengukur biaya untuk berbagai macam barang dan jasa, naik 0,2% yang disesuaikan secara musiman untuk bulan tersebut, menjadikan tingkat inflasi 12 bulan pada 2,3%, terendah sejak Februari 2021, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja. Pembacaan bulanan sejalan dengan estimasi konsensus Dow Jones sementara 12 bulan sedikit di bawah perkiraan sebesar 2,4%.
Tidak termasuk harga pangan dan energi yang bergejolak, CPI inti juga meningkat 0,2% untuk bulan tersebut, sementara level tahun ke tahun adalah 2,8%. Perkiraannya masing-masing adalah 0,3% dan 2,8%.
Penjualan Motor Indonesia
Berlanjut pada esok harinya Kamis (12/6/2025), terdapat rilis data penjualan sepeda motor Indonesia periode Mei 2025. Sebelumnya, penjualan sepeda motor di Indonesia pada April 2025 mengalami penurunan sebesar 24,9% dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu Maret 2025 yang mencapai 541.684 unit. Penjualan mencapai 406.691 unit, yang juga lebih rendah dibandingkan penjualan April 2024, yaitu 419.136 unit.
Total penjualan sepeda motor di Indonesia selama Januari-April 2025 mencapai 2.089.953 unit, sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (2.154.226 unit).
Penurunan penjualan motor baru diprediksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perubahan pajak kendaraan bermotor, libur panjang Idul Fitri, dan potensi dampak dari kondisi ekonomi.
Kepercayaan Konsumen Indonesia
Masih di hari yang sama Kamis (12/6/2025), Bank Indonesia (BI) akan merilis data kepercayaan konsumen Indonesia periode Mei 2025. Sebelumnya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia pada April 2025 menunjukkan peningkatan tipis, mencapai 121,7, naik dari 121,1 pada Maret 2025. Ini menunjukkan bahwa keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap optimis meskipun ada sedikit penurunan dalam ekspektasi konsumen.
Peningkatan IKK didorong oleh peningkatan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE). IKE tercatat sebesar 113,7 pada April 2025, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 110,6. Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) juga tetap di level optimis, yaitu 129,8, meskipun sedikit menurun dari bulan sebelumnya sebesar 131,7.
Secara spasial, sejumlah besar kota mencatatkan peningkatan IKE, dengan peningkatan terbesar terjadi di Kota Bandung (16,2 poin), diikuti Palembang (9,7 poin) dan Jakarta (4,1 poin). Di sisi lain, beberapa kota mengalami penurunan IEK, seperti Bandar Lampung (turun 24,8 poin), Palembang (turun 14,8 poin), dan Denpasar (turun 13,1 poin).
Indeks Harga Produsen AS
Masih berlanjut di hari yang sama Kamis (12/6/2025), AS akan segera merilis data Indeks Harga Produsen (IHP) periode Mei 2025. Sebelumnya, pada periode April 2025, Indeks Harga Produsen (IHP) AS untuk permintaan akhir turun secara tak terduga sebesar 0,5%, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja.
Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan tajam dalam biaya layanan, khususnya dalam layanan perdagangan. Peningkatan tahunan untuk 12 bulan yang berakhir pada bulan April 2025 adalah sebesar 2,4%, tetapi indeks untuk permintaan akhir dikurangi makanan, energi, dan layanan perdagangan naik sebesar 2,9%.
Penjualan Ritel Indonesia
Dan menutup akhir pekan pada Jumat (13/6/2025), Bank Indonesia (BI) akan merilis data penjualan ritel Indonesia periode April 2025. Penjualan ritel di Indonesia diproyeksikan mengalami kontraksi pada bulan April 2025, setelah mengalami pertumbuhan positif pada bulan-bulan sebelumnya. Indeks Penjualan Riil (IPR) April 2025 diperkirakan mencapai 231,1, atau terkontraksi sebesar 2,2% secara tahunan.
Sementara itu, penjualan eceran diprakirakan mengalami kontraksi sebesar 6,9% secara bulanan (mtm). Kontraksi ini dipengaruhi oleh normalisasi permintaan masyarakat setelah berakhirnya periode Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.
Sebelumnya pada periode Maret 2025, penjualan ritel di Indonesia tumbuh sebesar 5,5% secara tahunan. Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi dalam 7 bulan terakhir.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)