Dunia Tunggu The Fed, RI Deg-Degan Menanti Pengumuman BI dan Purbaya

6 hours ago 1

  • Pasar Keuangan Indonesia berakhir beragam, IHSG menguat sedangkan rupiah tertekan dan yield obligasi tenor 10 tahun RI naik.
  • Wall Street melemah menjelang keputusan The Fed
  • Keputusan suku bunga BI akan menjadi sorotan dan diperkirakan dapat menentukan arah pergerakan IHSG, rupiah, hingga SBN.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kembali ditutup bervariasi pada perdagangan kemarin, Selasa (16/9/2025) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melanjutkan penguatan, rupiah justru tertekan, sementara itu Surat Berharga Negara (SBN) masih diminati investor.

Pasar keuangan Tanah Air hari ini, Rabu (17/9/2025) akan bergerak volatile bagi IHSG, rupiah, maupun SBN. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan kemarin, Selasa (16/9/2025) ditutup menguat 0,26% ke level 7.957,69.

Nilai transaksi IHSG pada Selasa (16/9/2025), mencapai Rp16,03 triliun dengan melibatkan 44,45 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 2,19 juta kali. Sebanyak 330 saham terapresiasi, 320 melemah, dan 152 saham stagnan.

Dari sisi investor asing, terpantau melakukan net sell sebesar Rp374,5 miliar di seluruh pasar.

Sebanyak enam dari sebelas sektor ditutup di zona penguatan dengan sektor teknologi memimpin dengan kenaiakan 2,45%, kemudian diikuti oleh sektor consumer non cyclical dengan penguatan 2,24%, kemudian sektor kesehatan 1,52%.

Sementara itu, sektor consumer cyclical mengalami pelemahan 0,77%, diikuti oleh sektor keuangan 0,55%, serta ulitas yang terkoreksi 0,43%.

Melihat dari sisi emiten, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menjadi penyumbang terbesar dalam penguatan IHSG dengan bobot 17,25 indeks poin. Kemudian diikuti oleh PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) 8,01 indeks poin dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan bobot 4,56 indeks poin.

Di sisi sebaliknya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi penahan terbesar dalam kenaikan IHSG kemarin dengan bobot 7,14 indeks poin, yang diikuti oleh PT Elang Mahkota Teknologi TBK (EMTK) 4,8 indeks poin.

Selain itu, lima bank Himbara yang baru saja menerima likuiditas dari pemerintah kompak mengalami pelemahan.

Pelemahan terbesar dipegang PT Bank Tabungan Negara (BBTN) yang terkoreksi 3,24%, diikuti oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) 1,49%, serta PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 1,10%. Sementara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) masing-masing mengalami koreksi 0,24% dan 0,90%.

Beralih ke pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Selasa (16/9/2025) ditutup tertekan 0,18% ke posisi Rp16.435/US$.

Hal ini cukup mengejutkan, lantaran sejak pembukaan hingga menjelang penutupan rupiah masih terpantau menguat, bahkan sempat menyentuh level Rp16.358/US$. Namun, menjelang akhir sesi, rupiah berbalik arah dan terkoreksi hanya beberapa menit sebelum perdagangan ditutup.

Pergerakan rupiah pada kemarin tidak sejalan dengan indeks dolar AS yang tengah mengalami pelemahan.

Indeks dolar (DXY) tertekan seiring meningkatnya keyakinan investor bahwa The Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga acuan dalam rapat The Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung 16-17 September 2025. Keputusan tersebut akan diumumkan Rabu malam waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.

Selain itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menekan Ketua The Fed Jerome Powell untuk melakukan pemangkasan suku bunga yang lebih besar dengan alasan pelemahan sektor perumahan.

Data pasar tenaga kerja AS yang terus melemah dalam beberapa pekan terakhir juga semakin memperkuat spekulasi pelonggaran moneter bank sentral AS, sehingga menekan dolar AS lebih dalam.

Dari dalam negeri, pelaku pasar tengah menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang akan diumumkan hari ini, Rabu (17/9/2025).

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, imbas hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau turun 0,05% menjadi 6,332%. Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turutn berarti harga obligasi naik, hal ini menandakan bahwa investor tampak melakukan aksi beli.

Pages

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research