- Pasar keuangan Indonesia ambruk pekan lalu, IHSG dan rupiah sangat tertekan karena beragam sentimen
- Wall Street mengakhiri perdagangan do zona hijau pada akhir pekan lalu
- Sentimen pekan ini akan dibayangi oleh RUPS, pengumuman susunan kabinet serta sentimen libur panjang lebaran
Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan Indonesia kembali mengalami tekanan sepanjang pekan lalu (18-22 Maret 2025). Pasar saham anjlok cukup dalam, rupiah melemah, dan pasar obligasi masih tertekan di tengah meningkatnya volatilitas global serta minimnya sentimen positif dari dalam negeri.
Pekan ini, pergerakan pasar diperkirakan tetap fluktuatif, dengan fokus utama tertuju pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bank Himabara serta sentimen libur lebaran. Selengkapnya mengenai sentimen pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan lalu anjlok 3,95% ke level 6.258,18 hingga penutupan Jumat (21/3/2025). Koreksi ini memperpanjang tren negatif sepanjang 2025, dengan IHSG telah melemah 11,61% sejak awal tahun. Bahkan, pada perdagangan Selasa (18/3/2025), IHSG sempat mengalami trading halt setelah turun hingga 7,11% ke level 6.011,84.
Asing terus menarik dananya dari pasar saham domestik. Net Foreign Sell selama sebulan terakhir mencapai Rp19,85 triliun, sementara sepanjang tahun ini dana asing yang keluar telah mencapai Rp30,82 triliun. Hingga pekan lalu, kapitalisasi pasar IHSG turun ke Rp10.848,82 triliun.
Minimnya katalis positif dari dalam negeri, seperti penurunan surplus neraca dagang dan kekhawatiran terhadap utang jatuh tempo, turut membebani sentimen investor. Selain itu, jelang libur Lebaran, aktivitas perdagangan diperkirakan cenderung sepi, dengan sebagian investor memilih taking profit atau menunda transaksi hingga setelah libur panjang.
Nilai tukar rupiah juga melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), ditutup di Rp16.495/US$ pada Jumat (21/3/2025), terkoreksi 0,15% dalam sehari dan 0,92% secara mingguan. Pelemahan rupiah terjadi seiring dengan penguatan indeks dolar AS (DXY) yang naik 0,14% ke 103,99.
Sentimen global masih menjadi faktor utama tekanan terhadap rupiah. Konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina kembali memanas setelah serangan drone Ukraina menghantam pangkalan udara Engels-2 di Rusia, memicu eskalasi ketegangan lebih lanjut.
Di sisi lain, data tenaga kerja AS yang tetap solid memperkuat ekspektasi bahwa The Fed tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga dalam waktu dekat, sehingga dolar AS tetap kuat.
Di pasar obligasi, investor cenderung melepas kepemilikan surat utang, menyebabkan kenaikan yield obligasi tenor 10 tahun. Merujuk data Refinitiv, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun naik dari 6,975% pada Senin (17/3/2025) menjadi 7,194% pada Jumat (21/3/2025). Kenaikan yield ini menunjukkan tekanan jual yang cukup tinggi, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap dinamika pasar keuangan dan prospek kebijakan moneter global.
Pages