- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada akhir pekan lalu di mana IHSG dan rupiah menguat tetapi harga SBN turun
- Wall Street kompak ambruk pada akhir pekan lalu
- Data inflasi, pertumbuhan ekonomi hingga PMI Global akan menjadi penggerak sentimen pasar pekan ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif pada Jumat (31/01/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan, sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru tampak melemah. Sedangkan Surat Berharga Negara (SBN) juga tampak dijual investor.
Pasar keuangan domestik hari ini Senin (03/02/2025) diperkirakan akan bergerak cukup volatil di tengah berbagai sentimen khususnya dari dalam negeri yang dapat langsung berdampak pada pasar keuangan. Selengkapnya mengenai sentimen pasar pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Pada penutupan perdagangan Jumat pekan lalu (31/1/2025), IHSG ditutup menguat 0,50% ke posisi 7.109,19. Posisi IHSG saat ini telah kembali bergerak di atas level psikologis 7.100 yang sebelumnya pada 30 Januari 2025 berada di bawah level tersebut.
Kendati mengalami apresiasi, IHSG selama sepekan kemarin cenderung melemah sebesar 0,79%. Hal ini berbeda dengan performa pekan sebelumnya yang tampak menguat sebesar 0,16%.
Sepanjang pekan lalu, asing terpantau melakukan penjualan sebesar Rp100,32 miliar. Angka ini lebih kecil dibandingkan pekan sebelumnya yang terpantau net sell sebesar Rp919,91 miliar.
Sementara secara sektoral (31/01/2025), sektor Consumer Non-Cyclical menguat paling signifikan yakni sebesar 1,02%, Financials naik 0,9%, begitu pula dengan Energy yang menguat 0,72%.
Sedangkan sektor Infrastructures, Consumer Cyclicals, dan Basic Materials masing-masing mengalami depresiasi sebesar 1,3%, 0,72%, dan 0,34%.
Di saat yang bersamaan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengakhiri perdagangan pada akhir pekan lalu di posisi Rp16.295/US$, dalam sehari melemah 0,25%, begitu pula dalam sepekan terakhir, rupiah tampak terdepresiasi sebesar 0,77%.
Tekanan terhadap rupiah di pekan lalu terus terjadi khususnya setelah bank sentral AS (The Fed) memutuskan untuk tidak melanjutkan pemangkasan suku bunganya yang telah dilakukan selama tiga pertemuan sebelumnya dengan total 100 basis poin (bps).
The Fed juga mengisyaratkan akan menahan suku bunga dalam waktu lama dengan menegaskan tidak akan terburu-buru memotong suku bunga. The Fed hanya menegaskan jika keputusan suku bunga ke depan akan sangat ditentukan oleh perkembangan data ekonomi.
Keputusan The Fed ini juga berbanding terbalik dengan keinginan Trump yang menginginkan suku bunga rendah.
"Kami merasa tidak perlu terburu-buru untuk melakukan penyesuaian apa pun. Saat ini, kami merasa kami berada di posisi yang sangat baik. Kebijakan ini sudah diposisikan dengan baik dan ekonomi berada dalam posisi yang cukup baik." tutur Chairman The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers usai menggelar rapat FOMC, dikutip dari CNN International.
Keputusan bulat untuk mempertahankan suku bunga acuan dalam kisaran 4,25-4,50% saat ini, ditambah dengan pernyataan baru Jerome Powell, membuat The Fed berhati-hati menantikan data inflasi dan ketenagakerjaan lebih lanjut serta kejelasan tentang dampak kebijakan Presiden AS, Donald Trump.
Tidak sampai di situ, data transaksi dari Bank Indonesia (BI) pada 30 Januari 2025 juga menunjukkan investor asing melakukan aksi jual neto sebesar Rp0,82 triliun, terdiri dari jual neto sebesar Rp0,40 triliun di pasar saham, jual neto Rp0,43 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan beli neto Rp5 miliar di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selanjutnya, beralih pada imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang bertenor 10 tahun terpantau mengalami kenaikan menjadi 6,984% pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Kenaikan imbal hasil ini selaras dengan 30 Januari 2025 yang juga tercatat naik sebesar 0,13%.
Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield naik berarti harga obligasi turun, hal ini menunjukkan investor yang kembali menjual SBN.
Pages