Morgan Stanley dan Goldman Sachs Sunat Rating, RI Sering Kena Semprit

1 day ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Tanah Air makin merana dan terperosok setelah dua institusi dunia kompak menurunkan peringkat saham-saham RI. Hal ini pun mendorong derasnya aliran dana asing sehingga membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) makin terperosok.

Pada perdagangan sesi satu hari ini, IHSG lagi-lagi terkoreksi 0,91% di level 6.538,19. Penurunan ini menjadikan pelemahan IHSG selama dua hari beruntun.

Penurunan IHSG yang semakin dalam didorong oleh penurunan rating dari institusi-institusi investasi global.

Bank Investasi dan pengelola aset global Goldman Sachs menurunkan peringkat dan rekomendasi atas aset keuangan di Indonesia. Penurunan ini terjadi karena perusahaan yang bermarkas di New York tersebut memperkirakan adanya peningkatan risiko fiskal atas sejumlah kebijakan dan inisiatif yang dipilih oleh Presiden Prabowo Subianto.

Goldman menurunkan peringkat saham RI dari overweight menjadi market weight. Lebih lanjut, Goldman juga menurunkan rekomendasi atas surat utang yang diterbitkan BUMN tenor 10 sampai 20 tahun menjadi netral. Sebelumnya, surat utang BUMN menjadi salah satu aset yang paling ramai diburu oleh manajer investasi global.

Penurunan peringkat ini terjadi Setelah Goldman menaikkan proyeksi defisit anggaran Indonesia dari semua 2,5% kini menjadi 2,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini mendekati batas maksimal yang ditetapkan dalam Undang-Undang yakni 3% dari PDB.

Goldman mengungkapkan pasar keuangan Indonesia masih berada dalam tekanan beberapa bulan terakhir karena sentimen tarif dan perang dagang global hingga pelemahan ekonomi domestik membuat investor ketakutan dan kabur dari pasar RI.

Sebagai catatan, IHSG terkoreksi cukup dalam sepanjang tahun dan sempat turun dua digit meski kini mulai membaik. IHSG tercatat menjadi salah satu indeks acuan dengan koreksi paling parah secara global, dengan rupiah juga sempat menyentuh level terendah dalam lima tahun terakhir.

Menurut Goldman, ketakutan investor asing terjadi setelah Prabowo mengumumkan inisiatif pemangkasan dan melakukan realokasi aggaran, pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), hingga program 3 juta rumah yang mana dianggap dapat membuat bengkak defisit anggaran.

Sebelumnya, pada Senin (2/3/2025), Goldman Sachs menurunkan peringkat PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi netral dari beli dengan target harga Rp 3.730 per lembar saham dari sebelumnya Rp 4.910 per lembar saham. Penurunan peringkat tersebut mencerminkan kekhawatiran atas kualitas aset bank, khususnya dalam segmen mikro, yang diperkirakan akan memengaruhi profitabilitas bank untuk jangka waktu yang lebih lama dari yang diantisipasi sebelumnya.

Biaya kredit PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) telah mengalami peningkatan yang signifikan, sebagaimana ditunjukkan oleh data khusus bank Januari 2025. Biaya kredit melonjak hingga 5,57%, kenaikan substansial dari level 2,02% dan 3,11% pada 24 Januari 2024, dan jauh di atas kisaran panduan 3,0%-3,2%. Kenaikan ini disebabkan oleh lapisan manajemen tambahan dan pembentukan kredit bermasalah (NPL) yang lebih rendah, tetapi masih tinggi, dari tahun ke tahun.

Para analis juga menyatakan kekhawatiran tentang ketidakpastian ekonomi makro, khususnya risiko terhadap pertumbuhan PDB yang berasal dari realokasi anggaran pemerintah.

Faktor-faktor ini berkontribusi pada proyeksi bahwa biaya kredit akan tetap tinggi, bertahan pada 3,36% pada tahun 2025, yang konsisten dengan level tahun 2024, dan tetap tinggi pada 3,01% dan 2,95% pada tahun 2026 dan 2027, masing-masing.

Lebih jauh, masalah kualitas aset diperkirakan akan membatasi pertumbuhan pinjaman di Bank Rakyat Indonesia, dengan pertumbuhan yang lemah diantisipasi di segmen mikro. Peralihan bank ke portofolio korporat dan konsumen kemungkinan akan memengaruhi margin.

Selain itu, tekanan pendanaan diantisipasi karena kondisi likuiditas yang ketat, ditandai dengan pertumbuhan M2 yang lemah dan persaingan likuiditas dengan Bank Indonesia, karena SRBI yang beredar sekarang mewakili 10% dari simpanan sistem.

Selain Goldman Sachs, Morgan Stanley juga menurunkan peringkat saham Indonesia dalam indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) dari equal-weight (EW) menjadi underweight (UW) pada akhir Februari 2025.

Dalam laporannya, MSCI mengatakan, langkah ini diambil seiring dengan melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi domestik serta tekanan terhadap profitabilitas perusahaan di sektor siklikal.

Morgan Stanley menyoroti pergeseran tren return on equity (ROE) yang kini lebih menguntungkan China dibanding Indonesia. Analis menilai bahwa ROE saham-saham di China mulai menunjukkan pemulihan, terutama didorong oleh perbaikan kinerja operasional dan efisiensi neraca keuangan pada sektor yang memiliki bobot besar dalam indeks.

Selain faktor fundamental, perbedaan valuasi juga menjadi alasan penurunan peringkat saham Indonesia. Morgan Stanley menyebut valuasi saham China kini lebih menarik dibanding Indonesia, terutama setelah pemerintah China menunjukkan sikap lebih positif terhadap sektor swasta.

Bukan yang Pertama

Sebelumnya, Morgan Stanley juga pernah menurunkan peringkat saham RI karena kebijakan fiskal Prabowo pada Juni 2024.

Kebijakan fiskal Indonesia dan dolar yang lebih kuat menimbulkan risiko bagi investasi di sahamnya, menurut catatan para ahli strategi di Morgan Stanley sambil menurunkan rekomendasi mereka.

Morgan Stanley menurunkan peringkat investasi di pasar modal Indonesia karena alasan pelemahan rupiah dan beban fiskal yang menantang jelang pelantikan presiden terpilih RI 2024-2029 Prabowo Subianto.

"Kami melihat ketidakpastian jangka pendek atas arah kebijakan fiskal di masa mendatang serta beberapa pelemahan di pasar valas di tengah suku bunga AS yang masih tinggi dan prospek dolar AS yang kuat," tulis para ahli strategi termasuk Daniel Blake dalam catatan 10 Juni 2024. Mereka menurunkan peringkat ekuitas negara itu menjadi "underweight" dalam alokasi perusahaan di Asia dan pasar berkembang.

Pada Juni tahun lalu, presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, berencana untuk mendanai janji kampanyenya dengan meningkatkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar 2 poin persentase per tahun, yang berpotensi mencapai 50% pada akhir masa jabatannya.

Menanggapi kebijakan fiskal yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, Morgan Stanley pun menurunkan peringkat penilaiannya terhadap ekuitas Indonesia menjadi "underweight," dengan memperkirakan ketidakpastian ekonomi jangka pendek.


CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research