Komisi Finfluencer Capai Rp 450 Juta, OJK Finalkan Aturan Endorse

3 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah memfinalkan Peraturan OJK (POJK) tentang financial influencer (finfluencer) yang akan mewajibkan keterbukaan relasi komersial dalam promosi produk keuangan. Regulasi ini disusun untuk mengatur kriteria, aktivitas, hingga etika konten finfluencer yang selama ini ramai memberi edukasi sekaligus memasarkan produk keuangan di media sosial. OJK bahkan menyoroti temuan komisi endorse hingga ratusan juta rupiah yang selama ini tidak diketahui publik.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku PUJK, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengatakan isu finfluencer belakangan banyak menjadi sorotan sehingga perlu payung pengaturan yang jelas. Ia menuturkan, OJK masih mengkaji mekanisme pengaturan dan pengawasan terhadap aktivitas finfluencer, khususnya terkait edukasi dan pemasaran produk keuangan melalui media sosial maupun kanal lainnya.

Kiki, sapaan akrab Friderica, menyatakan aturan finfluencer sudah memasuki tahap akhir setelah OJK belajar dari praktik di sejumlah negara. “Finfluencer, kami sudah tahap final sih. Memang agak mulur ya kemarin, karena ada perkembangan-perkembangan yang cukup menarik. Tapi saya juga sampaikan kalau dulu kami masih belajar dari Prancis saja, sekarang sudah semakin banyak negara yang menerapkan aturan kepada finfluencer,” ujarnya kepada wartawan usai Edukasi Keuangan Hari Disabilitas Internasional (HDI) Tahun 2025 dan Peluncuran Pedoman Buku Literasi Keuangan bagi Penyandang Disabilitas di Grand Ballroom Aryaduta Hotel Menteng, Jakarta, Senin (8/12/2025) sore.

Kiki menegaskan, poin krusial dalam POJK tersebut ialah transparansi ketika finfluencer mengiklankan produk. “Finfluencer itu harus terbuka ketika mereka melakukan endorse produk. Jangan dibilang ‘saya menggunakan ini’, padahal sebenarnya dibayar,” katanya.

Ia pun mencontohkan satu kasus besar yang belakangan menjadi sorotan. OJK memanggil pihak terkait dan menemukan promosi yang dikira pengalaman pribadi ternyata berbayar.

“Kami panggil itu ya, si orang yang menjajakan itu bukan tanpa komisi. Ternyata dia dibayar oleh perusahaan, bahkan dapat komisi Rp 450 juta. Besar sekali, ya,” ungkap Kiki.

Menurut dia, publik kerap melihat finfluencer sebagai konsumen biasa sehingga rekomendasinya lebih mudah dipercaya. Padahal, ketika terjadi masalah, barulah relasi endorse tampak jelas. “Ternyata ketika terjadi masalah kami (OJK) panggil, baru kelihatan banget ini ternyata endorse. Jadi hati-hati,” pesan Kiki.

OJK menilai transparansi wajib untuk mencegah misinformasi dan melindungi konsumen, terutama di tengah maraknya promosi produk keuangan di media sosial. Karena itu, POJK finfluencer akan memuat kewajiban deklarasi adanya pembayaran atau kemitraan.

OJK juga menegaskan akan ada konsekuensi bagi pelanggaran dalam ekosistem finfluencer. Ihwal waktu terbit, Kiki tak menutup kemungkinan regulasi itu diluncurkan tahun depan. “Mungkin tahun depan ya, tapi tidak mungkin tahun ini,” ujarnya singkat.

Dengan POJK finfluencer, OJK berharap promosi produk keuangan di ruang digital menjadi lebih sehat dan terbuka. Masyarakat pun diharapkan bisa menilai rekomendasi secara jernih, mana pengalaman pribadi dan mana konten berbayar.

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research