Jepang Krisis Beras, Harga Melambung Nyaris Rp 100.000 per Kg

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia- Jepang menghadapi krisis pasokan beras yang belum pernah terjadi sebelumnya, memaksa pemerintah untuk melelang cadangan darurat guna menstabilkan harga yang meroket. Langkah ini menjadi sorotan utama setelah lebih dari 200.000 ton beras dilaporkan "menghilang" dari distribusi, menyebabkan pembatasan pembelian di supermarket dan kenaikan harga di sektor restoran.

Harga beras di Jepang melonjak dua kali lipat dalam setahun terakhir, dengan harga satu kantong 5 kilogram mencapai hampir JPY 4.000 (Rp446.000). Artinya, 1 kg setara dengan Rp 89.376 atau hampir Rp 100.000.

Kenaikan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk gelombang panas ekstrem pada musim panas 2023 yang berdampak pada panen, serta pembelian panik akibat peringatan bencana alam Agustus lalu. Kebijakan pemerintah yang membatasi produksi untuk menjaga harga tetap tinggi juga turut memperburuk situasi.

Menurut Taku Eto, Menteri Pertanian Jepang, pada Agence France-Presse, situasi ini "benar-benar di luar dugaan" dan pemerintah perlu mengembalikan kondisi ke tingkat normal. Untuk itu, Jepang menggelar lelang 165.000 ton beras dari cadangan daruratnya, bagian dari total 231.000 ton yang akan dilepas ke pasar untuk mengatasi kekurangan nasional.

Selain faktor cuaca dan kebijakan produksi, sistem distribusi beras di Jepang juga mengalami perubahan signifikan. Kebijakan baru memungkinkan petani menjual langsung tanpa melalui distributor utama, yang membuat pasokan lebih sulit dilacak. Hal ini diperparah dengan spekulasi pasar, di mana pelaku usaha dan individu menimbun beras dengan ekspektasi harga akan terus naik.

"Sebagian orang kini memperlakukan beras sebagai instrumen investasi," kata Masayuki Ogawa, Asisten Profesor Ekonomi Pertanian di Universitas Utsunomiya.

Untuk mencegah krisis serupa di masa depan, pemerintah Jepang berencana meningkatkan ekspor beras hingga delapan kali lipat menjadi 350.000 ton pada 2030, sebagai langkah diversifikasi produksi dan stabilisasi pasokan domestik. Rencana ini akan dimasukkan dalam kebijakan dasar pangan dan pertanian yang diperbarui setiap lima tahun.

Sejak 2024, Jepang telah mengalokasikan lahan pertanian seluas 1,2 juta ton untuk produksi beras non-konsumsi utama, seperti pakan ternak dan ekspor. Pemerintah juga berupaya menekan biaya produksi dari 11.350 yen menjadi JPY 9.500 per 60 kilogram guna meningkatkan daya saing terhadap beras impor.

Beras dan Tradisi Jepang

Beras telah menjadi sumber energi dan makanaan utama bagi penduduk Jepang selama ribuan tahun. Sawah pertama mungkin sudah ada pada periode Jōmon, sekitar 6.000 tahun yang lalu; sementara pengenalan pertanian padi sekitar 3.000 tahun yang lalu pada periode Yayoi mempercepat perkembangan kepulauan Jepang.

Dengan sejarah panjangnya tidak heran jika beras sudah menjadi bagian tradisi masyarakat Negara Sakura.

Beras menjadi bahan utama makanan tradisional dan legendaris jepang, seperti sushi. Tak hanya itu, beras juga diolah menjadi minuman sake hingga bahan kecantikan pitera.

Beberapa makanan tradisional Jepang yang menggunakan bahan utama beras adalah:

Onigiri - Salah satu makanan berbahan dasar nasi yang paling ikonik adalah bola nasi sederhana. Onigiri terkadang diisi dengan berbagai bahan mulai dari ikan dan daging hingga sayuran dan acar. Biasanya, onigiri dibungkus dengan rumput laut (nori).

Ilustrasi makanan khas Jepang Onigiri. (Dok. Freepik)Foto: Ilustrasi makanan khas Jepang Onigiri. (Dok. Freepik)
Ilustrasi makanan khas Jepang Onigiri. (Dok. Freepik)

Sushi - Salah satu makanan Jepang yang paling terkenal. Sushi dibuat dengan menambahkan lapisan nasi di bawah ikan mentah (sashimi) atau topping lainnya, seperti omelet gulung, sayuran, atau daging. Tanpa diragukan lagi, sushi telah menjadi populer di seluruh dunia.

-Don - Mengacu pada berbagai hidangan yang memiliki dasar nasi dalam mangkuk. Topping diletakkan di atas nasi. Topping yang populer termasuk potongan daging babi (katsudon), ikan mentah (kaisendon), daging sapi (gyudon), serta ayam dan telur setengah matang (oyakodon).

Senbei - Nasi yang dipress menjadi bentuk kerupuk dan dibumbui dengan bahan gurih seperti kecap, menjadikannya camilan yang sempurna dan salah satu makanan berbahan dasar nasi tradisional Jepang yang paling populer.

Mochi - Proses penumbukan nasi menjadi adonan dengan palu kayu besar sangat ikonik dan mengingatkan pada suasana tradisional Jepang. Kue nasi yang kenyal dan lembut ini kemudian ditaburi dengan gula dan diisi dengan pasta kacang merah yang dikenal sebagai anko. Banyak variasi yang ada, namun yang paling umum adalah mochi yang dimakan pada Tahun Baru Jepang (Shogatsu).

Kaminari Okoshi  - Salah satu makanan manis tradisional Jepang. Camilan nasi krispi manis ini dicampur dengan gula dan sirup. Kemudian, campuran ini dipress menjadi bentuk datar dan dibagi menjadi kubus-kubus kecil.

Semua hidangan ini menampilkan keanekaragaman cara nasi digunakan dalam masakan Jepang yang kaya akan tradisi dan cita rasa.

Sejumlah pengunjung Transmart Kota Kasablanka melihat makanan Sushi Khas Jepang dalam Grand Opening Oishiwa Japanese Delicatssen, di Jakarta, Jumat, (8/11/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)Foto: Sejumlah pengunjung Transmart Kota Kasablanka melihat makanan Sushi Khas Jepang dalam Grand Opening Oishiwa Japanese Delicatssen, di Jakarta, Jumat, (8/11/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Sejumlah pengunjung Transmart Kota Kasablanka melihat makanan Sushi Khas Jepang dalam Grand Opening Oishiwa Japanese Delicatssen, di Jakarta, Jumat, (8/11/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Menurut Badan Pertanian AS (USDA), produksi beras di Jepang terus turun tiap tahun hingga hanya 7,35 juta ton pada tahun ini.

Tekanan AS atas Tarif Beras Jepang

Di sisi lain, kebijakan tarif beras Jepang mendapat sorotan dari Amerika Serikat. Pemerintahan Presiden Donald Trump menuding Jepang menerapkan tarif hingga 700% pada impor beras, yang dinilai menghambat perdagangan bebas. Jika AS menanggapi dengan kebijakan tarif balasan terhadap industri otomotif Jepang, dampak ekonomi bisa signifikan.

Dengan konsumsi beras domestik yang mencapai 6,6 juta ton per tahun dan populasi yang terus menurun, Jepang menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan produksi, distribusi, dan harga beras. Lelang cadangan strategis dan ekspansi ekspor menjadi langkah awal, tetapi efektivitasnya dalam menstabilkan pasar masih perlu diuji dalam beberapa bulan ke depan. Keputusan pemerintah dalam mengelola kebijakan pangan ini akan menjadi faktor kunci bagi ketahanan pangan dan stabilitas ekonomi Jepang di masa depan.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research