Jakarta, CNBC Indonesia - Monday Gloomy! Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambruk 2% gara-gara Trump yang menaikan tarif impor ke Amerika Serikat (AS).
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akhirnya menerapkan kenaikan tarif impor yang telah lama direncanakannya atas barang-barang dari Kanada, Meksiko, dan China. Tarif tersebut diharapkan mulai berlaku pada Selasa, 4 Februari 2025.
Pada hari Sabtu (01/02/2025), Trump menandatangani perintah yang mengenakan tarif sebesar 25% atas impor dari Meksiko dan Kanada, serta bea masuk sebesar 10% atas produk China.
Sementara itu, sumber daya energi dari Kanada akan menerima tarif sebesar 10%. Sebagai catatan, nilai perdagangan AS dan tiga negara ini mencapai total US$ 1,6 triliun per tahun.
Untuk diketahui, tarif adalah bea yang dikenakan pada barang asing yang dibayar oleh importir AS. Para ekonom secara umum menentang kebijakan tarif ini, dengan alasan bahwa tarif mengakibatkan harga yang lebih tinggi bagi konsumen dalam negeri.
Akibat kenaikan itu, indeks dolar AS (DXY) yang menguat lagi ke atas level 109, membuat pasar keuangan terguncang, termasuk IHSG dan Rupiah.
CNBC memantau pada hari ini pukul 14.30 WIB, IHSG ambruk 2,01% ke posisi 6,963,59. Begitu juga untuk rupiah, pada waktu yang sama terpantau keok di hadapan dolar AS dengan pelemahan 0,83% ke posisi Rp16.430/US$. Pelemahan rupiah ini mendekati level paling parah pada 2020 di mana rupiah sempat menyentuh di atas level Rp16.500/US$.
Selain gara-gara Trump. Secara internal, kondisi ekonomi kita belum bisa dikatakan baik-baik saja.
Baru saja pada siang hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan deflasi pada periode Januari 2025.
BPS mencatat, indeks harga konsumen (IHK) mencatatkan deflasi sebesar 0,76% month to month (MtM) pada Januari 2025. Artinya, terjadi penurunan IHK dari 106,90 pada Desember 2024, menjadi 105,99 pada Januari 2025.
Deflasi ini menjadi tanda daya beli masyarakat yang lemah. Jika ini berlanjut, tentu akan berdampak pada roda ekonomi Tanah Air, di mana permintaan yang turun, dunia usaha jadi tertekan, investasi akan melemah, dan akhirnya ekonomi bisa melambat.
Gimana strateginya sekarang?
Melihat kondisi makro yang belum terlalu baik membuat pasar ekuitas cenderung memiliki volatilitas yang lebih tinggi. Tidal heran, jika pelaku pasar banyak antisipasi yang membuat iHSG hari ini ambruk. Lantas, apakah kita harus stay away dulu?
Strategi ini mungkin bisa dilakukan sembari wait and see sejumlah saham dengan fundamental yang masih solid ke posisi yang lebih best price. Mengingat, penurunan hari ini membuat banyak saham re-rating ke valuasi yang lebih menarik.
Kami merekap beberapa emiten big caps yang kami nilai menarik untuk diperhatikan lantaran valuasinya sudah semakin murah :
Dari data di atas menunjukkan mayoritas saham sudah di harga yang murah dari harga wajar yang kami asumsikan di rata-rata price to book value (PBV) selama lima tahun. Hanya satu yang masih berada di area dekat fair value, yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), jadi masih menarik untuk ditunggu koreksi sampai ke posisi yang lebih murah.
Namun, perlu dipahami juga bahwa harga saham yang sudah murah, tak menutup kemungkinan bisa semakin murah alias masih bisa turun. Jadi, kita bisa combine lagi dengan analisis teknikal guna menentukan support terdekat atau posisi yang lebih best price untuk melakukan cicil beli.
Selain itu, pastikan dengan analisis fundamental untuk memahami bagaimana kondisi perusahaan dalam hal neraca sampai laba ruginya. Agar, perusahaan yang benar-benar kita investasi ini akan tetap bertahan di kondisi makro yang relatif sulit saat ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(tsn/tsn)