Jakarta, CNBC Indonesia - Baru-baru ini, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) mengumumkan bahwa induk usahanya, Japfa Ltd melakukan go-private dari bursa saham Singapura.
Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen menyebut usulan rencana privatisasi Japfa Ltd akan dilakukan melalui sebuah skema.
"Dengan ini kami beritahukan bahwa pada hari Jumat, tanggal 24 Januari 2025, Japfa Ltd, pemegang saham mayoritas Perseroan bersama dengan Keluarga Santosa telah menyampaikan pengumuman berkaitan dengan usulan rencana privatisasi Japfa Ltd melalui sebuah skema," tulis manajemen, dikutip Senin (27/1).
Apabila skema tersebut telah selesai dilaksanakan, maka seluruh saham dari pemegang saham minoritas Japfa Ltd akan diambil alih oleh Keluarga Santosa yang selanjutnya akan memiliki 100% saham Japfa Ltd. Artinya, Japfa Ltd akan delisting dari Bursa Efek Singapura (SGX).
Manajemen juga menyampaikan kepada masyarakat (publik) bahwa pada saat ini, Japfa Ltd merupakan pemegang saham mayoritas Perseroan, dan Keluarga Santosa adalah pemegang saham mayoritas Japfa Ltd dan Perseroan.
Manajemen menegaskan, pembelian skema saham oleh Keluarga Santosa dan privatisasi serta penghapusan pencatatan saham (delisting) Japfa Ltd tidak akan mengubah pengendalian atau manajemen Grup Perseroan dan tidak akan mempengaruhi bisnis Grup Perseroan serta kelangsungan usahanya.
"Perseroan akan tetap menjadi perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia tanpa adanya perubahan kepemilikan mayoritas dan akan tetap secara mayoritas dimiliki serta dikendalikan oleh Keluarga Santosa dan tidak ada rencana aksi korporasi oleh Perseroan," tulis manajemen.
Efek Go Private Induk JPFA dan Harga Saham-nya
Menilai dari aksi korporasi yang dilakukan induk usaha, sebenarnya ini tidak ada dampak secara langsung ke JPFA.
Namun, sentimen go private ini bisa jadi positif karena pemegang saham pengendali akan melakukan mandatory tender offer untuk beli saham dari pemegang saham minoritas.
Selain itu, ke harga saham JPFA beberapa waktu ini terjadi anomali karena tren nya masih dalam penguatan yang kokoh, dibandingkan dengan tren harga saham pesiangnya, seperti PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN), PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk (SIPD), dan PT Malindo Feedmil Tbk (MAIN) yang masih dalam tren turun.
Seperti terlihat dari perbandingan performa harga saham dari sederet pemain poultry di atas, JPFA terpantau memimpin penguatan.
Tercermin pula pada pergerakan secara teknikal, kami melihat saham JPFA masih pada tren penguatan yang kokoh.
Selama tiga hari beruntun saham JPFA ini turun, tetapi kami lihat ini adalah koreksi normal, selama tidak breakdown dari support moving average/MA 20 daily di level 1900.
Jika berhasil memantul dari area ini, JPFA masih memiliki peluang untuk kembali naik, paling tidak mencapai resistance terdekat di 2060.
Foto: Tradingview
Teknikal JPFA
Update Kinerja dan Prospek JPFA
Bicara soal fundamental, kami melihat kinerja keuangan JPFA sampai September 2024 lalu cukup solid.
Dari sisi top line, pendapatan JPFA berhasil naik 9,3% yoy menjadi Rp41,27 triliun. Saluran pendapatan perusahaan ini utamanya didukung oleh dua segmen yakni pakan ternak yang tumbuh 4,14% yoy menjadi Rp25,4 triliun dan peternakan komersial yang naik 8,85% yoy menjadi Rp19,97 triliun.
Seiring dengan itu, JPFA berhasil mencatatkan pertumbuhan laba luar biasa, melejit sampai 123,62% yoy menjadi Rp2,09 triliun.
Dari sisi industri, kami juga memiliki pandangan positif terhadap sektor poultry lantaran sebentar lagi akan mendapat momentum seasonality di bulan Ramadhan.
Ditambah juga dengan adanya kebijakan program makan bergizi dari pemerintah diharapkan bisa memberikan dampak positif ke permintaan daging ayam dan produk turunannya.
Namun, perlu diantisipasi ada beberapa tantangan yang menyelimuti JPFA dari perkembangan harga jagung yang akhir-akhir ini cenderung naik. Hal ini bisa meningkatkan beban yang bisa menggerus pendapatan.
Sebagai catatan saja, jagung di Indonesia masih banyak impor dan mayoritas peternak menggunakan komoditas itu untuk bahan baku pakan bagi ternak.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(tsn/tsn)