India Alami Defisit Neraca Perdagangan dengan RI, Bisa Jadi Ancaman?

3 months ago 37

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar kurang sedap datang dari salah satu importir komoditas terbesar Indonesia yakni India. Dalam perdagangan bilateral, India menyatakan posisi neraca perdagangan dalam kondisi defisit, sementara Indonesia dalam kondisi surplus. Hal ini pun menjadi perbincangan hangat.

Mengutip catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada Desember 2024 India menjadi negara kedua yang menyumbang surplus neraca perdagangan Indonesia. Surplus neraca ekspor dan impor Indonesia dengan India mencapai US$1,02 miliar, sedangkan peringkat pertama penyumbang surplus ialah Amerika Serikat sebesar US$1,75 miliar.

Namun, surplus neraca perdagangan kedua negara itu sebetulnya menyusut dibanding catatan pada November 2024 yang senilai US$1,12 miliar. Bahkan, jauh lebih rendah dari catatan per Desember 2023 yang sebesar US$1,42 miliar.

Surplus neraca perdagangan yang terus terjadi itu membuat India menerapkan berbagai kebijakan pembatasan perdagangan ke Indonesia, seperti pemberlakuan tarif bea masuk untuk sejumlah komoditas maupun pemberlakuan kuota ekspor untuk sawit dan batu bara dari Indonesia ke India.

Topik hangat tersebut pun dibahas oleh Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo, dalam forum CNBC Indonesia ESG Sustainability Forum 2025 di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

Hashim menuturkan bahwa informasi ini diperolehnya saat mendampingi Presiden RI Prabowo Subianto ke India pekan lalu. Awalnya ia menuturkan bahwa India sangat tertarik dan berminat berpartisipasi dalam program ESG di Indonesia.

Namun, ia menjelaskan bahwa India memiliki curhatan terkait defisit perdagangannya dengan RI. Hashim menyebut Negeri Hindustan itu mengalami defisit hingga US$ 13 miliar atau Rp212 triliun.

Meski begitu, Hashim mengungkapkan kebingungannya bila India mencari sejumlah sumber kelapa sawit dan batu bara di luar RI. Pasalnya, pasar lain menjual komoditas tersebut dengan harga yang lebih tinggi.

Walaupun begitu, Hashim menuturkan hubungan India dan RI masih dalam situasi yang baik-baik saja. Ini dibuktikan bagaimana Presiden RI Prabowo menjadi tamu utama dalam perayaan Hari Nasionalnya pekan lalu.

Jika melihat pangsa pasar minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO), India menjadi top 5 pangsa pasar CPO terbesar untuk Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan volume ekspor CPO Indonesia pada 2024 menyentuh 21,6 juta ton. Volume ekspor tersebut turun 17,33% dibandingkan pada 2023.

Begitu pula secara nilai, ekspor CPO anjlok 11,78% menjadi US$20,01 miliar atau setara dengan Rp325,8 triliun pada 2024 (kurs Rp16.280/US$).

Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan ekspor CPO Indonesia pada 2024, di antaranya permintaan CPO untuk biodiesel meningkat, permintaan CPO untuk konsumsi meningkat, produksi dalam negeri cenderung stagnan, kondisi ekonomi negara-negara importir CPO.

China menempati urutan pertama sebagai negara penerima hasil ekspor CPO Indonesia di 2024 sebesar 2,99 juta ton atau naik 19,76% dibandingkan periode 2023 yang sebesar 2,5 juta ton.

Hal ini cukup menarik di tengah penurunan jumlah ekspor Indonesia ke negara-negara lainnya, sebut saja seperti Pakistan, Amerika Serikat (AS), Bangladesh, India, dan Malaysia yang masing-masing secara kumulatif (2024 vs 2023) mengalami penurunan sebesar 44,51%, 20,74%, 25,35%, 21,05%, dan 52,16%.

Alhasil secara nilainya pun, jumlah ekspor Indonesia ke China mengalami lonjakan sebesar 27,5% dari US$2,17 miliar menjadi US$2,77 miliar pada 2024.

Sementara Pakistan, Amerika Serikat (AS), Bangladesh, India, dan Malaysia secara kompak menurun masing-masing sebesar 40,9%, 14,4%, 18,3%, 13,7%, dan 45,1%.

Dari komoditas batu bara, India menempati urutan pertama dalam daftar pasar batu bara RI dengan volume menembus 108,07 juta ton atau melandai 0,79%. Secara nilai, ekspor batu bara ke India menembus US$ 6,25 miliar pada 2024 atau setara dengan Rp102,34 triliun atau jeblok 13,93%.

India sebagai pembeli terbesar batu bara RI dalam tiga tahun beruntun dengan volume menembus 100 juta ton.

Di bawah India, terdapat China yang menjadi pasar besar batu bara Indonesia.

Volume permintaan batu bara RI dari China pada 2024 melesat 14,06% menjadi 93,16 juta ton. Namun, secara nilai, ekspor batu bara ke China turun 6,04% menjadi US$ 6,55 miliar.

Lonjakan permintaan juga dilaporkan dari Vietnam. Ekspor batu bara ke Vietnam melonjak 37,4% menjadi 27,19 juta ton dengan nilai US$1,79 miliar.

Permintaan dari Vietnam melesat sejalan dengan lonjakan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Dengan ekonomi tumbuh pesat hingga mencapai 7,09% maka makin besar pula energi yang dibutuhkan Vietnam.

Besarnya permintaan dari India, China, dan Vietnam ini tentu saja menguntungkan Indonesia. Bila ditotal, ekspor ketiga negara mencapai 228,42 juta ton atau sekitar 56% dari total. Nilai ekspor mencapai US$14,59 miliar atau setara dengan Rp 238,87 triliun atau hampir Rp 240 triliun.

Dengan ancaman India akan memutus pasokan CPO dan batu bara dari Indonesia, tentu saja Indonesia akan mengalami penurunan ekspor terhadap kedua komoditas tersebut senilai ratusan triliun.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research