- Pasar keuangan Indonesia bergerak tak sejalan, bursa saham melemah sementara rupiah menguat
- Wall Street kompak menguat di tengah harapan pemangkasan suku bunga The Fed
- Data ekonomi luar negeri dan perkembangan ekonomi dalam negeri diharapkan bisa menjadi katalis positif IHSG dan rupiah hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air akhir-akhir selalu bergerak tak sejalan. Saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, rupiah terhadap dolar AS justru melemah, begitupun sebaliknya, jika IHSG melemah maka rupiah terhadap dolar AS justru menguat. Seperti pada perdagangan kemarin Selasa (25/11/2025), dimana IHSG harus melemah tetapi rupiah terhadap dolar AS justru mengalami penguatan.
Hari efektif Morgan Stanley Capital International (MSCI) Indonesia yang jatuh pada Selasa (25/11/2025) tak mampu menopang IHSG, justru investor banyak melakukan aksi jual saat hari efektifnya. Meskipun begitu, masih terdapat beberapa sentimen pasar yang dapat di pantau investor pada hari ini.
Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.
Pada perdagangan Selasa (25/11/2025), IHSG ditutup melemah 0,56% di level 8.521,89. Usai mencetak kenaikan tertinggi sepanjang masa alias All Time High (ATH) pada perdagangan intraday di level 8.574,39, IHSG justru melemah.
a
Sebanyak 390 saham turun, 282 naik, dan 282 tidak bergerak. Nilai transaksi pada perdagangan kemarin mencapai Rp 27,7 triliun, melibatkan 52,68 miliar saham dalam 2,53 juta kali transaksi.
Nilai transaksi pada perdagangan kemarin ditopang oleh sejumlah transaksi di pasar negosiasi. Di pasar negosiasi, saham PT Impack Pratama Industri Tbk (IMPC) tercatat ditransaksikan senilai Rp1,6 triliun. Sebanyak 700 juta saham IMPC ditransaksikan di harga Rp2.300 per saham.
Lalu PT Bumi Resources Tbk (BUMI) membukukan transaksi di pasar negosiasi senilai Rp 1 triliun. Sebanyak 4,67 miliar saham berpindah tangan dengan harga Rp 219. Masih belum diketahui siapa broker yang memfasilitasi transaksi, begitu juga dengan tujuan dari kedua transaksi tersebut.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk BBRI menjadi saham dengan net sell terbesar Rp 539,7 miliar. Lalu diikuti oleh BRPT Rp 162,1 miliar dan EMTK Rp 97,6 miliar.
Sementara itu, mengutip Refinitiv, mayoritas sektor mengalami koreksi pada perdagangan kemarin. Utilitas, properti, dan finansial menjadi sektor dengan penurunan paling besar.
Saham yang menjadi pemberat utama adalah emiten bank jumbo hingga milik konglomerat. PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi saham yang menyeret IHSG ke zona merah dengan bobot indeks terbesar.
BREN berkontribusi -20,65 indeks poin dan BBRI -19,72 indek poin. Kedua saham tersebut, masing-masing turun 4,69% dan 3,77%.
Selain itu saham bank jumbo lain yang juga memberatkan IHSG adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) -9,98 indeks poin dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) -7,07 indeks poin.
Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa (25/11/2025) menguat 0,21% di posisi Rp16.655/US$1. Posisi sekaligus menjadi level penutupan terkuat dalam dua pekan terakhir atau sejak 10 November 2025. Sepanjang perdagangan, rupiah bergerak pada rentang Rp16.650-Rp16.677/US$1.
Penguatan rupiah pada perdagangan kemarin seiring dengan merosotnya sentimen dolar AS di pasar global, setelah komentar bernada dovish dari sejumlah pejabat Bank Sentral AS (The Fed) yang memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan pada pertemuan FOMC Desember.
Gubernur The Fed, Christopher Waller, menyampaikan sinyal dukungan terhadap pemangkasan suku bunga pada Desember, dengan menyoroti meningkatnya risiko di pasar tenaga kerja. Nada dovish ini sejalan dengan pernyataan Presiden Fed San Francisco Mary Daly serta Presiden Fed New York John Williams, yang keduanya menilai ruang penyesuaian kebijakan semakin terbuka.
Waller juga menegaskan bahwa arah kebijakan tahun depan sangat bergantung pada segelombang data ekonomi yang tertunda akibat penutupan pemerintahan AS sebelumnya, sehingga pasar memperkirakan ruang pelonggaran dapat semakin besar.
Kombinasi komentar tersebut mendorong pelaku pasar meningkatkan proyeksi penurunan suku bunga The Fed. Berdasarkan CME FedWatch yang mencatat probabilitas pemangkasan 25 basis poin pada Desember kini melonjak menjadi 81%, jauh lebih tinggi dibandingkan 42,4% pada pekan lalu.
Dengan ekspektasi pasar yang semakin dovish, dolar AS cenderung bergerak melemah terhadap sejumlah mata uang utama, sehingga memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat.
Ke depan, pelaku pasar masih akan menantikan rangkaian rilis data ekonomi AS pekan ini. Mulai dari retail sales, indeks harga produsen (PPI), pesanan barang tahan lama (durable goods orders), hingga klaim tunjangan pengangguran mingguan, yang berpotensi memberi petunjuk lebih jelas mengenai arah kebijakan The Fed dan pergerakan dolar.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Selasa (25/11/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun melemah tipis 0,005% di level 6,0964%. Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).
Pages















































