Bukti Pengusaha Sawit Makin Kaya, Laba AALI-LSIP-TAPG Kompak Moncer!

10 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Sederet perusahaan minyak sawit kompak melaporkan kinerja moncer sepanjang 2024 lalu. Hal ini menjadi bukti bahwa pengusaha sawit semakin kaya.

Merujuk data Refinitiv, kontrak komoditas crude palm oil (CPO) yang berakhir tiga bulan ke depan atau Mei 2025 sepanjang tahun lalu berhasil terbang 19,54%. Sementara sejak awal 2025 hingga perdagangan pada Rabu hari ini (12/3/2025), harganya naik moderat 1,30%.

Sedangkan pada hari ini, harga CPO bertengger di MYR 4.508 per ton dengan penguatan sejak pembukaan sebesar 0,42%.

Harga minyak sawit ini semakin mahal jika dibandingkan dengan produk substitusi lainnya. Mengutip data tradingeconomics pada hari ini, harga minyak kedelai berada di US$ 995.97 per bussel, minyak biji bungan matahari di harga US$ 1353.70 per ton, dan Rapseed di EUR 479,75 per ton.

Penguatan harga minyak sawit ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor mulai dari sisi supply yang berkurang akibat cuaca buruk dan hasil panen tidak optimal dari pohon yang sudah tua, sampai permintaan meningkat jelang lebaran dan prioritas untuk biodiesel

Sejak awal tahun, Indonesia sudah menaikkan campuran wajib sawit dalam biodiesel menjadi 40% dan tengah mengkaji kenaikan ke 50% pada 2026, serta pencampuran 3% untuk bahan bakar jet pada tahun depan.

Langkah ini bertujuan mengurangi impor bahan bakar fosil, tetapi juga memangkas ekspor sawit.

Seiring dengan penguatan harga tersebut, sederet perusahaan sawit pun menunjukkan taji-nya dalam hal profitabilitas.

Kami mencatat ada dua emiten yang kompak mencatat laba lebih dari 90%, yakni PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG).

Dari TAPG dulu yang berhasil meraih profitabilitas paling moncer. Pendapatannya tumbuh 16,16% secara tahunan (yoy) menjadi Rp9,67 triliun. Hal ini dicapai berkat kenaikan rata-rata harga jual dan menjaga biaya produksi yang rendah.

Biaya produksi yang efisien ini tercermin dari biaya bahan baku CPO yang turun 2,65% yoy menjadi Rp3,84 triliun, ditambah biaya tenaga kerja terkait produksi yang susut 0,57% yoy menjadi Rp689 miliar. Biaya lain juga bisa ditekan seperti biaya penjualan sampai 28,35% yoy,

Tak sampai di situ, TAPG mendapatkan keniakan revenue dari JV sampai 38,94% yoy menajdi Rp893 miliar. Hal ini didorong laba bersih dari entitas patungan di PT Union Sampoerna Triputra Persada yang mencatatkan kontribusi bagian hasil laba ke TAPG naik 39% menjadi Rp886 miliar.

Berkat hal-hal tersebut, TAPG berhasil meraih laba meroket 94,02% menjadi Rp3,12 triliun.

Berikutnya, di posisi kedua ada LSIP dengan raihan laba Rp1,47 triliun, nilai itu terbang 93,82% dibandingkan tahun sebelumnya.

Pertumbuhan laba itu terdorong harga jual rata-rata yang naik sampai 16% yoy, meskipun volume penjualan turun sampai 7,59%. Dari sini, perusahaan tetap mencatat pendapatan naik 8,89% menjadi Rp4,56 triliun.

Dari sisi biaya produksi, LSIP tetap bisa menjaga pengeluaran lebih rendah dari pendapatan, hanya naik 0,55% menjadi Rp2,82 triliun dan biaya panen turun 3,7% menjadi Rp588 miliar.

Posisi ketiga, ditempati PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) yng mencatatkan laba bersih Rp 260,21 miliar sepanjang 2024, meningkat 46,99% yoy.

Hal itu didapatkan dari pendapatan yang meningkat 2,38% yoy menjadi Rp4,3 triliun.

Meskipun pendapatan tumbuh moderat, tetapi perusahaan masih bisa mencatat laba karena ada efisiensi dari operasionalnya. Salah satunya adalah penurunan pinjaman bank yang membuat beban bunga 2024 ditekan sampai 15% yoy.

Selanjutnya, ada emiten sawit lagi PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) yang meraih laba sebesar Rp1,11 triliun, dengan tingkat pertumbuhan sampai 36,04% yoy.

Sama seperti yang lain, peningkatan laba DSNG ini terjadi berkat pendapatan yang naik 6,5% yoy menjadi Rp10,1 triliun. Lalu, disertai efisiensi pada operasionalnya, terutama dari pemangkasan harga pupuk di segmen kelapa sawit.

Terakhir, ada emiten sawit terbesar RI milik grup Astra yakni PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) yang mencatat profitabilitas positif, meskipun relatif lebih buncit dibanding yang lain.

AALI mencatat pendapatan naik 5,16% yoy sementara laba tumbuh 8,68% yoy. Berikut rincian profitabilitas lima emiten sawit RI sebagai berikut :

CNBC INDONESIA RESEARCH 

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research